Sabtu, 07 Mei 2016

35 Kisah Shahabiyah





Islam hadir mengangkat kedudukan wanita menjadi sangat terhormat. Adanya bahasan khusus tentang wanita dalam Al-Qur’an surat An-Nisa menjadi bukti bahwa wanita memiliki kedudukan tinggi dalam Islam. Islam memandang wanita sebagai belahan jiwa laki-laki, berbakti kepada ibu lebih utama daripada kepada ayah, dimulaikan baik sebagai istri maupun sebagai anak. Jika di resume beberapa hari lalu ada yang menampilkan sosok wanita yang karena karirnya sampai lupa akan kodratnya, maka dalam resume kali ini saya mengajak muslimah sekalian untuk belajar dari sejarah bahwa muslimah layak berkiprah dalam kehidupan sosial, politik, ekonomi, pendidikan, dan lainnya dengan tidak menyesampingkan peran utamanya sebagai ibu ataupun istri. Semoga mampu menumbuhkan kerinduan kita terhadap sosok-sosok wanita teladan, ideal, dan taat kepada Allah dan Rasulnya. Selanjutnya menjadikan mereka sebagai suri tauladan.

Ada banyak kisah shabiyah teladan di dalam buku ini. Membuat saya merasa begitu kecil, jauuuh sekali dari teladan apalagi ideal. Bahkan di beberapa kisah mampu membuat saya nangis bombay. Sedih membayangkan perjuangan mereka dan sedih karena saya masih jauh dari sosok mereka. Zaman telah berubah dan setiap zaman pasti punya tantangan masing-masing.

Adalah Asma binti Abu Bakar, dengan latar belakang keluarga yang penuh berkah wajar jika ia tumbuh mewarisi keistimewaan ayahnya, Abu Bakar. Asma masuk dalam golongan orang yang pertama masuk Islam sebagaimana dijelaskan dalam surat At-Taubah: 100. Ayah dan suami Asma (Zubair bin Awwam) termasuk 10 sahabat yang dijamin masuk surga. Beberapa keistimewaan Asma antara lain adalah istri yang sholihah. Zubair adalah lelaki miskin, saat menikah dengan Asma harta yang dimilikinya hanyalah seekor kuda. Karena tidak mampu membayar budak, Asma melakukan pekerjaan rumah sendiri. Asma terbiasa membawa kurma sendiri di atas kepalanya dari kebun Zubair hasil pemberian Rasulullah yang berjarak 3,4 km dengan berjalan kaki. Padahal sebelum menikah Asma tidak pernah melakukan pekerjaan2 itu.

Asma dikenal sebagi wanita pemilik dua selendang (dzaatun nithaaqain) atas keberaniannya mengantarkan makanan kepada Rasulullah yang sedang bersembunyi di gua Tsur. Yang menjadi istimewa adalah karena kondisi Asma saat itu sedang hamil, medan yang harus ditempuh sangat terjal dan jauh, seorang diri, dan orang-orang kafir mengintai di mana-mana. Taruhan Asma adalah nyawa. Asma memakai ikat pinggangnya yang dibelah menjadi dua untuk menutup wadah makanan tersebut, sehingga Rasulullah berkata kepada Asma “Semoga Allah mengganti selendangmu dengan dua selendang di surga”. Asma juga dikenal sangat dermawan, seperti ayahnya. Kemiskinan tak menghalangi Asma untuk bersedekah. Jika memiliki sesuatu, Asma tidak menyimpannya sampai besok, namun langsung membagikan semuanya. Bahkan Asma pernah jatuh sakit, lalu ia memerdekakan seluruh budak yang diberikan oleh ayahnya. Asma dikenal sebagai wanita yang cerdas, bijak, dan ahli ibadah. Saat Abdullah bin Zubair (anak Asma) menjabat sebagai khalifah, Asma tampil sebagai penasehat. Kala itu Abdullah menghadapi Al Hajjaj yang meminta Abdullah menyerahkan wilayah kekuasaannya dengan imbalan harta. Asma menguatkan Abdullah bahwa pilihan terbaik adalah melawan meski pasukan Abdullah sangat sedikit. Demi Allah kata Asma, aku tidak ingin mati kecuali setelah melihat kepastian nasibmu (Abdullah) antara dua hal, engkau dibunuh sehingga aku bersabar dan menyerahkan kesedihanku kepada Allah atau engkau menang sehingga hatiku menjadi tenag. Dan Abdullah-pun syahid disalib oleh Al-Hajjaj.

Kisah kedua, adalah Ummu Sulaim, ibu dari Anas bin Malik yang menjadi pelayan Rasulullah dan meriwayatkan banyak hadits. Saat Islam pertama kali hadir, Ummu Sulaim langsung menerima dengan sepenuh hati meskipun tidak direstui suaminya yang masih kafir.  Saat suaminya terbunuh, Ummu Sulaim bertekad untuk membesarkan anaknya dan tidak menikah lagi sampai Anas mengijinkan. Beberapa keteladan dari Ummu Sulaim adalah ketika menikah dengan Abu Thalhah dengan mas kawinnya adalah keislaman Abu Thalhah. Mas kawin yang lebih mulai dari apapun. Abu Thalhahpun mempelajari Islam dengan sungguh-sungguh, kelak ia menjadi salah satu pejuang Islam. Ummu Sulaim dan Abu Thalhah dikelan sebagai orang yang lebih suka mengutamakan orang lain meski mereka juga membutuhkan. Sebagaimana kisah saat ada seorang lelaki bertamu, Rasulullah menawarkan kepada para sahabat siapa yang bersedia menjamu tamu tersebut. Saat itu sedang musim paceklik. Seorang laki-laki Anshar berdiri bersedia menjamu tamu tersebut. Saat tamu datang, si istri berkata “demi Allah kita hanya punya makanan untuk si kecil”. Suaminya berkata kalau begitu jika si kecil lapar, tidurkanlah ia dan matikan lampu ruang tamu” maksudnya mereka berpura-pura ikut makan padahal hanya tamu yang makan. Dan suami istri itu adalah Ummu Sulaim dan Abu Thalhah.

Ummu Sulaim adalah istri yang sangat sabar, saat suaminya pergi untuk suatu urusan dan anaknya sakit hingga meninggal, ia bersabar melayani terlebih dahulu suaminya yang baru pulang dan baru mengabarkan bahwa anaknya meninggal. Abu Thalhal pun marah dan melaporkan kepada Rasulullah, namun Rasulullah justeru memuji perbuatan Ummu Sulaim. Ummu Sulaim dikenal dalam sejarah sebagai wanita mulia dan turut dalam berbagai peperangan seperti perang Uhud dan perang Hunain. Ia bertugas menyiapkan makanan, mengobati yang terluka, bahkan tak segan untuk mengangkat senjata. Ummu Sulaim, sebagaimana sabda Rasulullah, merupakan salah satu shahabiyah yang dijamin masuk surga.

Sungguh Allah yang maha membolak-balikan hati. Hidayah bukan berasal dari orang tua atau keluarga, sebagaimana iman tak dapat dibeli. Shahabiyah ini pernah melewati separoh hidupnya dengan memendam benci terhadap Rasulullah. Ia rela mengorbankan harta dan jiwanya untuk menghalangi dakwah Islam. Bahkan dalam perang Uhud, ia dengan keji merusak tubuh prajurit muslim yang syahid, salah satunya adalah Hamzah (yang konon katanya sampai dimakan jantungnya) sebagai bentuk balas dendam atas kematian ayah, paman, dan saudaranya dalam perang Badar. Dialah Hindun binti Utbah, istri Abu Sufyan. Orang terbaik masa Jahiliyah yang juga menjadi orang terbaik setelah masuk Islam. Saat penaklukan kota Makkah oleh kaum muslimin, Hindun dan suaminya masuk Islam. Salah satu jasa besar setelah masuk Islam adalah dalam perang Yarmuk. Hindun bersama kaum wanita lain menjadi pembakar semangat pasukan muslim, termasuk suaminya, yang hampir mundur untuk kembali ke medan perang. Hindun-pun tak ragu untuk turut mengangkat senjata dan membunuh tentara kafir.

Dan masih banyak shahabiyah lain yang patut menjadi tauladan kita. Seperti Ummu Aiman, sang pengasuh Rasulullah. Ummu Umarah, mujahidah yang melindungi Rasulullah di perang Uhud. Ketika pasukan muslim tercerai berai meninggalkan Rasulullah, Ummu Umarah dan anaknya justru mendekat melindungi Rasulullah. Ia tak mundur meski 13 luka sabetan pedang memenuhi tubuhnya. Selain perang Uhud, Ummu Umarah juga dikenal dalam perang Khaibar, Hunain, Baiat Aqabah, perjanjian Hudaibiyah, dan penaklukan kota Mekkah. Ummu Kabsyah Binti Rafi’ dengan kematin putra-putranya di medan perang yang mengguncang Arsy di langit. Al-Khansa yang merelakan kematian empat putranya dalam perang Qadisiyah, dan masih banyak lagi.

Semoga Allah memberikan pahala terbaik atas jasa besar mereka. Inilah bukti peran wanita dalam membangun peradaban Islam. Mereka adalah anak, istri, dan ibu yang mampu memaikan setiap perannya dengan sangat baik. Jika dahulu umat Islam dihadapkan pada perang qital (perang senjata), maka kini umat Islam dihadapkan para perang fiqr, yang mungkin lebih berat karena kasat mata. Kiprah muslimah pun menyesuaikan tantangan zaman masa kini. Namun tetap perlu ada kesamaan, yakni semangat, nilai-nilai yang diperjuangkan, dan iman. Wallau’alam bishawab.

Judul Buku         : 35 Siroh Shahabiyah
Penulis                 : Mahmud Al Mishri
Penerbit              : Al-I’tishom
Page                      : 352 halaman

Yogyakarta, Mei 2016
-THW-


0 komentar: