Senin, 08 September 2014

Mimpi Sejuta Dolar




ZIZA – IM7
Judul : Mimpi Sejuta Dolar
Pengarang : Merry Riana & Aberthiene Endah
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

Bab 8: Pintu Pun Terbuka
Pertunangan dengan Alva

Selepas kegagalan berbisnis saham, Merry tidak menyiksa dirinya berlama-lama bersedih. Merry lulus dengan baik, dan hak itu harus disyukuri dengan perasaan riang. Keluarga Merry akan datang ke Singapura dan mereka akan merayakan keberhasilan kuliah Merry. Namun demikian, pikiran kritis Merry tetap berjalan. Setelah lulus menjadi sarjana, akan bekerja apa nantinya?. Pikiran-pikiran kritis itu mewarnai benak Merry di masa perayaan hatinya terhadap kelulusan menjadi sarjana.

Kebahagiaan Merry bukan hanya itu. Hubungan Merry dengan Alva telah sampai ke jenjang yang meyakinkan. Bukan hanya meyakinkan diri Merry, tetapi juga keluarga. Merry merasakan pengalaman batin yang sangat indah bersama Alva. Bagaimana cinta telah menciptakan semangat yang berkorbar dan hari-hari yang penuh dengan energy positif. Bagi Merry, Alva sungguh laki-laki yang “Kaya”. Semangat juang dan hatinya yang positif tidak bisa dinilai dengan apa pun. Dia dalah pilihan yang tepat untuk hidupnya.

Kedekatan dan sinergi Merry dan Alva pada akhirnya memang menjadi fondasi yang kokoh bagi keberhasilan mereka di usia muda. Banyak orang menanyakan apa rahasia sukses Merry?. Merry selalu mengatakan isilah hidup ini dengan energy cinta. Jangan pernah meremehkan arti relasi yang harmonis dengan orang sekitar. Sebab di sanalah berkumpul energy luar biasa yang bisa menerbangkan diri kita menuju cita-cita besar yang kita impikan. Kesuksesan sangat dipengaruhi oleh seberapa tenteram diri kita saat menjalankan perjuangan. Seberapa banyak cinta yang bisa menghidupkan semangat kita. Ketika Merry dan Alva merasa cocok, mereka merasa mantap untuk memutuskan bahwa pernikahan menjadi cita-cita mereka berdua. Dan niat ke arah itu semakin membakar semangat mereka untuk bergerak agresif meraih sukses. Mereka memutuskan untuk bertunangan dulu sebelum memiliki biaya yang cukup untuk menikah.

Orang tua dan keluarga Merry datang ke Singapura pada bulan Agustus 2002. Wisuda kelulusannya akan diwarnai oleh upacara pertunangan dengan Alva di gereja St. Francis Asisi. Gereja bersejarah bagi Merry karena tempat ibadah itulah yang menjadi wadah Merry menangis selama bertahan hidup prihatin di NTU. Hari itu begitu membahagiakan bagi Merry. Pagi itu Merry berpelukan dengan mama. Merry sentuh dan genggam jari tua itu yang setiap hari dengan khusyuk menhembuskan doa terbaik untuk Merry. Merry merasa hidupnya dilimpahi cinta oleh orang-orang yang menyayanginya. Mama Merry masih menyempatkan diri menyisiri rambut Merry. Papa dan dua adiknya juga tampak bersemangat pagi itu. Mereka sudah mengenakan jas yang rapi. Alva, saudara-saudara dan orang tuanya juga sudah rapi. Melihat kehangatan itu, satu hal yang memenuhi kepala dan hatinya, betapa besar harapannya untuk secepatnya bisa membahagiakan mereka.

Melawan Arus
Niat untuk menjadi wirausahawan telah menjadi keputusan Merry dan Alva, dan sejak awal mereka tak sungkan-sungkan mengatakannya pada teman-teman mereka ketika terjadi pembicaraan mengenai tujuan kerja di bulan terakhir mereka di NTU. Dan yang terjadi adalah mereka dicemooh. Tidak ada modal, tidak ada relasi, tak punya ilmu bisnis khusus, ada utang besar, berijazah sarjana, tapi malah hendak mencari peluang usaha yang belum pasti. Bagi teman-teman Merry ini benar-benar lelucon. Merry dan Alva berusaha tegar dan tak goyah dengan cemoohan itu.
Keputusan berwirausaha ini didahului dengan meminta restu dari kedua orang tua mereka. Ayah Alva yang memang entrepreneur sejati sangat merestui. Namun, justru dilemma ada pada mama Merry, yang menangis pada saat Merry mengutarakan keinginannya untuk berwirausaha. Mama Merry sangat khawatir, nasib Merry akan sama seperti bapak Merry, yang kurang berhasil dalam berwirausaha. Merry pun berkompromi pada kekhawatiran mamanya. Akhirnya, setelah berdiskusi dengan Alva, Merry ambil jalan tengah. Merry akan berjuang dengan niat berwirausaha selama tiga bulan dulu. Bila dalam tempo tiga bulan itu Merry mengalami kegagaln, Merry akan segera melamar pekerjaan dan menjadi pegawai kantoran. Tapi jika Merry dihampiri tanda-tanda sukses, wirausaha pun lanjut. Orang tua Merry pun akhirnya setuju.

Beres mendapatkan restu, Merry dan Alva berunding. Bisnis atau wirausaha apa yang akan mereka jalankan?. Menimbang kondisi mereka yang tidak memiliki modal, mereka melihat bidang sales adalah pilihan yang sangat tepat. Alva melihat keterbatasan Merry sebagai sumber alasan untuk memilih sales. Pertama, Merry tidak pandai berbahasa inggris dengan lancar, masih kaku dan miskin kosakata. Kedua, kenalan mereka juga terbatas hanya kawan kampus. Ketiga, usaha mereka sebelumnya gagal. Alva melihat, bidang sales akan menggenjot untuk mendobrak keterbatasan mereka. Karena pekerjaan sales harus banyak berkomunikasi, maka bahasa inggris Merry akan terstimulasi jadi terlatih. Lalu, karena relasi mereka terbatas, maka pekerjaan sales pun akan mendorong mereka untuk memperluas jangkauan jejaring. Dan karena mereka sebelumnya sempat mencetak kegagalan, maka pekerjaan sales akan menjadi pelecut untuk menjual sebanyak mungkin produk. Itulah positifnya Alva. Dia selalu bisa melihat peluang dibalik kekurangan dan melihat sisi edukasinya.

Langkah berikutnya, Merry dan Alva melakukan survey dengan banyak browsing, dan membaca surat kabar. Di Singapura, pekerjaan sales yang marak dan memperlihatkan keuntungan yang signifikan ada tiga jenis, sales property, sales MLM, dan sales asuransi. Merry lebih sreg memilih sales produk financial, khususnya asuransi, karena fenomena yang sangat berbeda antara Singapuran dan Indonesia. Di Singapura prospek usaha asuransi sangat baik, masyarakatnya sangat sadar akan pentingnya asuransi, dan telah menjadi pengetahuan umum.

Menjadi Seorang Sales
Tidak sulit mencari informasi tentang kantor-kantor yang menaungi pemasar produk financial. Tapi ternyata sulit untuk menemukan kantor yang mau menerima lamaran mereka. Para pemasar produk keuangan harus warga Negara Singapura atau mereka yang telah terdaftar sebagai peduduk resmi. Sedangkan status mereka saat itu masih student. Bisa diurus administrasinya, namun agak merepotkan. Mereka datangi satu persatu kantor penjual produk keuangan, dan akhirnya pada kunjungan kantor ke empat, mereka diterima, di kantor yang sangat sederhana di Tanjong Pagar.

Mulailah mereka bekerja di kantor sales Prudential di kawasan Tanjong Pagar itu. Seperti yang sudah diatur dalam persyaratan, Merry dan Alva harus mendapatkan beberapa lisensi pemasaran produk financial dan harus lulus membawa 3 jenis sertifikasi. Dengan sangat yakin dan penuh percaya diri Merry mempelajari beberapa textbook yang masing-masing tebalnya ratusan halaman. Cukup sulit bagi mereka, karena sangat berbeda dengan apa yang mereka pelajari sebelumnya di bangku kuliah. Setiap ujian menarik sekitar 120 dolar. Jadi mereka harus merogoh kocek masing-masing sekitar 400 dolar, sehingga Merry harus lebih berhemat untuk biaya makan sehari-hari.

Satu dari tiga sertifikat yang diminta tidak bisa diselesaikan Merry tepat waktu dan Merry failed dalam ujian. Sadarlah Merry bahwa pekerjaan ini tidak mudah. Selain itu Merry dan Alva diberikan tugas menyusun 100 nama, lengkap dengan nomor telepon sebagai calon klien yang akan mereka hubungi nantinya. Merry kelabakan, sekuat-kuatnya Merry mengingat nama teman-temannya di kampus, namun nyatanya tak begitu saja Merry bisa mengunmpulkan 100 nama. Merry gagal lagi. Sementara Alva bisa lulus dengan nilai yang sangat baik. Tes ini sangat penting karena, memiliki jejaring adalah harga mati bagi seorang sales.

Tiga sertifikat itu akhirnya berhasil didapatkan. Dan hari pertama bekerja pun dimulai. Merry dan Alva sepakat membagi tugas. Merry dengan kelebihnnya yang rajin bergerak dan gigih akan menjalankan tugas tampil di depan untuk melakukan penjualan. Sementara Alva yang sangat telaten mendalami buku-buku mengenai asuransi akan bertugas menjadi pengatur strategi dan mengurus semua keperluan administrasi serta operasional Merry.

Merry yang gagal pada saat tugas menuliskan 100 nama dan nomor telepon, akhirnya diberikan yellow pages oleh managernya, untuk dihubungi minimal 100 sehari agar ada kemungkinan 1 orang yang akan mau bertemu dengan Merry. Ya dari 100 hanya 1 kemungkinan yang akan bertemu, dan itu pun belum tentu deal. Untuk mendapatkan 1 transaksi minimal harus ada 3 orang yang mau bertemu. Berarti Merry harus menelpon 300 orang per hari. Wuih!

Hari pertama menelpon, Merry gagal mendapatkan satu orang pun untuk bersedia bertemu. Dua minggu berselang, dan hasil pekerjaan mereka sangat menyedihkan. Merry hanya bisa menjual satu saja produk financial setelah beratus-ratus orang Ia telpon. Menurut Alva, memasarkan produk keuangan dengan serangan telepon adalah sebentuk cold calling, alias telepon yang tidak menjanjikan kehangatan dan jawaban menggembirakan. Alva menyarankan agar Merry menjalankan konsep door knocking dulu, yakni mendatangi rumah-rumah atau apartemen dan memasarkan produk keuangan langsung di kediaman calon konsumen. Alva juga menyarankan agar Merry mendatangi kampus mereka NTU untuk menawarkan langsung kepada dosen-dosen NTU. Merry setuju dengan ide Alva, dan menemui seorang professor disana. Merry diterima dengan baik, sehingga ia bisa menjelaskan dengan leluasa, dan sang professor mendengarkan dengan serius dan apresiatif. Merry berpikir, kali ini akan berhasil. Namun tak berapa lama setelah Merry menjelaskan, professor bersuara, dan bertanya tentang perekonomian Singapura, dan bagaimana industry perbankan bisa memberikan kontribusinya bagi pembagunan, dan blablabla…, Merry gelagapan tak siap menghadai pertanyaan seperti itu. Dan akhirnya terjadilah kuliah ekonomi dadakan didalam ruangan tersebut. Professor tersebut tidak tertarik sama sekali pada produk keuangan yang Merry tawarkan. Merry keluar dengan gontai.

Merry dan Alva berdiskusi mencari ide lain karena, dua konsep sebelumnya gagal. Mereka berpikir, nampaknya konsep street prospecting akan menjadi jalan keluar. Dengan turun ke jalan, Merry tidak perlu lagi repot mendatangi rumah dan kesulitan untuk bisa diterima. Merry juga tidak perlu lagi menebak-nebak seperti apa si penghuni rumah, apakah menyeramkan, ataukah potensial. Dengan street prospecting, pertimbangan calon nasabah dan presentasi bisa langusng dilakukan di tempat terbuka, tanpa khawatir orang ini membahayakan atau tidak.

Pelajaran penting yang bisa diambil dari fase ini adalah tidak putus asa, terus mencari jalan keluar terbaik, dan berani menghadapi tantangan!.

Bersambung bab 9 …

sumber gambar: merrryriana.co.id

0 komentar: