Sabtu, 11 Oktober 2014

Perjalanan Meminang Bidadari



Judul               : Perjalanan Meminang Bidadari
Penulis             : Herry Nurdi
Penerbit           : Lingkar Pena Publishing House
Halaman          : Chapter 1 (1-17)
Pembuat          : Amiris Sholehah,  IM 6


Eits, judul buku yang saya baca beberapa hari ini ternyata bukan buku tentang cara atau tips meminang, melainkan kisah dari para tokoh syahid modern yang patut kita tiru perjuangannya. Dalam sekali maknanya. Mereka semua adalah Omar Mukhtar, Hasan Albanna, Sayyid Quthb, Yahya Ayyash, Syeikh Ahmad Yassin, Abdul Azis Rantissi, Abdullah Azzam, Dzokhar Musayyevieh Dudayef, Ibnul Khattab, Abdallah Syamil Salmanovich Basayef.
Tak banyak buku tentang perjuangan yang bahasanya ringan dan santai seperti yang Herry Nurdi sampaikan dalam bukunya ini, biasanya kisah perjuangan pahlawan akan menjadi berat saat membahasnya  namun ia mampu meramunya hingga kita bisa menikmati layaknya membaca cerpen. Di tiap bab kita akan disajikan dengan kalimat penggugah dari para tokohnya, fokus pertama kita adalah kalimat bijak dari Omar Muchtar yang punya julukan Singa Pemimpin Mujahidin “Aku boleh mati, tapi perjuangan untuk meraih kemerdekaan dan kebebasan, perjuangan melawan ketidak adilan dan keserakahan kaum imperialis, tidak boleh berhenti dan harus diteruskan!”
Kita banyak mengenal pahlawan Indonesia yang memperjuangkan kemerdekaan negara ini, silahkan Anda bisa menyebutnya satu persatu karena sudah mengingat di luar kepala! Namun tak banyak yang tahu bahwa pada di tahun 1931 , kala itu Indonesia masih dalam penjajahan belanda, di belahan bumi lainnya seorang guru ngaji bernama Omar Mukhtar juga sedang mempertaruhkan nyawanya demi tegaknya Islam. Karena posisinya sebagai guru mengaji inilah Ia bangkit dan melawan penjajah di Libya katanya itu adalah amanah dari Alqur’an kepada orang beriman. Dalam sejarah Italia Omar Muchtar adalah sejarah kelam karena perjuangannya mampu menenggelamkan perekonomian Italia kala itu. Beliau juga seorang sufi dari sebuah kelompok tarekat bernama Sanusiyah. Yang kita tahu, jalan yang dipilih oleh para sufi untuk menggapai rido Allah adalah dengan menyibukkan diri berdzikir dan beribadah lainnya namun sesungguhnya sejarah pernah mencatat perjuangan Omar Muchtar yang mampu berada di barisan paling depan dengan memikul senjata melawan penjajah.
Beberapa hal yang patut kita tiru dari Omar Muchtar, kala itu usianya sudah 80 Tahun tapi militansinya luar biasa, amanahnya sebagai pemimpin perang Mujahidin saat itu tentulah bukan pekerjaan yang mudah dan membutuhkan waktu yang sedikit tapi dengan segala kesibukannya ini Ia tak pernah lupa dengan amal-amal yang sering dianggap kecil oleh orang-orang yang merasa besar. Di tengah perlawanannya itu Ia masih sering mendatangi anak-anak kecil dan pemuda untuk mengajar mengaji. Ia mengerti betul bahwa mereka adalah generasi yang akan menggantikannya kelak.
Belakangan kita sering kali melihat pemimpin Indonesia, mereka membicarakan hal-hal besar seperti membangun negara, menegakkan hukum, memberantas korupsi dan lain sebagainya tapi tak pernah memperhatikan hal-hal yang sudah dianggap kecil oleh mereka seperti apa yang sudah dilakuakan oleh Omar Mukhtar misalnya atau sekedar menjenguk rakyat kecil, berkumpul lalu membahas permasalah hidup mereka. Harusnya mereka perlu membaca sejarah yang melahirkan orang-orang besar dan masih mau  melakukan hal kecil, salah satunya Omar Mukhtar.

0 komentar: