Sabtu, 14 November 2015

Perkembangan Ilmu Adab (Sastra)

Penulis : Prof. Dr. Raghib As-Sirjani
Penerbit : Pustaka Al Kautsar
Peresume : Ikhsanudin
Halaman : 384-391

Perkembangan Ilmu Adab (Sastra)

Arab telah mengenal satra sebelum kedatangan Islam. Sastra Arab lebih kuno dari pada naskah-nasakah yang sampai kepada kita di dunia modern. Meski kaum muslimin mengambil banyak ilmu dari Yunani dan Latin, sastra Arab sama sekali tidak terpengaruh oleh sastra Yunani. Bahkan sebaliknya sastra Arab banyak mempengaruhi sastra Eropa. 

Para ulama mendefinisikan satra sebagai sebuah pengetahuan untuk memelihara kalam Arab dari seluruh kesalahan baik secara lafal maupun tulisan. Tujuan ilmu ini adalah untuk menambah kehalusan akal dan pensucian estetika. 

Masa jahiliyah telah menyampaikan kepada kita kaidah-kaidah susunan kata yang biasa disebut sebagai kasidah, oridh, Maghbud, maupun Mabsud. Orang-orang jahiliyah melantunkan syair-syair mereka di pasar dalam pertemuan-pertemuan terbatas. Banyak sekali objek syair Arab, akan tetapi salah satu yang unggul adalah sanjungan dan pujian terhadap kefanatikan dan kabilah dari nasab atau pangkat. Hal ini sering menyebabkan adanya peperangan dan pertumpahan darah, sampai datangnya Islam yang mengharamkan budaya saling berbangga-bangga dan saling memurkai.

Diantara penyair Arab jahiliyah yang terkenal adalah: Muhallal, Amru ul ois, Nabighoh, Zuhair, Untarah, Tharafah, Alqomah, Labid, Hindun, maupun Khansa’.

Islam datang, dan memperbaharui syair dengan tujuan baru. Islam memandang syair dengan penglihatan seimbang, mencela penyair munafik dan memuji penyair yang jujur, sebagaimana firman Alloh:

“Dan penyair-penyair itu diikuti oleh orang yang sesat. Tidakkah kamu melihat bahwasannya mereka mengembara di tiap-tiap lembah, dan bahwasannya mereka mengatakan apa yang mereka sendiri tidak mengerjakannya? Kecuali orang-orang (penyair-penyair) yang beriman dan beramal saleh dan banyak menyebut Alloh dan mendapat kemenangan setelah menderita kezaliman. Dan orang-orang yang zalim itu kelak akan mengetahui kemana mereka kembali.”(Syuaro: 224-227).

Rosul bersabda sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ubay bin Kaab: “Sesungguhnya di dalam syair terdapat hikmah”.

Ibnu Abbas mengatakan. “Apabila tersembunyi dari kalian sesuatu dari Al Quran, maka carilah ia dalam syair, karena syair merupakan diwan Arab”.

Syair dijadikan dakwah Islam, mengiringi mereka dengan peperangan untuk memerdekakan, memuji Rosul dan sahabat, menyemangati untuk berjihad. 

Pada masa dinasti Umayah syair menjadi metode pengajaran aqidah islamiyah. Pada masa Abbasiyah, terjadi revolusi sastra dalam kualitas, bentuk, makna, susunan, lafaz, dan kegunaannya. Syair pujian, hukum, kezuhudan, filsafat, pengajaran, kisah-kisah, dan lainnya berkembang. Dan sejarah mencatat penyair-penyair itu. 

Terima Kasih Telah Mengunjungi Blog Indonesi Membaca.

0 komentar: