Kamis, 22 September 2016

Bersiap Menjadi Pemimpin Serba Tidak Menentu Change Leadhership Non-Finito






Masa depan ada pada pemimpin yang mampu mengubah tantangan menjadi kesempatan. Dinamika kepemimpinan selalu ada. Berubah dan berkembang. Modal kepemimpinan tidak bisa tetap. Banyak seorang pemimpin yang hebat melakukan perubahan yang bermanfaat bagi masyarakat banyak. Namun tidak selalu selesai hingga akhir. Sebab kehidupan terus berjalan. Pemimpin yang baik pun tidak selalu selesai mengakhiri kepemimpinannya.
Inilah yang dimaksud oleh Rhenald Kasali, melaluibukunya “Change Leadhership Non-Finito”. Secara ringkas artinya kepemimpinan yang tidak selesai. Yah. Karya-karya atau mimpi-mimpi pemimpin yang tak selesai (non-finitp) karena beragam alasan diantaranya kekurangan biaya, kurangnya dukungan pemerintah pusat, hambatan dari parlemen ketidakpastian perekonomian dunia, atau habis waktu.
Di buku ini Rhenald Kasali memaparkan contoh beberapa pemimpin yang hebat namun pekerjaannya belum selesai.
Pertama, Tri Rismaharini. Pernah mengungkapkan mimpinya yang belum selesai. “Saya masih ingin semua warga Surabaya dapat mandiri secara ekonomi. Di hari tua seharusnya warga tidak bergantung pada orang lain karena sudah mempunya uang pensiun. Apapun usaha warga, saya ingin mereka dapat uang pensiun. Ini sedang saya kerjakan, tetapi butuh proses. Salah satunya dengan membangun sentra PKL”. (halaman 25)
Kedua, Sutiyoso pernah berangan-angan Jakarta bebas macet. Jakarta mempunyai sistem transportasi massal terintegrasi untuk mengatasi kemacetan. Ada empat moda transportasi massal: busway, monorel, mass rapid transit (MRT), dan water way. Tetapi sejak jabatannya berakhir hingga hari ini, hanya bus way yang beroperasi. Sementara yang ditunggu warga, monorel, malah mangkrak.
Sudah habis biaya banyak. Pekerjaan tidak rampung. Jerih pembangunan tiang-tiang monorel masih mangkrak. Benar. Kalau kita berjalan-jalan ke Jakarta bisa kita saksikan tiang-tiang jalan layang dan tiang-tiang beton yang menjulang kesepian.
“Perubahan” adalah kata yang sering diucapkan oleh hampir setiap calon pemimpin baik itu pemimpin partai, pemimpin daerah, pemimpin institusi dan pemimpin organisasi. Menggeluti sebagai change leader sudah pasti ada risiko yang harus dihadapi. Celakanya kita hidup di era serba instan dimana semua orang ingin pemimpin bisa memberi hasil yang instan. Ingin segera mendapatkan hasil berupa rupiah menguat, ekonomi membaik, kemiskinan pupus, dan prestasi-prestasi meningkat.
Perubahan orientasi change leader perlu dilakukan untuk kepemimpinan yang berhasil. Beralih dari program-program yang membuahkan hasil dengan cepat dan terlihat publik kepada orientasi jauh ke depan. Beralih dari kebijakan populis kepada proses dan perjuangan. Beralih dari mengharapkan pujian dan kekaguman kepada menghadapi tekanan dan cemoohan.
Beralih dari kepemimpinan yang tidak banyak tantangan kepada kepemimpinan yang berliku dan penuh hambatan. Dari kepemimpinan yang penuh kepastian kepada kepemimpinan yang menghadapi persoalan ketidakpastian.
Buku ini juga menjelaskan bahwa kepemimpinan jangka panjang belum tentu memberikan hasil yang menyenangkan dalam jangka pendek. Terutama Indonesia yang sedang berada dalam kondisi krisis, tidak bisa mengandalkan perubahan dengan lompatan-lompatan jangka pendek.
Sepulun Tahun, Dua Perubahan
Dalam buku ini Rhenald Kasali membandingkan antara dua presiden Indonesia, yakni Gus Dur dan SBY. Dimana keduanya terdapat 2 perbedaan besar.
Gus Dur memerintah hanya 2 tahun. Tapi menghasilkan 10 perubahan (membubarkan departemen Penerangan dan Departemen Sosial, membangun kementerian HAM, mereformasi TNI, menggilir jabatan panglima TNI, mengganti nama Irian menjadi Papua, menghapus larangan tradisi budaya Tiongkok, dan menjadikan imlek sebagai hari libur Resmi). (Dua lainnya tidak saya tulis, karena memang saya tidak sepakat dengan itu).
SBY memerintah 10 tahun, tapi hanya menghasilkan 2 perubahan (perdamaian di Aceh dan konversi minyak tanah ke LPG). Sebenarnya SBY banyak program yang bisa digulirkan, tetapi banyak yang mendapat tantangan dan reaksi dari publik seperti pengurangan subsidi BBM.
SBY lebih memilih mengalah dan kompromi. “Saya tidak ingin konflik semakin menjadi-jadi. Benturan politik dapat membawa kita persis 10, 11, 12, 13 tahun yang lalu...”.
Ancaman Bagi Pemimpin Perubahan
Seperti Gus Dur, pemimpin perubahan selalu mendapat ancaman baik dari kalangan internal maupun kalangan eskternal. Umumnya mereka terdiri dari 2 kelompok. Pertama, yang sejak awal menjadi lawan politiknya. Kedua, kelompok yang merasa posisi atau kenyamanannya bakal terganggu akibat adanya perubaan yang dilakukan oleh sang pemenang.
Awang Faroek pernah mendapat cibiran, “Pikirannya ada di awang-awang. Programnya tidak bisa dieksekusi. Hanya mimpi”. Kebanyakan orang yang tidak sepaham dan sepakat dengan pemimpin biasanya malah berbicara ke media. Bukan mengkritisi langsung ke sang pemimpin. Akibatnya isu semakin meluas. Fitnah semakin menyebar.
Dekat Dengan Rakyat
Modal sosial yang sangat penting bagi seorang pemimpin adalah kedekatan dengan rakyat. Jokowi terpilih sebagai presiden ke-7 berkat kedekatannya dengan rakyat. Melalui blusukan, Jokowi menyapa rakyat. Tidak segan, Jokowi melayani rakyat yang selfie dengannya. Sebuah fenomena yang jarang dilakukan oleh pemimpin-pemimpin sebelumnya. Jokowi hadir sebagai antitesa pemimpin yang eksklusif.
Saat pemimpin menjauh dari rakyat, saat itulah dia menjadi penguasa. Bukan lagi pemimpin. Penguasa itu berjarak dengan rakyat. Bahkan menjauh. Padahal seorang pemimpin itu  harus dekat dengan rakyat. Merasa bagian dari rakyat.
Dengan kesiapan sikap dan perilaku, pemimpin akan mampu mengubah ketidakpastian menjadi peluang. Faktor SDM, manajerial, dan leadership merupakan faktor krusial dalam pengembangan organisasi. Pemimpin dan SDM adalah ‘bahan bakar’ penggerak organisasi. Menempatkan orang yang tepat akan menjadi kunci keberhasilan eksekusi.
Pemimpin perubahan juga tidak serta merta menerapkan atau menggunakan format baru. Ini seperti yang dicontohkan oleh Awak Faroek dengan mempertahankan pejabat-pejabat karier yang memang kompeten untuk menduduki jabatan tersebut demi mewujudkan visi besarnya. Begitu juga bila ada lawan politiknya yang dianggap kompeten, Awang akan merangkul dan memberinya posisi yang pas. Bukan sekedar asal taruh sebagai ungkapan terima kasih.
                Ada beberapa nama yang sering dibicarakan di dalam buku ini diantaranya Awang Faroek, Tri Rismaharini, Joko Widodo, Gandjar Pranoto, Basuki Tjahaja Purnama, dan SBY. Dan banyak teori leadership yang disematkan atau dicontohkan kepada nama-nama tersebut. Nama Awang Faroek sering disebut sebab ternyata beliau adalah teman Rhenald Kasali.
“Teman saya memang ada di semua lapisan. Saya berteman ke atas OK. Ke tengah OK. Bahkan ke bawah OK. Sebab saya tidak pernah membeda-bedakan orang. Dari latar belakang keluarga mana, suku apa dan apa agamanya. Termasuk apakah dia kaya atau miskin. Semua teman saya. Alhamdulillah dari dulu sampai sekarang saya tidak membuat semacam jurang pembatas dengan mereka. Itulah mengapa saya sering menyebut saya ini pandai bergaul dan mudah akrab dengan siapa saja” urai Awang Faroek.
Dibagian akhir buku, Epilog Change Leadership Never Stop, Never Quit, beberapa nama inspirator perubahan dikatakan oleh Rhenald Kasali, diantaranya Galileo Galilei, Mahatma Gandhi, Nelson Mandela, dan Albert Einstein.
Rhenald Kasali memberikan catatan diakhir bukunya. Pertama, kalau Anda berpikir dengan matinya tokoh-tokoh tadi berarti mati pula gerakan perubahan yang mereka tawarkan, salah besar. Sebaliknya, gerakan perjuangan mereka malah menyebar menjadi virus yang menyebar kemana-mana. Gagasan, pemikiran, dan semangat mereka masih hidup, bertahan, dan relevan hingga saat ini dan masa akan datang.
Kedua, kalau Anda berpikir bahwa tokoh perubahan akhirnya harus mati, Anda salah. Kesannya, perubahan itu berbahaya sekali. Iya perubahan itu tidakmudah. Tetapi juga tidak benar kalau biaya untuk perubahan harus sebesar itu.
Membaca buku ini sangat bermanfaat bagi kita yang menekuni dunia kepemimpinan. Sebetulnya kita semua adalah pemimpin. Rhenald Kasali sangat menguasai tentang ini. Beliau adalah guru besar Universitas Indonesia yang sudah berpengalaman dalam merekrut atau melakukan test and proper tes sejumlah petinggi lembaga di Indonesia. Tapi dengan isi buku yang tebal ini menuntut ketelatenan dan kesabaran untuk membacanya.
Kisah-kisah para pejabat di Indonesia pada akhir-akhir ini membuat kita tidak bosan membacanya. Ada pengalaman dan kasus nyata. Menjadikan kita berkaca pada fenomena kepemimpinan yang terjadi.
Judul Buku                          : Change Leadership Non-Finito
Penulis                                 : Rhenald Kasali
Penerbit                              : Mizan, Bandung
Jumlah hal                           : 376 halaman
Tahun Terbit                      : 2016
Peresume                           : Supadilah



0 komentar: