Sabtu, 31 Mei 2014

Saatnya Dunia Berubah


Prolog Penulis Resume
File buku ini saya terima oleh seoarang teman di awal tahun 2014, dan diminta membacanya segera. Alhasil karena harapan kadang-kadang tak sejalan dengan realita, akhirnya hanya kubaca bagian pengantarnya saja. Lumayanlah bagian pengantar cukup mewakili isi buku meski hanya 1.11% (3 dari 207 halaman). Baru pekan lalu tertarik untuk membacanya, itupun dibaca sebagai referensi tugas dari dosen. Haha.. J. Suasana hati ikut bermain peran seperti kisah nyata yang disajikan oleh penulis buku ini. Dan akhirnya, member grup IM (IM memang multi tafsir, hehehe J) sebenarnya sudah banyak yang baca dan punya filenya. Semoga tak bosan dengan tetap membaca resume ini. Bagi yang belum, semoga bermanfaat.
#Salam penuh semangat dari bumi kampus pertanian Bogor ^_^

“Tangan Tuhan di Balik Virus Flu Burung”
Penulis:  DR.dr. Siti Fadilah Supari, Sp.KP (K)
B
ermula dari munculnya berita di TV, seorang anak tiba-tiba menderita panas dan sesak nafas, kemudian meninggal dengan sangat cepat di sebuah rumah sakit di Tangerang. Ternyata setelah beberapa hari, kematiannya terdiagnosis munculnya penyakit flu burung. Flu burung sebuah penyakit adanya virus H5N1, penyebab kematian yang belum pernah ada sebelumnya di Indonesia. Kejadian ini terjadi sekitar tahun 2004. Namun, sebelumnya beberapa negara tetangga telah terserang pula oleh adanya virus flu burung ini seperti: Cina, Thailand, dan Vietnam. Dunia semakin gempar adanya virus ini.
Kala itu menteri kesehatan Indonesia dijabat seorang perempuan bernama Siti Fadilah Supari. Ibu ini berusaha menuntaskan tanggungjawabnya sebagai menkes dengan memberikan “problem solving” kesehatan khususnya munculnya flu burung yang berdampak meresahkan seluruh warga Indonesia. Langkah yang dilakukan adalah sosialisasi masyarakat dan pengobatan dengan Tamiflu sesuai dengan anjuran WHO. Namun, luka hati yang pertama beliau rasakan adalah stok Tamiflu ini hanya diborong oleh negara-negara kaya yang notabene tidak memiliki kasus flu burung. Bayangkan saja flu burung menimpa negara berkembang bahkan miskin, tetapi mereka kesulitan mendapatkannya.
Beberapa kalangan peneliti didunia kedokteran mulai melakukan penelitian terhadap sampel darah warga yang diduga terserang virus tersebut. Dibutuhkan rapid diagnostic test untuk bisa mengetahui jenis virus dan penanganan penggunaan vaksin yang tepat. Analisa baku yang dilakukan oleh tim laboratorium Litbangkes Departemen Kesehatan membutuhkan waktu 2 hari. Dimana seharusnya dibutuhkan rapid diagnostic test lebih cepat yang sesuai dengan strain virus Indonesia. Dunia medis Indonesia mengakui belum mampu. Namun, karena virus ini tergolong baru, beberapa negara melakukan pengujian di WHO. Selain sebagai lembaga dunia yang menangani kasus kesehatan dunia, WHO CC (WHO Collaborating Center) memerintahkan negara-negara yang terjangkit virus H5NI mengirimkan sampel darah untuk dilakukan risk assesment, diagnosis, dan kemudian dibuatkan seed virus. Dari seed virus inilah kemudian digunakan untuk membuat vaksin atau penawarnya. Yang menjadi luka kedua Ibu Supari adalah vaksin tersebut yang nantinya akan dijual (dikomersilkan) ke seluruh dunia tanpa mengetahui pengirim virus tersebut dari asal negara mana. Bahkan negara pengirim virus, yang berharap mendapatkan bantuan vaksin tersebut juga dikenakan harga pembelian komersiil. Pantas saja 90% perdagangan vaksin di dunia dikuasai hanya oleh 10% penduduk dunia yang tersebar di negara kaya. Maka negara kaya akan semakin kaya, dan negara miskin akan semakin melebar. Luka semakin menyayat hati Ibu negara bidang kesehatan ini.
Ketakutan warga dan ilmuan Indonesia semakin menjadi manakala di televisi CNN (Cable News Network) lebih dulu muncul  berita virus flu burung yang melanda daerah Tanah Karo Sumatera yang menyebar antar manusia bukan perantara unggas. Polemik berita nusantara semakin gempar dengan tuntutan beberapa pihak kepada Ibu Menkes. Kasus Tanah Karo Sumatera adanya 7 kematian dari 8 orang bersaudara yang menderita flu burung. Para pakar WHO yang terdiri dari pakar genetik menyimpulkan bahwa kasus tersebut adalah suatu kejadian penularan antar manusia (human to human transmission). Merupakan kesimpulan yang tidak tepat, karena belum ada laporan adanya perubahan bentuk dan fungsi (mutagenesis) dari DNA virus flu burung yang ditemukan di daerah Tanah Karo tersebut. Untuk pembuktian kebenarannya, dilakukanlah sequencing DNA virus flu burung tersebut oleh Ibu Siti Fadilah Supari di lembaga Eijkman (non WHO). Ada sahabat beliau yang ahli dan bekerja di lembaga itu. Meskipun keberadaan Eijkman ini tidak diakui oleh WHO.  Hasilnya menunjukkan sequencing DNA virus flu burung di Tanah Karo masih identik dengan virus H5N1 sebelumnya. Hanya memang strain virus tersebut lebih ganas dari sebelumnya. Namun strukturnya menunjukkan masih sesuai dengan virus yang menular dari binatang ke manusia. Bukan dari manusia ke manusia.
Semangat Ibu menteri sungguh luar biasa. Beliau berkata : ini sungguh akan sangat membahayakan, kesenjangan negara kaya dan miskin akan semakin menganga. Situasi ini akan jauh lebih buruk akibatnya dibandingkan dengan kejadian pandemik flu burungnya itu sendiri. Sangat membahayakan Global Health Security yang menjadi concern dunia. Negara saya adalah negara merdeka dan berdaulat. Mengapa kita dipaksa menyerahkan virus, dengan aturan sepihak? Sungguh menyakitkan. Apa pun yang terjadi kita tidak boleh cengeng apalagi mengharap kebaikan hati bangsa lain. Cukup sudah pengalaman mengatakan mandiri, berani berdiri di atas kaki sendiri.
Maka langkah selanjutnya dilakukan oleh Ibu menteri adalah stop pengiriman virus ke WHO dengan memprovokasi ke beberapa negara berkembang lainnya. Mestinya Indonesia menjadi pelopor keterbukaan data untuk riset ilmiah, namun isu dunia justru memojokkan Indonesia. Negara lemah yang diinjak-injak haknya oleh negara kuat tidak memiliki kekuatan untuk melawan. Menang atau kalah Ibu Supari tidak peduli. Doa beliau: Menangkanlah perjuangan ini Ya Allah, bila kemenangan kami ini bermanfaat bagi kemaslahatan umat manusia. Namun bila tidak, bantulah saya ke luar dari masalah ini sebaik-baiknya.

Dalam berbagai pertemuan antar negara di dunia, Ibu Supari berusaha meminta dukungan untuk kesepakatan bersama beberapa negara. Dalam suatu kesempatan khusus beliau pernah itanya perwakilan WHO alasan tidak mengirim virus ke WHO. Alasan Ibu Supari adalah bukan tidak mau mengirim ke WHO tetapi bahwa virus yang saya kirim nantinya adalah milik kami, milik negara Indonesia, milik bangsa Indonesia. Maka jika WHO mau mengakui itu, perlu dengan jalan kesepakatan MTA (Material Transfer Agreement). Maka pasca itu saya akan mengirimkan virus ke WHO. Namun, pihak WHO kembali menawarkan, jika Indonesia kembali mengirimkan virus tersebut tanpa syarat akan dikirim bantuan capacity building, laboratorium akan dijadikan reff Lab, apa pun yang Indonesia butuhkan akan mereka penuhi. Namun Ibu menteri kembali tegas, kami tidak butuh apa-apa kecuali meminta WHO dengan mekanisme GISN bersikap adil terhadap negara-negara yang sedang berkembang. Hargailah hak mereka, hak untuk memiliki virus yang mungkin sudah membunuh rakyatnya. Saya ataupun mereka bukanlah pengemis atau peminta-minta.  

-Woro IM1-

0 komentar: