Buku ini saya pinjam dari teman,
tertarik dengan covernya dan ringkasan yang ada di sampul bagian belakang.
Terdapat peta indonesia diantara kedua sampul yang bertuliskan "Dari
Jakarta ke Halmahera Selatan". Buku ini karya kak Bayu yang merupakan
cerita perjalanan beliau selama mengabdi mengikuti kegiatan Indonesia Mengajar
yang didirikan oleh Bp Anies Baswedan. Dari awal untuk mengikuti kegiatan IM
selain modal tekat yang kuat serta seleksi yang ketat pun dengan keluarga juga
harus rela melepas anaknya untuk pergi mengabdi di pelosok negeri. Hal ini
menjadi salah satu tantangan kak Bayu, pertama kali Ayah beliau tidak
setuju/keberatan kak Bayu mengabdi mengikuti kegiatan IM, dengan modal nekat
beliau pun berangkat ke Halmahera Selatan.
Jangan di bayangkan pendidikan
disana sebaik di pulau jawa, tp jangan pula di kira gedung" sekolah disana
seburuk yang ada di berita-berita. Bahkan gedung sekolah pun memadai, dan layak
lebih baik dari pada sekolahan yang ad di pedalaman pulau jawa (pedalaman
banten). Tetapi benar saja sekolah disana tidak sama dengan di Jawa yang
terlihat nyata perbedaanya adalah kualitas pendidikan, baik dari murid-muridnya
maupun pengajarnya (guru).
Di kisahkan mas Bayu di tempatkan
menjadi wali murid kelas 3, disana dia mendapati kondisi yang sulit, bagaimana
tidak anak-anak kelas 3 belum bisa apa-apa, berhitung ataupun membaca. Ini
adalah salah satu tantangan yang dihadapi mas Bayu, lalu tantangan yang lainnya
adalah sikap dan perilaku anak-anak disana, jangankan bertingkah baik, sopan
santun pun sepertinya tidak di ajarkan oleh orang tuanya. Meludah di kelas, tak
memperhatikan guru, kaki di atas meja itu yang sering anak-anak lakukan saat
guru sedang menerangkan pelajaran di depan. Dari tantangan tersebut mas Bayu kemudian
memulai dengan aturan-aturan yang diterapkan untuk menjadikan baik kelas
tersebut. Bagaimana pelajaran bisa di lakukan, bagaimana ilmu bisa didapatkan
jika anak-anak sendiri pun tak bersemangat dalam sekolah, dan sekolah hanya
menjadi rutinitas biasa saja tanpa ada semangat dalam menjalankannya. Oh ya..
Tidak hanya anak-anak saja yang berfikir seperti itu bahkan orang tua mereka
pun juga memiliki pikiran yang sama, tak jarang murid-murid mas Bayu banyak
absen karena mereka di minta membantu orang tua untuk bekerja di ladang, di
pantai membantu mencari rezeki. Sering anak-anak selepas istirahat tidak
kembali lagi ke sekolahan melainkan pulang ke rumah atau bermain. Begitulah
kondisi masyarakat di Bibinoi, maka tak heran jika anak kelas 3, 4 bahkan 6 pun
ada yang belum bisa membaca dengan lancar.
Pendidikan di Halmahera bukan
seperti di pulau jawa, bukan dengan menggunakan kelembutan melainkan dengan
kekerasan pun tak apa. Untuk pertama kalinya kak Bayu mengajar dengan tangan
berbicara,, yupss.. Maksudnya karena tak bisa lagi menahan emosi dengan
kebandelan anak kelas 4, akhirnya pipi anak laki-laki kelas 4 tersebut panas
oleh tamparan tangan kak Bayu.
Bukan orang jawa namanya jika
melakukan hal itu tak menyesal, begitulah yang dialami kak Bayu, ia merasa
bersalah karena tak sanggup menahan emosinya. Tapi beda halnya denga guru yang
lain, bukan tangan lagi senjata mereka tetapi rotan. Guru-guru yang lain biasa
menghukum anak-anak dengan melakukan tindak kekerasan, dengan memecutkan rotan
pada bagian bawah kaki anak-anak. Tapi jangan pula berfikir orang tua mereka
akan mengadukan masalah itu ke komnas perlindungan anak, atau guru-guru akan di
penjara, atau anak-anak akan berhenti pergi ke sekolah. Tidak semuanya,
anak-anak akan tetap dengan biasanya, mereka sudah dididik dengan cara yang
keras, baik dari keluarga dan di sekolah, hingga kak Bayu menyadari hukuman
fisik tak mampu membuat mereka berubah, yang perlu di rubah adalah kesadaran
hati, dan menghukum dengan melalui hati. Untuk tamparan ke 2 kak bayu gunakan
pada anak kelas 4 juga dengan beda guru, hal ini dilakukan atas permintaan ibu
Guru untuk membantu merubah si anak. Kak Bayu sebelumnya meminta maaf pada sang
anak lalu Tamparan pun mendarat di pipi sang anak, air mata pun menetes di pipi
sang anak, kemudian dengan lembut kak Bayu memohon maaf dan menasehati dari
hati ke hati, dengan dekapan sang guru muda itu akhirnya keesokan hari anak
tersebut berubah 180°. Yeh... Sukses bukan dengan cara yang lembut.
Dalam bukunya kak Bayu menyampaikan
"Berdedikasi selalu memberikan kepuasan yang tak pernah bisa dibayar
dengan uang. Tak bisa ditakar dengan apa pun. Dedikasi datang dari dalam diri
dan hanya kita sendiri yang mampu menimbangnya. Sejauh mana kita memberikan
hati sepenuhnya pada apa yang kita pilih dan jalani." Guru di Bibinoi
belum semua PNS, ada beberapa guru yang hanya mendapatkan bayaran 150rb, jauh
dari kata layak apalagi tak rutin setiap bulan datang, bisa jadi selama 3bln
sekali baru dibayarkan, tapi bagaimana lagi begitu kondisinya. Dengan jumlah
hanya beberapa orang, 7 orang ditambah kak Bayu itu masih sangat kurang
terlebih jika ada guru yang harus rapat di kecamatan, yang harus ditempuh
dengan perahu dan di sesuaikan kondisi laut, bisa-bisa 2-3 hr kelas tanpa guru
karena sang guru sendang pergi tak jua segera kembali. Untuk anak kelas 4, 5,
dan 6 yang belum bisa membaca, kak Bayu berkata
"Tidak ada murid yang bodoh di
dunia ini, yang ada hanya guru yang buruk, yang tak mampu menaikkan dan
mengembangkan potensi anak didiknya. Setiap murid pasti punya kelebihan
masing-masing. Tinggal pintar-pintarnya guru mencari celah bagaimana mengasah
kemampuan mereka. Bagaimana membuat mereka menganggap belajar adalah hal yang
membawa keceriaan."
"Belajar adalah
kebutuhan. Ketika murid sudah merasa ingin pintar, maka guru berhasil dalam
satu poin. Merealisasikan mereka menjadi pintar tentu poin yang berbeda."
~Menjadi pintar bukanlah pilihan satu-satunya, tetapi menjadi baik dan berguna
adalah kewajiban kita
sekian... Terimakasih
Judul : Anak Anak Angin
penulis : Bayu Adi Persada
hlm : 266
peresume: Eko Yasin
0 komentar:
Posting Komentar