Manusia kedua setelah Rasulullah SAW yang ingin saya
jumpai (kelak-jika diridhoi Allah SWT) ialah Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a.
Setelahnya ialah Umar bin Khaththab r.a., setelahnya lagi Ustman bin Affan r.a,
dan setelahnya lagi Ali bin Abi Thalib r.a. Mencintai sahabat Rasulullah SAW
dengan membaca sirahnya adalah salah satu cara menumbuhkan dan menambahkan rasa
cinta saya kepada Nabi Muhammad SAW.
Buku ini salah satunya. Buku yang cukup lengkap
mengisahkan tentang empat sosok khulafaur rasyidin. Empat khalifah tersebesar sepanjang masa setelah Rasulullah
SAW. Dalam versi aslinya (berbahasa arab), buku ini hadir dalam 4 jilid, dimana
masing-masing jilid menceritakan kepribadian masing-masing khalifah,
kehidupannya pada masa jahiliyah, awal mula mereka masuk islam, peristiwa
hijrah hingga di medan pertempuran, masa-masa menjabat sebagai khalifah, hingga
wafatnya para khulafaur rasyidin. Semua menjadi satu jilid dalam versi bahasa
Indonesia, dan dalam satu bab pokok yang masih terbagi lagi menjadi subbab.
Maka saya awali dengan beberapa bab kisah khalifah
pertama, Abu Bakar ash-Shiddiq r.a. Subbab; Abu Bakar Ash-Shiddiq Selama Berada
Di Mekkah, Keislamannya Hingga Peristiwa Hijrah. Di subbab ini kita akan lebih
mengenal sisi lain Abu Bakar r.a., sahabat yang paling dicintai Nabi SAW.
Gelar ash-shiddiq yang tersemat pada Abu Bakar tak lain
karena seringnya beliau membenarkan perkataan dan ajaran dakwah Rasulullah SAW.
Salah satu contoh yang dikisahkan adalah saat peristiwa isra’ mi’raj Rasulullah
SAW, dimana masyarakat saat itu baik kaum muslim maupun musyrik meragukan
perkataan Nabi tentang perjalanan isra’ mi’raj Nabi SAW., melainkan hanyalah
Abu Bakar yang membenarkannya. Pun semasa jahiliyah dikisahkan Abu Bakar tidak
pernah meminum khamr dan tak pernah menyembah berhala. Karena beliau pernah
melihat seorang kawannya meminum khamr dan mengakibatkan hilang akal dan
kendali sehingga memasukkan kotoran ke dalam mulutnya. Adapun patung berhala
yang ada, tak dapat mengabulkan semua permintaan Abu Bakar kecil, saat Abu
Quhafah, sang Ayah menyuruhnya menyembah patung berhala. Maka bekerjalah logika
Abu Bakar kecil untuk tak pernah mengimani berhala sebagai Tuhannya.
Disebutkan pula ciri-ciri fisik Abu Bakar yang dikisahkan
Aisyah r.a., saat ada seorang lelaki bertanya ciri fisik Ayahnya. Abu Bakar juga menikahkan putrinya, Aisyah
r.a dengan Rasulullah SAW atas permintaan Rasulullah SAW. Pernikahan itu
berlangsung sepeninggal wafatnya Ummul Mukminin, Siti Khadijah.
Satu bagian kisah yang kerap kita ingat adalah saat Abu
Bakar r.a. menyelamatkan seorang budak berkulit hitam Bilal r.a. dan
memerdekakannya. Di bab ini ternyata juga diceritakan bahwa Abu Bakar banyak
memerdekakan budak-budak, semata mengharap keridhaan Allah SWT.
SEJAK KEISLAMANNYA SAMPAI PERISTIWA HIJRAH
Saat Abu Bakar menyatakan keislamannya dihadapan
Rasulullah SAW, Rasulullah adalah orang yang merasa paling berbahagia dengan
keislaman Abu Bakar. Setelahnya Abu Bakar pun segera menemui Ustman bin Affan,
Thalhah bin Ubaidillah dan banyak kawan lainnya, mengajak dan menyeru untuk
memeluk agama Allah SWT. Hal ini lebih mudah bagi Abu Bakar, mengingat Abu
Bakar adalah lelaki asli keturunan kaum Quraisy yang paham betul baik buruk
keadaan kaumnya, dicintai kaumnya dan dikenal pandai bergaul. Abu Bakar juga
seorang pedagang yang memiliki akhlak terpuji. Sehingga banyak kaum Quraisy
yang dengan mudah menerima ajaran Islam melalui Abu Bakar.
Dalam satu riwayat dari Aisyah r.a. pernah satu ketika
jumlah kaum Muslim saat itu masih berjumlah sedikit, sekira 38 orang. Namun Abu
Bakar meminta Rasulullah SAW untuk berdakwah secara terang-terangan. Nabi SAW.
mengatakan bahwa saat itu bukan waktu yang tepat, mengingat jumlah kaum
muslim masih sangat sedikit. Abu Bakar
tak bisa menahan diri, hingga akhirnya ia berpidato dihadapan semua orang
sementara Rasulullah SAW duduk disampingnya. Abu Bakar menyeru agar semua kaum
Quraisy menerima ajaran agama Allah SWT dan Rasul-Nya. Tak pelak, kaum musyrik
yang melihat dan mendengar pidato Abu Bakar saat itu marah dan memukuli kaum
Muslim dengan beringas. Abu Bakar pun tak luput dari pukulan seorang musyrik,
Utbah bin Rabi'ah. Dengan beringas ia memukul perut Abu Bakar hingga darah
mengucur deras dari hidungnya. Kericuhan terhenti saat Bani Tamim datang
melerai dan membela Abu Bakar. Beliau lemah tak berdaya hingga baru tersadar
keesokan harinya. Saat sadar, kalimat pertama yang terucap dari bibirnya
adalah, "Bagaimana keadaan Rasulullah SAW?". Bertubi-tubi Abu Bakar
hanya menanyakan keadaan Rasulullah SAW, hingga memaksa Ummu Jamil dan
Ibundanya, Ummul Khair membopong tubuh penuh luka Abu Bakar ke hadapan
Rasulullah SAW. Nabi SAW menyambut Abu Bakar dan menciumnya. Melihat sahabatnya
lemah tak berdaya, Rasulullah SAW menangis tersedu-sedu, dan Abu Bakar masih
sempat berkata, "Aku tak apa-apa Rasulullah."
Dikisahkan kembali saat Abu Bakar pernah menangis karena
bahagia, setelah mengetahui bahwa dirinya terpilih untuk mendampingi Nabi SAW.
hijrah ke Madinah. Abu Bakar sudah menyiapkan dua hewan tunggangan untuk hijrah
dan merawatnya sejak jauh hari, tanpa sepengetahuan Rasulullah SAW. Buku ini
juga menceritakan tentang persembunyian
Rasulullah SAW dan Abu Bakar di dalam gua untuk menghindari kejaran kaum
musyrik. Abu Bakar memeriksa semua lubang di dalam gua, memastikan keamanannya
dari serangan hewan. Satu lubang ditutupnya dengan helai kain yang dirobek dari
jubahnya, dan dua lubang lainnya beliau tutup dengan kedua kakinya. Rasulullah
SAW pun tertidur nyaman di pangkuan Abu Bakar. Tak lama, kaki Abu Bakar pun
tersengat hewan dari salah satu lubang. Tubuhnya tak bergeming, meski kakinya
sakit disengat hewan. Abu Bakar takut, jika ia menggerakkan kakinya, Rasul
Allah yang mulia itu terbangun dan terganggu tidurnya. Jadilah Abu Bakar hanya
meringis dan menangis menahan sakit, hingga air matanya jatuh ke wajah Nabi
SAW. Peristiwa itu terekam dalam Al-Qur'an surat At-Taubah: 40.
Abu Bakar
mendampingi Nabi SAW. hingga memasuki Kota Madinah. Saat itu, masyarakat muslim
Madinah (yang disebut kaum Anshar), sudah menunggu kedatangan Rasulullah SAW
sejak pagi. Adalah mereka kaum anshar, yang mengimani agama islam bahkan
sebelum bertemu Nabi SAW, dikisahkan juga di buku ini. Sesampainya di Madinah,
Abu Bakar terserang wabah penyakit demam. Kala itu, Madinah adalah kota yang
sering terserang wabah penyakit demam. Hingga akhirnya Rasulullah SAW berdoa
agar wabah itu dipindahkan ke daerah lain. Abu Bakar dan sahabat-sahabat
lainnya berangsur sembuh dari sakit.
Buku ini,
meski baru sebagian subbab saja yang saya resume, semua poin terasa penting
untuk diketahui karena penuh dengan hikmah. Membuat saya jadi semakin mengenal
lebih personal sahabat kesayangan Rasulullah SAW ini, jika dibanding buku-buku
tentang khulafaur rasyidin sebelumnya yang pernah saya baca juga. Subbab lain
yang tak cukup dipaparkan disini, ialah tentang bagaimana sejarah perjuangan
Abu Bakar di medan pertempuran, keutamaan-keutamaan Abu Bakar, peran-perannya
saat menjabat sebagai khalifah umat muslim dan idenya untuk menghimpun
Al-Qur’an.
Sejarah
khulafaur rasyidin di buku ini selain ringkas, padat dan lengkap, setiap poin
peristiwa yang dinukilkan mempunyai sumber jelas. Ada catatan kaki yang berisi
info rujukan buku yang dikutip oleh penulis di setiap halamannya. Ini masih
tentang khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq, belum 3 khalifah agung lainnya.
Maka, tak
ada persahabatan yang lebih indah, melebihi indahnya cinta para sahabat kepada
Rasulullah SAW, begitupun sebaliknya. Allahumma sholli ‘ala sayyidina Muhammad~
Judul Buku :
The Great Leaders, Kisah Khulafaur Rasyidin
Penulis :
Ahmad Abdul ‘Aal ath-Thahthawi
Penerbit :
Gema Insani
Jumlah
Halaman : 435 halaman
Peresume : Nafisah AR
0 komentar:
Posting Komentar