Segala Puji bagi Allah yang telah memberi saya kesempatan jua di
tengah sejumlah kegiatan yang cukup menyita waktu. Terlebih kegiatan Agustusan
kali ini yang melibatkan banyak pemuda Karang Taruna (termasuk saya),
mengingatkan saya akan sebuah Antologi Kasih yang teronggok di sela-sela lautan
bubur kayu.
Apakah ada warga kampung saya yang bernama Suparman baru pulang
kampung lantas saya teringat akan buku lawas yang didedikasikan untuk para
korban gempa Jogja beberapa tahun silam ini? Bukan sodara-sodara.
Namun kerana nyaris kesebelasan cerpen di buku ini menuturkan
tokoh seorang pemuda. Yang menurut pandangan kacamata saya pribadi, dari segi
isi cerita sangat gemuk akan pesan tersirat maupun tersurat, meskipun setelah
saya lumat lagi, saya pikir dan saya rasa, beberapa judul cerpen kurang
nyambung dengan isi cerita, namun mungkin saya yang masih kurang ilmu sehingga
menganggap beberapa judul cerpen tersebut kurang mewakili isi cerita.
Terkait hal ini, adalah buah karya Sokat, penulis yang pada
saat buku ini diterbitkan masih aktif sebagai anggota FLP Jakarta, yang menjadi
kisah yang paling memberikan kesan mendalam dalam ingatan saya. Kisah berjudul
‘Lewat Tiga Bulan’ ini mengisahkan Rojali, seorang sarjana muda lulusan ekonomi
yang sudah bersusah payah menebar surat lamaran pekerjaan ke seantero
perusahaan di Jakarta namun tak ada satu pun yang kesamber apalagi nyangkut.
Padahal Rojali masih bisa disebut Fresh Graduate, lha dia lulus baru tiga bulan
yang lalu.
Hingga akhirnya sembari menunggu panggilan interview, Rojali
mengisi waktu luangnya di Toko Kembang milik Babehnya. Tak jarang saking
frustasinya Rojali yang tak kunjung mendapat pekerjaan seperti kawan-kawannya
yang lain. Rojali ngedumel akan nasibnya sebagai sarjana ekonomi yang hanya
bisa bantu-bantu di Toko Kembang Babehnya, tentu sikap demikian menimbulkan
konflik. Namun seiring waktu, konflik antara Rojali dan Babehnya pun reda
dengan sendirinya setelah Rojali disadarkan oleh sarjana Pertanian IPB, Ainun
anak Haji Nasir, pemilik Toko Kembang di seberang Toko Babehnya Rojali.
Melalui percakapan antara Rojali dan Ainun, di sanalah Sokat
menyampaikan pesan tersuratnya, pun pesan tersiratnya yang cukup mendalam bagi
saya. Ketika kita seolah ‘terdampar’ berkegiatan hanya di lingkungan rumah
orang tua kita saja. Tidak bisa pergi merantau mengadu nasib ke luar kota
bahkan ke luar negeri seperti saudara-saudara maupun kawan-kawan kita. Tak
usahlah lantas membuat kita berkeluh kesah apalagi jika pekerjaan yang kita
geluti saat ini tidak sesuai dengan ijasah kita. Semisal kisah Rojali tadi,
sarjana Ekonomi yang hanya bisa bantu-bantu di Toko Kembang Babehnya. Tanpa ia
sadari apalah arti sebuah titel, justru dengan ilmunya itulah ia bisa mengambil
alih, meneruskan usaha Babehnya, dengan memperbaiki manajemen keuangannya. Pun
dengan Ainun yang telah menginspirasi Rojali, Sarjana Pertanian IPB dengan IPK
besar, ikhlas mengamalkan ilmunya untuk membantu mengembangkan usaha Toko
Kembang Babehnya.
Selanjutnya kisah dalam buku ini yang tertinggal dalam ingatan
saya ialah sebuah Maha Karya Aveus Har ‘Sang Penyiar’. Menuturkan kisah obesesi
Landung akan cita-citanya yang membuat saya seolah memakan permen Nano-nano.
Ada rasa saya seperti disentil lagi akan impian yang pernah dicita-citakan. Ada
juga rasa sentilan humor di sela untaian kata-katanya. Dan rasa-rasa lain yang
susah dijabarkan dalam kata-kata (tsaah..)
Buku ini pun menampilkan sebuah Maha Karya khas citarasa Mbak Beby
Haryanti Dewi. Pun dengan olahan kata-kata plus guyonan ala Boim Lebon yang
menyumbang dua cerpen dalam buku ini, yakni ‘Jangan Panggil Aku Lilis’ dan
tentu saja yang menjadi judul buku ini, ‘Suparman Pulang Kampung’
Dan kisah-kisah lainnya pun tak kalah menggelikan namun penuh akan
pesan. Seperti buah pena S Gegge Mappangewa berjudul ‘Malu Terindah’ pun buah
pena Taufan E. Prast, ‘Doa Sapu Jagat’ yang mengingatkan saya kan kenangan saat
menjalani KKN lalu.
Overall, saya puas kembali menyantap buku lawas ini, banyak ilmu
yang saya dapat, tak hanya senyam senyum semata. Termasup ilmu kepenulisan yang
secara tak langsung dibeberkan kesepuluh penulis buku ini, terkait seperti apa
sih tulisan yang meskipun sudah lawas namun masih tertinggal dalam ingatan
pembaca dan tanpa dipaksa pun akan dengan sukarela membacanya kembali.
Akhirul kalam, semoga resume kali ini bisa menjadi penyambung
nyawa saya di IM ^_^
Cag!
Judul Buku : Suparman Pulang Kampung
Penulis : Boim Lebon, Zaenal Radar T, Taufan E. Prast dkk.
Penerbit: Lingkar Pena Kreativa
Cetakan Kedua: Juli 2007
Jumlah Halaman: VII Halaman dan 177 Halaman
Bandung, 16 Agustus 2016
Ahmad Fauzi
Indonesia Membaca 1
0 komentar:
Posting Komentar