Walaupun
sudah mulai menerbitkan kumpulan cerpen pilihannya dari tahun 1992, akan tetapi
secara runtut, saya baru menyimak Kumpulan Cerpen Pilihan Kompas dari mulai
tahun 2003. Entah memiliki bukunya sendiri ataupun pinjam. Tentu saja ada
kekhasan yang terlihat ketika kita membaca cerpen-cerpen yang ada di Koran
Kompas. Kekhasannya bagi saya adalah kejelian redaksinya yang memilih
cerpen-cerpen dengan tema sosial-budaya akan tetapi kental akan kultur yang
ada. Tidak rumit, karena selalu dikomparasi dengan kehidupan kontemporer. Hanya
saja sebelumnya ada sedikit kekecewaan ketika membaca kumpulan cerpen dari
koran ini tiap tahunnya. Tiada lain adalah nama-nama yang sering sekali muncul
tiap tahunnya. Tidak perlu saya sebutkan, karena para penikmat kumpulan cerpen
dari koran ini tentu tahu siapa saja mereka.
Akan
tetapi untuk kumpulan cerpen tahun 2013, agaknya Kompas sudah mulai bisa
menemukan cerpenis-cerpenis baru yang karyanya sesuai dengan nafas dan misi
surat kabar tersebut. Ada beberapa nama yang sama sekali belum pernah kita
mendengarnya di blantika sastra nusantara, walaupun ternyata karya yang
disajikannya tetap saja memikat. Tetap saja memberikan warna baru dalam Kumcer
Kompas 2013 ini.
Tidak
ada tema spesifik dalam kumpulan cerpen yang diberi nama “Klub Solidaritas
Suami Hilang” ini. Semuanya menghadirkan tema cerpen yang tidak biasa. Ada
cerita percakapan hewan di bawah bulan biru karya Gus Tf Sakai dalam judul
cerpen “Bulan Biru” yang seolah-olah mengajarkan pada manusia bagaimana
mengelola sebuah kekuasaan. Pada cerpen “Pada Jam 3 Dini Hari” karya Dewi Ria
Utari kita akan menemukan percakapan inferior seorang pelukis dengan seorang
wanita misterius di jam 3 dini hari setiap harinya. Berdialog dengan wanita
aneh tersebut malah membangkitkan kembali inspirasi pelukis tersebut dalam
berkarya. Padahal obrolannya tidak jauh dari hal-hal mistis. Penceritaan dalam
cerpen ini sangat cerdas. Dalam dialog mereka banak sekali teka-teki yang
bertebaran. Walaupun di akhir cerpen telah ditemukan juga solusinya. Solusi
yang jika diingat lagi dengan awal cerita tetap menjadi misteri.
Selain
itu kita akan menemui bagaimana dunia seorang anak berkebutuhan khusus dalam
cerpen karya Triyanto Triwikromo yang berjudul “Serigala di Kelas Almira”.
Cerita yang dihadirkan terhadap tokoh sangat tidak lazim, pelik dan membuat
kita menghela nafas. Meski begitu, dalam cerpen ini juga dihadirkan ketabahan
seorang guru dalam menempa anak tersebut. Cerpen yang cukup memukai dengan
menghadirkan sisi lain dari yang biasanya. Seni dalam mendidik anak mungkin
akan kita temui dalam sebuah cerpen berjudul “Saia” karya Djenar Maesa Ayu.
Meski tidak menghadirkan unsur kesepakatan universal dalam mendidik anak, namun
cerpen ini seakan menjadi cerminan bagi orang tua, bagaimana cara mendidik anak
yang semestinya. Harus dipisahkan antara didikan dengan kasih sayang.
Ada
banyak cerita yang cukup segar dalam menghadirkan metafor kehidupan. Namun juga
ada sisi plus dari kumcer ini yang tentu tidak dimiliki oleh kumcer lain di era
literasi pop saat ini. Kehadiran tema yang kuat, alur cerita yang ringkas dan
tidak bertele-tele, serta unsur magis pada kultur di lingkungan si tokoh yang
demikian memikat dihadirkan oleh 23 penulis yang ada. Ada kelemahan, namun
tetap tidak menghilangkan keindahan bahasa yang diwujudkan oleh para cerpenis
luar biasa di buku ini.
Judul:
Cerpen Pilihan Kompas 2013: Klub Solidaritas Suami Hilang
Penerbit:
Kompas
Tahun
terbit: juni 2014
Jumlah
halaman: xx+248 halaman
-Deri IM-
0 komentar:
Posting Komentar