Sesuai
dengan judulnya “praktis dan mudah”, buku ini menyuguhkan cara menghitung zakat
secara detail dan mudah. Disini dijelaskan tentang landasan hukum legalitas
zakat, berbagai jenis zakat dan cara menghitungnya, pada setiap bab dilengkapi
dengan rangkuman dan contoh kasus sehingga mempermudah memahami setiap bahasan.
Dijelaskan juga tentang balasan bagi yang enggan membayar zakat, siapa yang
berhak menerima zakat, tanya jawab seputar zakat, keutamaan menunaikan zakat,
dan sisipan tentang zakat profesi meliputi contoh dan cara perhitungan. Praktik
zakat yang dijelaskan oleh penulis awalnya untuk kasus di Timur Tengah (dari
segi mata uang, dsb), namun dalam buku ini mata uang sudah disesuaikan dengan
Rupiah sehingga memudahkan masyarakat Indonesia untuk memahami.
Dalam
mukadimah penulis menjelaskan pentingnya membayar zakat bagi umat Islam. Bahwa
zakat merupakan kewajiban terhadap diri sendiri dan harta untuk menyucikannya
dari berbagai dosa dan memenuhi hak-hak orang miskin. Tak sedikit dari umat
Islam yang belum paham tentang zakat dan apalagi mengamalkannya. Mayoritas
mereka hanya tahu zakat fitrah padahal banyak macam zakat disamping zakat
fitrah. Ketidaktahuan ini yang mungkin menjadi salah satu sebab mereka (muslim
yang mampu) tidak mengeluarkan hartanya untuk zakat. Masih tingginya angka
kemiskinan di Indonesia khususnya salah satunya disebabkan karena banyak orang
(muslim kaya) yang belum menunaikan kewajibannya membayar zakat.
Landasan
Hukum Zakat
Zakat
menurut bahasa artinya bersih dan berkembang. Disebut demikian karena dengan
zakat dapat membersihkan dosa dan mengembangkan pahala pelakunya, termasuk menambah
jumlah dan keberkahan hartanya. Zakat merupakan rukun Islam ketiga yang menurut
Ibnu Qudamah merupakan hak wajib atas harta. Banyak dalil tentang kewajiban dan
keutamaan zakat. Perintah zakat dalam Al-Qur’an disebutkan 33 kali, sedangkan
perintah berinfak disebutkan sebanyak 103 kali. Zakat termasuk dalam infak
secara umum. Beberapa ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang landasan zakat
misalnya At-Taubah ayat 5, 11, 103-104; Fushilat 6-7; Al Maarij 24-25; Al
Baqarah 177 dan masih banyak lagi. Dalam bab ini penulis menjelaskan ayat-ayat
Al-Qur’an yang menjadi landasan wajibnya zakat, lengkap dengan tafsir setiap
ayatnya. Di dalam bab ini juga dijelaskan hadits-hadits tentang hukuman/siksaan
bagi orang yang enggan membayar zakat.
“Barang siapa meninggalkan harta
sepeninggalnya (ketika mati), hartanya akan diserupakan ular besar botak yang
memiliki dua bintik hitam diatas matanya. Ular itu mengikutinya. Ia berkata
‘celakalah kamu, siapa kamu ini?’ Ular itu menjawab ‘Aku adalah harta
simpananmu yang kau tinggalkan setelah kau mati.’ Ular itu terus mengikutinya
sehingga menelan tangannya dan mematahkannya, selanjutnya seluruh tubuhnya.”
Hadits ini diriwayatkan dalam kitab Shahih Abu Hurairah (p.34)
Pada
bab selanjutnya dijelaskan tentang jenis-jenis zakat, landasan hukum syariat
tentang kewajiban zakat jenis tersebut, cara perhitungan, dan contoh kasusnya.
Jenis zakatnya meliputi: zakat emas dan perak, surat-surat berharga (saham dan
obligasi), binatang ternak (unta, sapi atau kerbau, domba atau kambing, dan
produk-produk hewani lain), zakat perdagangan, hasil bumi (hasil pertanian),
properti (bangunan), sewa tanah, zakat madu, piutang, fitrah, dan profesi.
Disini saya hanya akan memberikan beberapa contoh cara menghitungnya karena
banyak.
Zakat
emas dan perak
Landasannya
adalah QS. At Taubah ayat 34-35 dan beberapa hadits shahih. Perhiasan emas dan
perak yang wajib dizakati adalah :
1.
Yang
tidak dijadikan hiasan tapi untuk simpanan, wajib dizakati jika telah mencapai
nishab dan berlalu satu tahun.
2.
Perhiasan
yang dikenakan oleh laki-laki (laki-laki tidak boleh menggunakan perhiasan
emas, namun dewasa ini sering ditemukan lelaki yang memakai emas), wajib
dizakati jika telah mencapai nishab dan berlalu satu tahun.
Nishab
emas dan perak untuk wajib dizakati adalah senilai 5 uniqah atau 20 dinar
(kurang lebih 88 gram). Dalam hadits dijelaskan bahwa “kurang dari lima uqiyah
tidak ada zakatnya.” Sedangkan untuk perak nishabnya adalah 616 gram (setara
dengan 200 dirham). Besar zakat yang wajib dikeluarkan adalah 2,5%. Ini
berdasarkan hadits yang diriwayatan oleh Ibnu Umar dan Aisyah.
Contoh
kasusnya, jika seseorang memiliki 100 gram emas yang disimpan karena lebih dari kebutuhan nafkah
sehari-hari, maka emas tersebut wajib dizakati jika setelah berlalu satu tahun
jumlahnya tetap mencapai nishab. Jumlah yang harus dikeluarkan adalah 2,5%.
Jika diperkirakan harga 1 gram emas 300.000, maka total harta tersebut adalah
100 gram x 300.000 = 30 juta. Jumlah yang harus dikeluarkan zakatnya adalah 30
juta x 2,5% = 750.000. Kaidah ini berlaku untuk semua jenis harta yang telah
mencapai nishab emas dan perak. Jadi meskipun emas dan peraknya belum dijual ataupun
telah dijual tapi masih mencapai nishab tetap wajib dikeluarkan zakat pada
setiap tahunnya.
Jika
kita memiliki emas belum mencapai nishab, dan perak belum mencapai nishab,
namun jika digabung emas dan perak tersebut ternyata mencapai nishab, apakah wajib
dizakati? Ulama berbeda pendapat tentang kewajibannya. Pendapat yang paling
kuat mengatakan meski keduanya beda, namun jenisnya sama sehingga jika digabung
mencapai nishab maka wajib dizakati. Namun Imam Syafi’i memiliki pendapat
berbeda, dimana emas tidak bisa disatukan dengan perak. Keduanya harus mencapai
nishab masing-masing baru wajib dizakati.
Zakat
Binatang Ternak
Landasannya
QS Yasin 71-73 dan beberapa hadits shahih. Nama Yasin memang cocok untuk bidang
peternakan yah (intermezo). Berdasarkan hadits-hadits tersebut dapat
disimpulkan bahwa zakat binatang ternak (unta, sapi, kambing) adalah wajib
dengan beberapa syarat, yakni jumlahnya mencapai nishab, berlalu satu tahun,
dilepas (hewan itu mencari makan (rumput liar) sendiri), dan bukan hewan pekerja.
Berdasarkan hadits bahwa sapi dan unta pekerja tidak ada zakatnya. Contoh
perhitungan zakatnya saya berikan untuk kambing dan sapi saja ya karena di Indo
tidak ada unta, kecuali di Bonbin.
Nishab
untuk sapi adalah 30 ekor, jumlah yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah 1 ekor
tabi’ atau tabi’ah (anak sapi yang berusia satu tahun masuk tahun kedua,
disebut tabi’/tabi’ah karena masih mengekor induknya). Jika jumlah sapi
mencapai 40 ekor, jumlah yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah 1 ekor musinah
(anak sapi yang berusia dua tahun masuk tahun ketiga). Jika mencapai 60 ekor
maka zakatnya 2 ekor tabi/tabi’ah. Jika 70 ekor maka zakatnya 1 ekor musinah
dan 1 ekor tabi’ah. Jika 80 ekor maka zakatnya 2 ekor musinah. Dan begitu
seterusnya, berlaku untuk setiap kelipatan 30 ekor, 40 ekor, atau jumlah 30 dan
40 ekor.
Sedangkan
nishab kambing adalah 40 ekor dengan syarat seluruh kambing tersebut sudah
besar, untuk setiap jumlah 40-120 ekor kambing dikeluarkan zakat 1 ekor
kambing, untuk setiap 121-200 ekor kambing dikeluarkan zakat 2 ekor kambing,
dst setiap kelipatan 100 zakatnya ditambah dengan satu ekor kambing. Kambing
yang tidak boleh dibayarkan untuk zakat adalah kambing tua yang giginya sudah
mulai tanggal atau kambing cacat.
Beragam
inovasi produk hewani banyak berkembang saat ini seperti sapi yang
dikembangbiakan untuk diambil susunya, ternak ulat sutera, kelinci, unggas yang
dijaman Rasulullah belum dibudidayakan sehingga belum ada putusan zakatnya.
Dalam Fiqhuz Dakwah, Dr. Yusuf Qardhawi berpendapat bahwa hukum produk-produk
hewani seperti susu dan turunannya sama seperti madu, yakni zakatnya sebesar
sepersepuluh dari keuntungan bersih. Dan ini tentu saja berlaku untuk
perusahaan menengah, besar.
Zakat
profesi
Agak
berbeda dengan zakat lainnya, dimana zakat lain umumnya dikeluarkan setahun
sekali (haul). Sedangkan zakat profesi bisa langsung dikeluarkan ketika
mendapatkannya. Hal ini diqiyaskan dengan hasil bumi yang dapat langsung
dibayarkan setiap panen. Karena diqiyaskan dengan zakat hasil bumi, maka nishab
zakat profesi juga mengikuti nishab zakat hasil bumi yakni sebesar 5 wasaq
(652,8 kilogram) hasil bumi tapi bentuk zakat profesi adalah uang. Sedangkan
kadar yang harus dikeluarkan sama seperti zaat emas dan perak, yakni sebesar
2,5%.
Ulama
berbeda pendapat tentang kewajiban zakat profesi, ada yang mewajibkan ada yang
tidak dengan alasan bahwa gaji tidak dapat diqiyaskan dengan hasil bumi.
Penulis dalam buku ini termasuk yang tidak setuju dengan zakat profesi karena :
harta yang wajib dizakati harus mencapai nishab, dari dari kebutuhan asasi,
berlalu satu tahun hitungan kalender hijriyah, hartanya bisa berkembang sendiri
atau dikembangkan, tidak terlibat utang yang menghabiskan semuanya. Sehingga
dengan demikian agak sulit mengukur zakat profesi dengan persyaratan tersebut.
Namun
tim Aqwam menambahkan contoh zakat profesi dari Baznas dimana perhitungannya
mencakup total pemasukan (gaji pokok, tunjangan, lembur, bonus, dsb) lalu
dikurangi dengan angsuran-angsuran atau utang bulanan, kredit, dan pengeluan
rumah tangga lain sehingga diperolah pendapatan bersih lalu dikali 2,5%.
Misalnya total pemasukan adalah 50 juta, lalu setelah dikurangi pembayaran
utang, biaya bulanan, dll tersisa 24 juta. Apakah 24 juta ini mencapai nishab?
Sistem perhitungan nishab oleh Baznas senilai 524 kg beras (diqiyaskan pada
dalil nishab pertanian sebesar 652 kg gabah). Jika harga beras adalah 10.000,
maka nishabnya = 10.000 x 524 = 5.240.000. Dengan demikian sisa gaji mencapai
nishab sehingga wajib dikeluarkan zakat sebesar 2,5% x 24 juta = 600.000.
Diakhir
buku ini dilengkapi dengan pertanyaan seputar zakat misalnya, kapan harus
mengeluarkan zakat? Bolehkah zakat dikeluarkan untuk kerabat? Apakah mahar
istri wajib dizakati? Apakah rumah yang ditempati, pakaian, perabotan, dll
wajib dizakati? Apakah emas dan perak yang tidak murni wajib dizakati? Apakah
harta milik bersama (misal punya usaha bareng) wajib dizakati? Bolehkan
memberikan zakat kepada penuntut ilmu, dan masih banyak lagi. Tentu jawabannya
bisa diperoleh dengan membaca buku ini. Termasuk bagaimana menghitung zakat
lainnya yang belum dijelaskan.
Overall,
dari keseluruhan contoh-contoh cara menghitung zakat yang disajikan dalam buku
ini dapat disimpulkan bahwa zakat hanya diperuntukkan bagi orang-orang yang
memiliki harta lebih sehingga ini tidak memberatkan pemilik harta. Karena ada
nishab (jumlah minimal harta) dan haul (waktu simpan harta) sampai jatuh
kewajiban zakat. Nishab inipun dihitung setelah semua kebutuhan pemiliknya
terpenuhi, baik utang maupun biaya-biaya yang dikeluarkan untuk kebutuhan
sehari-hari. Maka jika sudah mencapai nishab dan masih enggan membayar zakat
maka perlu kiranya dia untuk melakukan terapi cinta harta. Wallahu’alam bishawab.
Judul
Buku : Praktis dan Mudah Menghitung
Zakat
Penulis : Ali Mahmud Uqaily
Penerbit : Aqwam Jembatan Ilmu
Page : 167 halaman
-THW-
0 komentar:
Posting Komentar