Kembali membaca kisah
karya bang Tere, kali ini Novel Serial Anak Anak Mamak. Kisah kehidupan Pak Syahdan
dengan mak Nur beserta ke-empat anak mereka, Eli, Pukat, Burlian dan Amelia.
Kali ini buku yang berjudul Pukat, kisah utama nya dilihat dari sudut pandang
anak mamak yang bernama Pukat. Kisah bersahaya anak desa, kisah hidup jauh di
pedalaman pulau Sumatera, dengan Hutan, Gunung, Sawah dan Sungai sebagai latar
kehidupan mereka.
Dalam buku ini kita bisa
melihat sari dua sisi, membaca sebagai anak-anak atau membaca sebagai orang
tua. Lebih banyak kisah teladan yang bang Tere sampaikan, teladan menjadi anak
yang baik, jujur, sopan, semangat dan taat pada orang tua. Dan teladan bagi
orang tua bagaimana menjadi Mamak Nur dan pak Syahdan dalam mendidik anak-anak
mereka hingga menjadi anak yang memiliki pondasi hidup yang kukuh dan baik
sesuai aturan Agama serta nilai luruh budaya arif.
Sebagai anak yang pernah
tinggal di desa dan pedalaman kisah Pukat merupakan kisah nyata masa lalu
(Pereseume endiri menjalani kehidupan seperdi dalam buku), bedanya disini
dikemas secara apik dengan teladan Mamak dna Bapak yang selalu memberikan
pemahaman dan motivasi untuk anak-anaknya dalam menjalani kehidupan yang lebih
baik tanpa meninggalkan budaya yang arif. Sebagai seorang anak tentu kita
pernah bermusuhan dengan kawan main kita, dan disini sang bapak selalu memberikan
nasehat untuk Pukat dalam menyelesaikan dan menangapi masalah
"Jika kau terbiasa memiliki keluarga, teman
dan lingkungan sekitar yang baik, saling mendukung, maka kau akan tumbuh dengan
sifat yang baik dan elok pula. Tidak jahat, tidak merusak, siapa yang paling
tahu kau memiliki sifat apa ? Tentu saja kau sendiri." (hlm 96)
Disini bang Tere
memberikan contoh masalah dan bagaimana dalam menangapi serta menyelesaikannya,
kita dapat lihat dari sisi Bapak bagaimana ia menyampaikan nasehat nya dan dari
sisi Pukat bagaimana masalah yang timbul serta mengakhirinya. "Anak laki-laki, dia tidak akan memulai
pertengkaran jika tidak tau cara mengakhirinya pertengkarannya. hanya seorang
pengecut yang memulai pertengkaran, tapi tidak pernah mau berdamai." (hlm
97)
Siapa yang tidak pernah
bermasalah, bertengkar atau bermusuhan, satu musuh itu bisa bikin sesak ini
dada, tidak nyaman, selalu kepikiran apalagi ketika lihat orang nya beh, seakan
dunia yang luas menjadi sempit, apalagi mereka yang bergolongan darah O tentu
mereka akan lebih menderita. Tetapi setelah perkaran selesai maka yang ada
adalah sahabat yang penuh hangat. "Kata
orang bijak, Selepas pertengkaran, dua musuh bisa menjadi teman baik. Apalagi
dua sahabat, selepas pertengkaran mereka akan menjadi sahabat sejati."
(hlm 110)
Pendidikan yang terbaik
tidak hanya didapatkan di sekolah, tidak hanya nilai yang baik tetapi lebih
dari itu, sebagai anak desa tentu akan lebih memiliki kesempatan yang lebih
untuk belajar dan memahami alam sekitar. Bagaimana tidak ia yang tinggal di
jauh dari kota adalah mereka yang belajar langsung dari alam, alam yang membuat
mereka menjadi anak-anak yang mandiri dan bertahan dengan segala keterbatasan.
Teladan dari ornag tua yang baik akan menjadikan anak-anak tumbuh menjadi anak
yang baik pula. Nasehat baik selalu orang tua sampaikan, tak bosan dan tak lupa
hingga memastikan anak-anak memahami dan menjalankannya. "Tidak ada yang paling menyedihkan di dunia ini selain kehilangan
kejujuran, harga diri dan martabat. Meskipun hidup susah, kau tidak akan pernah
mencuri, tidak akan pernah merendahkan harga diri demi sesuap makanan."
(hlm 159)
"Orang-orang yang bersungguh-sungguh jujur,
menjaga kehormatan, dan selalu berbuat baik kepada orang lain, maka meski
hidupnya tetap sederhana, tetap biasa-biasa saja, maka dia sejatinya telah
menggenggam seluruh kebahagiaan dunia." (hlm 164)
Dalam cerita selalu ada
orang bijak, baik kisah dalam buku maupun dunia nyata, begitulah mereka yang
selalu peduli pada kita (anak-anak mereka), kita yang lebih muda dari mereka
yang lebih dahulu menjalani kehidupan, meskipun kadang nasehat mereka begitu berat
untuk dijalani tetapi itu yang terbaik. seperti nasehat dari Wak Yati
(kakak tertua dari Pak Syahdan) "Waktu
adalah segalanya, tidak ada yang memilikinya, tidak ada yang bisa
meminjamkannya, Nah Pukat, Bagaimana cara menghabiskan waktu dengan baik ,
tanpa beban dan tanpa keluhan ?."
Dan jawaban dari pertanyaan
bijak itu adalah "Berpikir, Bekerja
Keras dan Bermain."
Sebagai sorang anak
tentu kita pernah di marahi oleh ibu, tidak hanya sekali bahkan berkali kali,
atau setiap hari. Mereka marah bukan karena benci, mereka marah karena sayang
dan tidak ingin kita salah dalam bertindak. dan selalu harus kita ingat jangan
sampai kemarahan Orang tua terutama Ibu membuat kita membencinya, seperti
nasehat pak Syahdan "Jangan pernah
membenci Mamak kau, jangan sekali-kali... Karena jika kau tahu sedikit saja apa
yang telah ia lakukan demi kalian, maka yang kau tahu itu bahkan
sejatinya belum sepersepuluh dari pengorbanan, rasa cinta, serta rasa sayangnya
kepada kalian."
Benar, dibalik marahnya
Mamak tersimpan cinta yang begitu dalam yang tak sanggup kita membalasnya.
Bersyukur rasanya
menjadi diri kita, yang hidup penuh dengan kebaikan dari orang tua dan orang
sekitar, beruntung membaca buku ini, banyak kisah teladan dan pengajaran
bagaimana sebaiknya kita bertindak, teladan baik dari anak yang tinggal jauh
dari fasilitas mewah, dari anak yang terdidik tidak hanya dari belajar di dalam
kelas tetapi dididik langsung dari alam, hingga tangan, kaki, keluh dan peluh
membersamai dalam belajar dan meneladani kehidupan arif, gotong royong, ikhlas
dan jujur dalam menjalaninya.
Judu Buku : Pukat
Penulis : Tere Liye
Jml Hal : 344
Eko Yasin -
Dongying
0 komentar:
Posting Komentar