Tragis. Kata kata itu yang keluar dari pikiran saya selepas membaca
novel dengan tebal 150 halaman ini. Tragis ketika saya mulai memikirkan tentang
dunia yang notabene di era modern ini sering terjadi permasalah pertentangan
gender. Tragis ketika saya mulai memikirkan betapa banyak kasus kekerasan dan
pelecahan seksual yang terjadi kepada anak-anak kecil di bawah umur.
Saya bersyukur terlahir menjadi islam yang sangat meninggikan derajat
kaum perempuan, saya juga bersyukur menjadi rakyat Indonesia yang mana
kebudayaannya sangat menghormati perempuan. Tapi, banyak pula yang menganggap
bahwa perempuan itu lemah, tidak bisa menjadi pemimpin. Manis awalnya saja saat
pertama menikah seterusnya sepah di buang. Perempuan seperti mahluk tak berdaya
di bawah laki-laki hidung belang. Allah, maaf jika saya terbawa emosi. Saya
sendiri termasuk perempuan yang setuju jika pemimpin itu laki-laki sedangkan
perempuan memimpin di rumah, membaca novel ini saya jadi teringat entah di
daerah mana di Indonesia masih ada perbudakan perempuan, anak kecil dikawinkan
dengan lelaki yang sudah beristri bahkan istri yang masih mengandung pun jika
anak dalam kandungannya sudah ‘dibayar’ lunas oleh lelaki berduit setelah siap
‘dibuahi’ lelaki itu bisa mengambil dan memeliharanya di rumah. Allah, padahal
Indonesia sudah merdeka 59 tahun lamanya.
Seperti halnya saat saya membaca novel ini, emosi saya seperti
teraduk-aduk, antara membenarkan dan tidak membenarkan. Membenarkan bahwa
mayoritas lelaki memiliki kebobrokan jiwa, sehingga tak jarang kita sering
mendengar pelecehan-pelecehan yang dilakukan oleh kaum laki-laki. Tidak
membenarkan karena banyak perkataan tokoh pertama ini bahwa “Pelacur yang
sangat rendah adalah seorang istri di bawah suaminya.” Naudzubilah, saya
mengerti kenapa tokoh utama berkata seperti itu.
Lansung saja ini kisah tentang seorang pelacur bernama firdaus,
seorang pelacur yang divonis hukuman gantung karena telah membunuh seorang
laki-laki. Dari balik sel penjara firdaus menceritakan bagaimana lika-likunya
di kehidupan, dari sejak ia masih menjadi gadis di sebuah desa terpencil sampai
menjadi pelacur kelas atas di kota Kairo Mesir.
Nawal El-Saadawi adalah seorang dokter bangsa mesir, ia menulis
kisah ini berdasarkan kisah nyata di balik sel penjara wanita. Sebagai seorang
ahli psikolog dan dokter ia penasaran dengan kehidupan-kehidupan wanita di
balik sel pejara. Terutama tentang Firdaus. Firdaus sama sekali tidak mau
bertemu dengan siapapun, bahkan kehadiran Nawal di penjara tidak ia hiraukan.
Firdaus adalah satu satunya perempuan di dalam tahanan sel yang tidak pernah
mau ditemui siapapun. Ia mendukung
kematiannya yang tinggal beberapa hari lagi. Ia malah sangat gembira akan kabar
hukumannya dan menolak grasi dari presiden yang diusulkan oleh nawal. Sang
dokter penjara.
“betapapun suksesnya seorang pelacur, dia tidak pernah dapat
mengenal semua lelaki, akan tetapi semua lelaki yang saya kenal, tiap orang
diantara meereka telah mengobarkan dalam diri saya satu hasrat saja. Untuk mengangkat
tangan saya dan menghantamkannya ke muka mereka . Akan tetapi karena saya
seorang perempuan saya tidak memiliki keberanian untuk melakukannya. Dan karena
saya seorang pelacur, saya sembunyikan rasa takut saya di bawah lapis-lapis
solekan muka saya.”
Itu adalah salah satu cuplikan firdaus saat menceritakan kisahnya
kepada dokter penjara. Sejak kecil Firdaus tidak pernah mengenal ibunya. Ia
dibesarkan oleh ibu tiri dan ayah kandungnya, Firdaus selalu bertanya hal yang
sama di mana ibunya? Tetapi ibu tirinya
selalu memukulnya dan bilang “Ibumu seorang pelacur!” tentu bagi anak seusianya
dia tidak mengerti apa itu pelacur. Firdaus selalu di asingkan tetapi dia
memiliki teman laki-laki tapi ah, saya sangat miris menceritakannya. Saya jadi
berfikir jika nanti saya punya anak akan selalu saya awasi anak saya bermain
dengan temannya. Kalian akan terkejut jika mambacanya. Teman laki-lakinya
mengajak firdaus bermain permainan suami istri. Allah. Dan yang sangat
menyakiti saya ketika pamannya sendiri melakukan hal yang sama terhadap
Firdaus. Allah. Mengerikan. Firdaus tidak pernah tahu apa-apa, namanya juga
anak kecil pasti kalau dibujug dan diiming-imingi sesuatu pasti mau. dia tidak
tahu perbuatan itu salah atau tidak, karena keduaorangtuanya tidak memperdulikan
Firdaus. Yang Firdaus tau perbuatan yang dilakukan teman dan pamannya memang
membuatnya sakit tapi itu mengasyikkan baginya. Allah.
Dan hal itu berlangsung sampai besar! Sampai pamannya sudah
beristri! Ketika besar firdaus di jual
oleh pamannya kepada seorang yang sudah beristri! firdaus selalu disiksa,
dipukul! Sampai akhirnya Firdaus kabur tetapi dalam kaburnya ia malah bertemu
seorang germo. Dari situlah Firdaus mengetahui tentang dirinya yang begitu
cantik dan gemulai. Dari situlah ia mulai mengerti tentang bayaran mahal dan
sebagainya.
Semenjak Firdaus kabur dari germo itu, dan mulai bisnis sendiri ia
melayani laki-laki dengan tarif yang super duper mahal, ia juga mempunyai
syarat untuk lelaki yang ingin bersamanya. Hingga ia menjadi pelacur kelas atas
di Kairo Mesir.
Apakah Firdaus tidak ingin hidup normal seperti remaja lain? Atau
apakah firdaus tidak ingin mengenal cinta? Apakah firdaus pernah jatuh cinta
dan ingin bekerja? Atau apakah ia tidak mau mengambil langkah benar untuk
dirinya sendiri? Apakah ia tidak mau menjadi suci? Siapa sebenarnya yang
dibunuh firdaus? itu semua akan terjawab
jika anda membacanya.
Ada banyak pelajaran yand dapat dipetik, ini tentang bagaimana kita
mendidik anak di masa kecilnya, edukasi pelajaran tentang agama antara hubungan
laki-laki dan perempuan harus diterapkan penting untuk anak-anak kita. Saya
sangat prihatin karena banyak kasus hamil diluar nikah zaman sekarang ini. Karena bukanlah hal keren jika anak anak kita
sudah hamil di luar nikah. Naudzubilah. Satu hal yang pasti tentang kisah
Firdaus ini bahwa ia memang sudah dididik dari kecil seperti ini, dari mulai
orangtua, paman, teman sampai ia dijadikan istri kedua. Saya salut kepada Nawal
El Saadawi yang sangat berani menulis buku ini, meski karena hal ini dirinya
pernah dipenjara karena memperjuangkan hak hak wanita. Sekian..
Judul : Perempuan Di Titik Nol
Penulis : Nawal El Saadawi
Penerbit : Yayasan Obor Indonesia
Tebal : 150 Halaman
Cetakan : kesepuluh
Peresume : Nur Arfah
0 komentar:
Posting Komentar