Novel ini diangkat dari
kisah nyata seorang dokter psikopat, pembunuh berantai paling kejam dalam
sejarah Amerika. 35 orang pasien tewas diracun ditambah sejumlah paramedis yang
juga menjadi korban uji coba racun sang dokter. Tak ada yang percaya Michael Swango,
sang dokter yang jenius dan tampan ini seorang pembunuh berdarah dingin. Swango
atau sering juga dipanggil Dr. Mike adalah sosok dokter yang ideal, seorang
pekerja keras, kapanpun siap memenuhi panggilan kondisi gawat darurat. Waktu
istirahatnya sangat sedikit bahkan bisa 24 jam tidak tidur untuk memenuhi
panggilan darurat. Hingga kemudian nyawa pasiennya mulai melayang secara
misterius, sejumlah rekan paramedisnya banyak yang mendadak sakit secara
misterius. Namun anehnya ia selalu lolos dari tuduhan pembunuhan. Wajah
innocennya membuat orang tak percaya kalau Swango adalah pembunuh.
Swango mendapat gelar
dokternya dari Southern Illinois University (SIU) di Carbondale, US, angkatan
1982. Sejak menjadi mahasiswa Swango sudah terkenal di kalangan mahasiswa
angkatannya karena unik dan misterius. Selain sebagai mahasiswa SIU, Swango
juga seorang anggota militer, Marine Corps, yang sangat fanatik. Di kelas ia
selalu mengenakan pakaian tentara dan sepatu bot tempur. Disaat teman-temannya
berjuang untuk bangun pagi setelah semalaman belajar suntuk, Swango selalu
sudah senam pagi di luar ruangan lengkap dengan seragam militernya dan
menyanyikan lagu corps militernya.
Swango juga dikenal
dengan gaya ujiannya yang unik. Pendidikan kedokteran di SIU bisa dikatakan
sangat ketat dan berat. Selama tahun pertama setiap mahasiswa diwajibkan
menjalani dan lulus 476 ujian tertulis closed buku. 10-15 ujian tutup buku diberikan
setiap Sabtu pagi. Di saat rekan-rekan mahasiswanya sibuk belajar, Swango malah
sibuk bekerja sebagai petugas ambulas di UGD. Ia siap menerima panggilan
darurat selama 24 jam. Entah gimana cara dia belajar yang jelas Swango selalu
lulus ujian. Ada satu kejadian mengerikan saat ia mendapat tugas untuk bedah
mayat. Sebenarnya tugasnya berkelompok, namun karena Swango misterius, ia
dijauhi teman-temannya. Saat itu tugas Swango adalah membedah dan
mempresentasikan wilayah pinggul dan bokong. Mahasiswa selalu berada di lab
hingga larut malam. Anehnya, Swango selalu memilih membedah mayat setelah lewat
tengah malam ketika lab sepi. Dan karena tak ada dosen yang mau membimbing
lewat tengah malam, hasil bedah mayat Swango hancur berantakan. Benar-benar mengerikan,
Swango menjadikan pinggul itu menjadi serpihan daging yang hancur. Dan Swango
cuek saja dengan pekerjaanya. Dari situ rekan2 dan dosennya mulai ragu apakah
Swango bisa menjadi seorang dokter bedah? Fakta lain menunjukkan bahwa saat
diberikan tugas klinis berkaitan dengan pemeriksaan H&P (Histories and
Physical) pasien, Swango selalu memalsukan data-data pasien. Terlihat bahwa
Swango bersikap acuh tak acuh terhadap pasiennya. Ini yang menyebabkan ia lulus
bersyarat dan hampir di DO setelah ditangguhkan selama satu tahun. Sikap tak
acuhnya terhadap pasien ini terus berlanjut saat Swango sudah menjadi dokter
residen.
Yang menarik dari buku
ini sebenarnya bukan semata kisah Swango sebagai seorang pembunuh berantai
berdarah dingin, saya melihat bagaimana Swango bisa memiliki karakter pembunuh.
Bukan hanya masa-masa kuliah Swango saja yang rumit namun keluarganya juga
rumit. Ayahnya adalah seorang anggota militer AS, veteran Vietnam. Ibunya
adalah ibu rumah tangga. Muriel adalah seorang ibu yang penuh kasih sayang
namun ia dingin, tak bisa mengekspresikan kasih sayangnya secara fisik kepada
anak-anaknya. Bahkan kelak setelah ibunya lanjut usia, Swango tak pernah
sekalipun mengunjungi ibunya. Virgil, sang ayah, menjadi pemabuk berat setelah
bercerai dengan istrinya sampai akhirnya ia mati dalam kesepian. Kondisi ini
menyebabkan Swango depresi berat. Bahkan yang mengejutkan bahwa ternyata
meskipun dimanja oleh ibunya namun Swango sama sekali tak memiliki kedekatan
hati dengan sang ibu. Ayahnya memiliki hobi yang aneh yang menular kepada
Swango. Ia sangat terobsesi dengan berita-berita kematian yang mengerikan,
tabrakan, pembunuhan, dll. Semua berita itu ia kliping, dan ia selalu bilang
keren setiap kali melihat tayangan berita pembunuhan. Hasil penelitian menyebutkan
bahwa sebagian besar pembunuh berantai berdarah dingin lahir dari keluarga yang
broken, lahir dari ayah dan ibu yang tak bisa mengekspresikan kasih sayang
kepada anak-anaknya.
Buku ini juga
mengungkap bahwa bukan hanya Swango satu-satunya dokter pembunuh berdarah
dingin di US. Beberapa dokter terdeteksi melakukan operasi dalam pengaruh
alkohol, mal praktek, dll. Anehnya pihak rumah sakit kerap kali angkat tangan
dalam kasus-kasus seperti ini. Bahkan dalam kasus Swango, pihak kepolisian
setempat sangat sulit melakukan investigasi ke rumah sakit. Karyawan rumah
sakitpun ditekan oleh para dokter senior agar menolak memberikan keterangan.
Seolah rumah sakit adalah instansi yang kebal hukum. Para dokter yang menolak
investigasi kasus Swango selalu mengatakan bahwa kematian sudah diatur oleh
Tuhan, dokter hanya berusaha untuk menolong. Memang benar hidup mati manusia
ada di tangan Tuhan, namun bukan berarti para dokter bisa lepas tangan begitu
saja terhadap penyebab kematian aneh pasien yang berulang dengan pola yang
sama.
Judul Buku : Blind Eye
Penulis : James B. Stewart
Penerbit : Warner Books
Translation : Dastan Books
Lund, 30 November 2014
-THW IM1-
0 komentar:
Posting Komentar