Minggu, 24 Agustus 2014

Indiepreneur



Kategori          : e-Book
Judul               : Indiepreneur
Penerbit           : Tidak dicantumkan
Penulis             : Pandji
Peresume         : Puspita IM 1

BAB 1

Jika pada suatu hari Anda ditanya, “Kamu ingin menjadi pekarya atau pekerja?” Mungkin Anda akan kembali bertanya, “Memangnya apa beda pekarya dan pekerja?” Jika itu benar terjadi, saya akan menyodori Anda free e-book ini. Indiepreneur, ditulis oleh Pandji Pragiwaksono. Mengupas habis-habisan mengenai apa bedanya berkarya dan bekerja.
Prolog dari buku ini adalah percakapan Ayah Pandji dengan seorang rekan bisnisnya dari Jerman. Ayah Pandji yang bernama Koes, ditanya oleh bule Jerman, “Koes, orang Indonesia itu aneh. Mereka bisa membuat ukiran Jepara dengan detail, indah, dan presisi. Tapi mereka tidak pernah bisa membuat anak tangga dengan rapi dan presisi. Mengapa bisa begitu Koes?”
Koes menjawab,”Orang yang membuat tangga itu bekerja. Orang yang mebuat ukiran itu berkarya.”
Orang yang bekerja akan melakukan pekerjaan dengan baik karena dia butuh mempertahankan gaji, gaya hidup dan lain-lain meskipun harus ada sedikit keterpaksaan. Sedangkan orang yang berkarya akan rela menginvestasikan waktu, tenaga, bahkan uangnya  agar ia bisa memuaskan dirinya. Sayangnya menjadi pekarya, bukanlah hal yang mudah. Ada banyak tantangan. Pandji membahas satu per satu tantangan  seperti apa yang harus dihadapi oleh seorang pekarya.
Pernahkah pada suatu hari, anda membuat suatu produk. Hmmm….misal Anda membuat restoran. Anda mencoba untuk memperkenalkan restoran tersebut ke teman-teman Anda. Respon yang mereka berikan adalah, “Ada makan gratis di situ enggak?” Kasus lain, misalkan Anda seorang penulis buku dan memasarkan buku tersebut ke teman-teman. Tanggapan yang diberikan, “Buat saya bisa gratis enggak?”
Mental gratisan memang melekat begitu kuat di benak masyarakat. Tak hanya di Indonesia, di negara maju pun mental gratisan ini juga masih ada. Pernah ada sebuah cerita, Dan Ariely menjual 2 varian cokelat di tokonya. Hershey Kiss yang lebih murah dan kualitasnya tidak seberapa dan Lindt yang berkelas, mahal dan kualitasnya lebih baik. Pada hari pertama promo Dan menjual Hershey Kiss sebesar 1 sen, sedangkan Lindt seharga 30 sen. Hari kedua, Dan menjual Lindt seharga 14 sen dan Hershey Kiss gratis. Tahukah cokelat mana yang banyak dibeli konsumen? Hershey Kiss. Padahal jika kita menilik lebih jauh, potongan harga Lindt jauh lebih besar dibandingkan Hershey Kiss. Gratisan hanya akan membuat kita melewatkan penawaran terbaik.
Pengalaman Dan Ariely di atas membuat Pandji memberi saran kepada para pekarya untuk tetap disiplin meningkatkan value dari karya aslinya. Misal dengan menjual karya yang sebagian keuntungan disumbangkan untuk yayasan kanker. Jika konsumen membeli bajakan atau gratisan mereka hanya mendapatkan murah atau gratisnya saja. Tapi tidak dengan value semacam berpartisipasi dalam aktivitas sosial semacam peduli penderita kanker. Dampak negatif lain dari gratisan adalah membuat kita menjadi kurang bertanggung jawab. Contoh Google pernah mengadakan konferensi gratis. Dalam konferensi tersebut Google membagikan snack mahal gratis kepada pesertanya. Apa yang terjadi? Para peserta mengambil snack sebanyak-banyaknya tapi mereka tidak menghabiskan.
Itulah sekelumit bab 1 dari buku Indipreneur, buku ini bisa diperoleh dengan membayar 1 tweet saja di bit.ly/VXMyPI Gratis karena memang sengaja digratiskan, bukan memelas minta gratisan.

0 komentar: