Minggu, 17 Agustus 2014

Kumpulan Hikmah dari Bumi Gaza

Judul               : Hikmah Berserak di Bumi Gaza
Penulis            : Nurjanah Hulwani
Penerbit         : GIP
Peresume       : Wawan IM1


Kumpulan Hikmah dari Bumi Gaza

Nurjanah Hulwani berhasil menembus blockade Gaza melalui pintu Rafah (Mesir) bersama rombongan (Almarhumah) Ustzh. Yoyoh Yusroh. Kurang lebih seminggu disana, banyak kisah menarik yang ia dapatkan. Mulai dari bertemu istri Syaikh Ahmad Yasin hingga bertemu anak-anak penghafal Qur’an yang selalu mendampingi beliau di akhir-akhir kepulangan ke Tanah Air. Buku ini adalah kumpulan kisah karamah penduduk Gaza, Wathanul ‘Anbiya.

Gaza, Bumi alQur’an
            Barangkali sudah jamak kita dengar bahwa penghafal Qur’an di Gaza adalah sangat banyak. Hidup dibawah tekanan sama sekali tidak menggetarkan keyakinan mereka untuk selalu berinteraksi dengan Kalamullah. Menurut data statistic Asia Pacific Community for Palestine, dari 1,8 juta penduduk Gaza, sekitar 20 ribu orang diantaranya adalah Hafizh/ah Qur’an. Data ini didapat Nurjanah ketika ia akan berkunjung kesana. Selama disana, ia menyaksikan sendiri peserta-peserta wisuda alQur’an yang dilakukan setiap dua bulan sekali sedang bersiap dengan muroja’ahnya. Ketika ia kembali ke Tanah Air, Nurjanah menceritakan data ini sudah berubah, 50 ribu orang di Gaza telah diwisuda Qur’an.
            Adalah Ibu Fathiyah Gathos, 57 tahun. Seorang ibu rumah tangga yang buta huruf. Ketidakbisaan membaca dan telah rentanya usia tidak menyurutkan niatnya untuk menjadi penghafal Qur’an. Nurjanah menceritakan, Sang Ibu mulai menghafal Qur’an sejsak usia 50 tahun, 6 tahun kemudian ia telah hafal seluruh Juz, pada usia 57 (tahun 2014) ia telah diwisuda.
            Lain Ibu Fathiyah lain pula Ibu Ummu Ibtisam. Ummu Ibtisam berusia 50 tahun, pada tahun 2014. Seorang kepala sekolah TKdan coordinator dari 16 TK di Gaza. Ia bercerita pada Nurjanah, “Alhamdulillah saya telah menghafal 25 Juz, insyaa Allah pekan depan saya akan menghafal 5 Juz lagi dan pekan berikutnya saya akan diwisuda bersama teman-teman”.
            Apa rahasia penduduk Gaza untuk rajin dan tak kenal lelah dalam menghafal Qur’an? Tak lain adalah keteladanan dari para pemimpin. Ismail Haniyyah, Perdana Menteri Palestina adalah hafizh dan mendapat sanad, para menteri pun demikian. Masyarakat terbiasa dengan pemimpin yang hafal Qur’an sehingga mereka tidak asing dengan Qur’an. Yang kedua, Negara Palestina memiliki lembaga resmi yang mengurusi Hafalan Qur’an warganya. Bahkan strukturnya hingga ke setiap provinsi di Palestina. Lembaga ini selalu ramai karena antusias warganya. Palestina juga mempunyai lembaga tahfizh khusus wanita, sehingga tak perlu lagi mencari laki-laki untuk setor hafalan.

Teladan dari Pemimpin-Pemimpin yang telah Syahid
            Para pemimpin negara yang syahid di Palestina jumlahnya tidak terhitung, akan tetapi mereka selalu mempunyai stok yang memadai untuk melakukan regenerasi kepemimpinan dalam waktu yang sangat cepat. Orang-orang yang diminta menjadi pemimpin setelah orang sebelumnya menjadi syahid pun memiliki kualitas serupa, minimal hafizh dan bergelar sarjana, master ataupun doctor. Gaza sangat siap, mereka mengetahui tak sekedar fisik perlu disiapkan dalam menghadapi Zionis, namun juga mental dan kecerdasan. Pendidikan minimal penduduk Gaza adalah sarjana.
            Tiga orang pemimpin syahid yang diceritakan oleh Nurjanah adalah Syaikh Ahmad Yasin, Abdul Aziz Ar Rantisi dan Said Shiyam. Kepribadian ketiganya takkan jauh dari alQur’an. Syaik Ahmad Yasin adalah seorang yang cacat tubuhnya, hanya bagian kepala dari seluruh tubuhnya yang bekerja. Ia mengalami kelumpuhan ketika rihlah bersama teman-temannya di suatu pantai Gaza. Kondisi ini tidak menghalangi beliau mendidik masyarakat Gaza. Dikisahkan, Gaza waktu itu diterpa badai ghazwul fikr wa tsaqafi yang luar biasa. Bioskop berdiri dimana-mana dan anak muda tidak ada yang dekat dengan agama sementara masjid hanya diisi orang tua renta. Syaik Yasin memulai dakwahnya dari orang terdekat. Keluarganya ia didik dan lingkungan sekitar sekaligus ia mampu menjadi tauladan bagi mereka. Ia adalah orang yang selalu menegakkan sholat malam dan walaupun telah hafizh, di setiap sholat malamnya ia selalu sholat dengan membuka mushaf. Nurjanah masuk ke kamar beliau kala itu dan ia melihat kayu penyangga Qur’an besar yang menemani beliau sholat malam. Hasil dakwah beliau adalah Gaza yang kita lihat saat ini bersama Hamas dan Kataaib (Brigade) al Qossam yang kekuatannya mendunia. Syaikh Yasin menemui syahidnya ketika ia pulang dari sholat subuh dan rudal zionis menghantam kursi rodanya.
            Abdul Aziz Ar Rantisi adalah Doktor bidang ilmu fisika. Ucapannya yang termasyhur adalah “Apakah kalian takut dengan kematian? Kita semua sedang menanti akhir kehidupan. Kematian adalah sesuatu yang pasti, baik dengan Apache, kanker ataupun yang lainnya. Aku lebih memilih mati dengan Apache”. Ini adalah sebuah perencanaan dan doa untuk syahid. Istri Said Shiyam (tokoh ketiga yang akan diceritakan), Ummu Mus’ab mengatakan pada Nurjanah, “jika engkau ingin syahid maka engkau harus buat perencanannya”. Allah mengijabah doa Ar Rantisi, tepat 17 April 2004, Apache zionis merudal tubuhnya dan syahidlah beliau.
            Said Shiyam menjabat Menteri Dalam Negeri Palestina saat itu. 17 Januari 2009 ia menjemput syahid bersama anak, sepupu dan sembilan orang lainnya melalui roket F-16. Sebelum kejadian, Ummu Mus’ab telah mendapat tanda-tanda dari anaknya. Ketika ia sedang mengajari anaknya pelajaran sekolah, anaknya tidak menginginkan ijazah sekolah, ia hanya mau ijazah syahid. Hari-hari berikutnya anak Ummu Mus’ab sering bercerita tentang keinginannya menikah dengan bidadari. Tepat pada hari ia syahid, ia bercerita kepada ibunya bahwa ia bersama ayah akan menikah. Ummu Mus’ab belum mengerti ucapan anaknya ini dan menganggapnya hanya bercanda. Ternyata pada hari itu mereka benar-benarmenjadi syahid.

Ketangguhan psikis masyarakat Gaza
            Tidak ada sama sekali ketakutan dalam raut masyarakat Gaza. Nurjanah menceritakan pengalamannya di kamp pengungsian warga Gaza pada keluarga Ahmad Jabari. Keluarga tersebut memiliki anak 2,5 tahun yang telah fasih Ar Rohman. Anak-anak di kamp pengungsian rata-rata memiliki cita-cita hafizh/ah dan syahid. Tertulis surat anak Gaza untuk anak Indonesia, “Wahai anak Indonesia, hafalkanlah Qur’an, pelajarilah manhajnya maka kelak engkau akan datang ke Palestina dan bersama-sama kita bebaskan Al Aqsha”. Sungguh! Sebuah pemikiran yang sangat dewasa bagi anak-anak seusia mereka.

0 komentar: