Minggu, 17 Agustus 2014

Organisasi Ilmuan dalam Peradaban Islam



Penulis             : Prof. Dr. Raghib As-Sirjani
Penerbit           : Pustaka Al Kautsar
Peresume         : Ikhsanudin
Halaman          : 250-268

Organisasi Ilmuan
Peradaban Islam telah mengeluarkan beribu-ribu ilmuwan besar yang berperan dalam memajukan peradaban dan lembaran sejarahnya. Mereka berhasil mengangkat kekuatan dan kejayaan diantara umat-umat lainnya. Perdaban Islam telah memposisikan dirinya sebagai aturan yang menakjubkan dalam metodenya, yang bisa berjalan dalam kurun waktu yang panjang dalam perjalanan bangunannya. Para ilmuwan tidak terlena bahkan menyeberangi perjalanan dengan pahit dan getir kesusahan dan kesabaran meski mereka pada kedudukan keilmuwan yang tinggi pada kurun waktu yang panjang.
a.       Menuntut Ilmu dan Penyebaran Ilmuan
Para penuntut ilmu meletakkan perhatian terhadap keilmuan untuk tujuan yang besar. Tujuan ini bukanlah tujuan puncak secara esensinya, karena yang dijadikan ukuran adalah menuntut ilmu adalah jalan untuk mendapat keridhoan Alloh. Jika ilmuwan Yunani malah dijadikan bahan olok-olokan bagi orang-orang awam, maka ilmuwan islam menyebut bahwa orang yang paling banyak takut kepada Alloh adalah Ilmuwan (Q.S Fathir: 28). Nilai-nilai Robbaniyah terpatri dalam perdaban ini.
Para pemuda berlomba-lomba dalam menuntut ilmu. Hampir kita tidak membaca dari waktu ke waktu kecuali didapati bahwa selalu ada perlombaan dua orang dalam menuntut ilmu. Contohnya adalah Shalih bin Kaisan dan Az-Zuhri.
Para khalifah dari sejak kecil sudah menuntut ilmu. Orang-orang tua juga sangat memperhatikan putra-putri mereka dalam hal pendidikan, mengarahkan mereka untuk menunutut ilmu sejak kecil. Bahkan ayah maupun ibu mereka turut serta keluar bersama anak-anak untuk menuntut ilmu. Hal ini tidak pernah didapati pada masa-masa lain dalam sejarah peradaban manusia. Sulaiman bin Abdul Malik, bahkan harin Ar Rasyid melakukan hal itu.
Meski pemuda-pemuda itu fakir, miskin, dan papa, tetap mereka bercita-cita setinggi-tingginya dan menuntut ilmu dengan motovasi yang kuat. Dan akhirnya mereka menjadi berhasil dalam bidang yang ditekuninya.
Banyak juga kisah perjuangan Ibu yang mendukung anaknya untuk menuntut Ilmu dalam sejarah Islam. Salah satunya adalah imam Syafii dan Imam Bukhori.
Para ulama juga sangat mencintai perjalanan menuntut ilmu. Mereka sangat antusias meski mereka sudah mendapat banyak ilmu.
Begitulah tatanan masyarakat Islam. Masyarakat yang teratur dan tertata, termotivasi kuat dalam menuntut ilmu.
b.      Kedudukan Ilmuan dalam Pemerintahan Islam
Sejarah menyebutkan betapa besar dan hebatnya peran khalifah-khalifah kaum Muslimin dan para penguasa dalam memelihara para ilmuwan dan penuntut ilmu. Khalifah Harun Ar-Rasyid memberikan perhatian yang luar biasa kepada guru, ilmuwan, dan penuntut ilmu. Sehingga pada masa itu banyak sekali anak-anak usia belasan tahun yang sudah mengajar atau penasihat. Shalahudin Al Ayyubi memberi gaji yang sangat besar kepada Syeikh Najamudin Al Habusyani yang mengajar di sekolah Sholahiyah. Khalifah Al Manshur mendirikan Baitut Tholabah untuk orang-orang jenius dan memuliakan mereka. Al Maiz, penguasa Daulah Shanhajiyin, jika mendengar ada alim yang besar maka akan dihadirkan kehadapannya, memenuhi segala kemuliananya, merujuk pada pendapatnya, dan memberinya gaji yang besar. Sultan Al Fatih, jika mendengar alim yang terkena suatu kebutuhan maka beliau akan memenuhi urusan kebutuhan dunianya. Dan banyak lagi contoh lainnya.
Kepedulian pemerintah tidak terbatas pada memperhatikan kehidupan para ilmuwan dan ruang lingkupnya, tetapi juga menyeru para ulama dari seluruh negeri untuk memanfaatkan ilmu-ilmu mereka, membantu memelihara dan menjaga kemaslahatan mereka. Para penguasa Islam memberikan pertolongan kepada ulama dan ilmuwan, meringankan segala keperihan, dan memfokuskan kekuatan mereka untuk menyebarkan ilmu.
Hal ini sangat berbeda dengan apa yang terjadi pada sejarah Eropa. Mereka justru membunuh para ilmuwan, membakar karya mereka, memenjarakan bahkan menghukum mereka dengan berbagai macam cara karena yang diajarkan dianggap bertolak belakang dengan gereja.
c.       Ijazah (Pengakuan/Akreditasi)
Ijazah adalah izin untuk memberikan fatwa dan mengajar. Ijazah adalah ketetapan pusat untuk para pengajar bahwa muridnya mempunyai kapasitas untuk mengajar di halaqoh sendiri, pada bagian ilmu tertentu dari aneka macam ilmu. Ijazah adalah sebuah persaksian kuat yang dihasilkan oleh penuntut ilmu sekarang. Imam Hambali memberi ijazah pada anaknya Abdullah untuk meriwayatkan Al Musnad, pun Sinan bin Tsabit memberikan ijazah dalam ilmu kedokteran kepada murid-muridnya. Ijazah dipakai untuk semua bidang ilmu, baik ilmu agama maupun ilmu sains. Imam Ar-Razai mengatakan dalam Al Hawi, “ Seorang dokter harus lebih dahulu memberikan ijazah kedokteran dalam penjelasan awal. Jika tidak diketahui, maka kami tidak butuh kepada Anda untuk memberikan wewenangnya mengobati rasa sakit”.
Ijazah merupakan kebiasaan terdahulu peradaban Islam yang tiada duanya dalam lintas perjalanan kemanusiaan. Hal ini baru ditemukan pada kuliah dan universitas Eropa lebih dari sepuluh abad kemudian. Ini menunjukkan kebesaran perdaban Islam dan pengaruhnya terhadap aturan modern. Dan sekarang ijazah diberlakukan di seluruh dunia.

0 komentar: