Kamis, 01 Oktober 2015

Sheila, Luka Hati Seorang Gadis Kecil

Judul buku         : Sheila, Luka Hati Seorang Gadis Kecil
Penulis               : Torey Hayden
Penerbit             : Qonita, kelompok Mizan
Jumlah hal          : 475 hal
Genre                : Novel Psikhologi

Torey Hayden adalah  psikolog pendidikan dan guru pendidikan luar biasa yang menghabiskan waktunya untuk mengajar anak anak yang mengalami gangguan mental. Novel beliau mengisahkan tentang perjuangannya di ruang kelas. Namun, bukan untuk menggugah rasa kasihan, ataupun pujian bagi seorang guru. Tidak pula untuk mengundang rasa sedih orang yang hidup dalam kedamaian dan kebahagiaan sebuah keluarga. Apa yang ingin beliau sampaikan adalah bahwa di dalam setiap jiwa manusia, sepahit apapun hidupnya, selalu ada nyanyian kehidupan yang membuat mereka berani menghadapi tantangan hidup. Nyanyian kehidupan yang membuat mereka mampu bertahan.

Kenalan dulu sama murid murid Torey ya..

Murid pertama, Peter, 8 thn, tubuhnya kuat dan tegap, sangat menyukai kekerasan dan suka menyerang. Dan juga sangat membenci sekolah.

Murid kedua, Tyler, 8 thn, perempuan, walaupun sikapnya sangat pemalu, ternyata dia pernah melakukan 2 kali percobaan bunuh diri. Dan di tubuhnya menunjukkan banyak sekali luka bekas parutan yang menjadi saksi ketrampilan aksinya.

Anak ke3 dan ke 4 adalah Max 6 thn dan Fredie 7 thn, keduanya mengalami autisme kekanak-kanakan, suka berteriak teriak sambil mengepak ngepakkan kedua tangannya, atau berbaring di lantai diam tidak bergerak seperti seonggok daging tak bernyawa.

Anak ke 5, Sarah 7 thn. Sebagai anak yang menjadi korban penyiksaan fisik dan seksual, sarah menjadi anak yang pemarah dan pembangkang. dia hanya bicara pada orang yang sudah dikenal.

Anak ke 6, Susanah Joy, 6 thn, anak yang cantik dan bersih. Hal yang menyedihkan bahwa Susanah mengidap scizopren kanak kanak, sering mengalami halusinasi visual dan auditorial, menghabiskan waktunya untuk menangis dan menggerak gerakkan tubuhnya ke depan dan ke belakang. Susanah jarang bicara, kalaupun berbicara, sering tidak ada artinya.

Anak ke 7 dan ke 8 adalah William dan Guilermo, keduanya 9 thn. Mengidap pobia pada air, kegelapan, mobil, alat penyedot debu, debu di bawah tempat tidurnya. Dan tambahan untuk Guilermo, dia juga buta dan pemarah.

Terakhir, Sheila. Murid ke Sembilan. Hadir di kelas Torey sebagai murid tambahan. Karena tidak ada sekolah dan kelas yang bisa menampungnya.
Sheila adalah anak perempuan yang mungil, cantik dan cerdas (skor IQ Sheila di atas 180). Namun, sebuah kejadian di musim dingin, membuat Sheila harus masuk ke kelas Torey. Kejadian yang sangat memilukan dan diberitakan di koran  lokal. Sheila telah mengikat seorang anak laki laki berusia 3 thn pada sebuah pohon di hutan kecil untuk kemudian membakarnya. Entah apa yang ada di kepala Sheila saat melakukan semua rangkaian peristiwa itu. Bersyukur anak yang dibakar masih bisa diselamatkan walau sempat menjalani perawatan sangat intensif di rumah sakit. Polisi tidak bisa memasukkan Sheila ke penjara, sekalipun penjara anak anak, karena usia nya  baru 6 th. Maka kelas Torey adalah pilihan terbaik.Ruang kelas Torey berbentuk panjang dan sempit dengan jendela di ujungnya. Peraturan distrik mengharuskan torey mengajar dengan bantuan 2 asisten, hanya saja, karena anak2 yang diajar torey adalah anak anak yang sangat istimewa maka torey harus puas dibantu oleh Anton, yang belum pernah mendapatkan ilmu pendidikan, dan Whitney remaja usia 14 thn. Dan mereka ber 12 menjalani hari hari yang menakjubkan selama 1 thn pelajaran.

Sejak awal kedatangannya, Sheila sudah menarik banyak perhatian. Menggunakan celana denim terusan, berkaos oblong garis garis yang sudah pudar warnanya, sebenarnya Sheila sangat cantik. Namun sayangnya dia tampak seperti serangga kecil dengan rambut kusut, mata penuh kebencian dan bau menyengat.

Walau berusia 6,5 thn, tubuh Sheila sangat mungil, bahkan tingginya tidak berbeda jauh dengan anak 3 thn yang diikat Sheila di hutan.

Catatan dari dinas sosial, menyebutkan bahwa Sheila tinggal berdua dengan ayahnya di sebuah gubug berkamar 1 di perkampungan migran. Rumah itu tidak mempunyai sarana pemanas, pipa air dan listrik. Ibu Sheila telah meninggalkan Sheila 2 tahun sebelumnya tetapi membawa adik Sheila. Ayah Sheila menghabiskan hampir sepanjang masa kanak kanak gadis kecil itu di penjara atas tuduhan penganiayaan, kecanduan alkohol dan ketergantungan obat. Pengasuhan Sheila berpindah pindah di antara keluarga sebelum akhirnya ditemukan ditinggalkan di pinggir jalan. Saat ditemukan Sheila sedang berpegangan erat pada sebuah pagar pemisah jalur jalan tol. Saat itu Sheila baru berusia 4 tahun, ternyata punya banyak bekas luka dan patah tulang, semuanya akibat penganiayaan. Keterangan di akhir catatan Sheila tertulis: Ketidakmampuan Kronis Menyesuaikan Diri Dengan Masa Kanak Kanak. Kalau ada anak usia 6 tehun yang harus melewatkan masa kanak kanak nya dengan seperti itu dan dia mampu menyesuaikan diri, pasti ada kesalahan yang sangat gila. Saat itu saja Sheila sudah berhadapan dengan polisi 3 kali. Sebuah catatan kecil tertulis: Sheila tidak pernah menangis.

Tidak akan mudah menyayangi Sheila. Perbuatan2 yang dilakukannya telah membuat Sheila menjadi anak yang tidak mudah untuk disayangi. Dan tidak mudah pula mengajarinya. Namun bukan tidak mungkin untuk menjangkaunya. Saat menatap mata Sheila yang penuh kebencian itu, torey melihat seorang gadis teramat kecil yang telah belajar bahwa hidup sesungguhnya tidak menyenangkan untuk siapapun, dan cara terbaik untuk menghindari penolakan lebih lanjut adalah dengan membuat dirinya sebisa mungkin mengesalkan semua orang sehingga tidak akan mengherankan jika dia tidak disayang.

Toreypun menuturkan tiap detil kejadian di ruang kelas yang mereka jalani hari demi harinya. Salah satu hal menarik adalah saat torey mengajarkan sopan santun pada anak2 istimewa ini, dia menggunakan metode Kotak Jin. Saat menenangkan anak yang sedang marah, metode yang dipakai: Kursi Pojok. Kelas diawali dengan nyanyi bersama dan ditutup dengan ngobrol, diskusi. Metode yang paling disukai Sheila adalah saat Torey menggunakan media buku cerita untuk membangun jembatan penghubung ke jiwa Sheila yang sangat kering. Buku ini terus menjadi pegangan Sheila sampai akhir tahun pelajaran.

Pada akhirnya, saat tahun ajaran akan berakhir. Torey juga harus menyiapkan anak2 didiknya untuk berpisah dengan nya dan bersiap bekerja sama dengan guru baru mereka. Akan selalu ada guru dan sekolah di tiap etape tahun kehidupan seseorang. Dan semua rangkaian ini menjadi satu bagian dari nyanyian kehidupan yang dijalani tiap manusia.

Membaca novel ini, memberikan saya lebih banyak ilham untuk mensyukuri apa yang sudah saya dapatkan sampai hari ini. Bahwa hidup saya tidak pernah sepahit hidup Sheila. Mengajari saya bahwa cinta sepenuh hati dapat meluluhkan hati yang sakit betapapun parahnya. Namun cinta saja tidak cukup dibutuhkan metode yang tepat, kesabaran luar biasa dan pengendalian diri yang kuat jika ingin berhasil mengalahkan tantangan hidup.

0 komentar: