Minggu, 30 Juli 2017

RAFILUS



“Rafilus mati dua kali. Kemarin dia mati. Hari ini, tanpa pernah hidup kembali, dia mati lagi. Dia berkaki dua, berjalan seperti manusia biasa, akan tetapi langkah-langkah kakinya menimbulkan derap bagaikan kendaraan berat.”

Pasti akan menemukan sepenggal kalimat pada back cover buku penulis legendaris ini. Budi Darma meminjam suara Tiwar untuk memunculkan sebuah ruang baru. Menjungkar-balikkan ruang.

Rafilus mati dua kali, kemarin mati. Sekarang mati lagi. Manusia besi yang berbalut daging. Benar-benar menemui masanya.

Budi Darma pandai bermain dengan diksi dengan gaya surealisme. Tiwar adalah tokoh yang menciptakan bayangan Rafilus. Melalui cerita opas pos tua yang sering mengirimkan sepucuk surat Pawestri.

Usianya 65 tahun, Munandir namanya. Sering bercerita tentang sosok Rafilus. Baik menemuinya saat mengirim surat dari redaksi. Pun hanya sekedar lewat rumahnya. Tak ayal, tanda tangan Rafilus selalu membuat kertas sobek.

Melalui surat Pawestri, gadis yang dicintainya. Ternyata mencari sosok Rafilus. Pawestri yang sehari-harinya dalam tekanan orangtuanya. Tersiksa oleh sikap bejat ayahnya. Pun ibunya hanya ikut-ikutan saja. Pawestri merajuk ingin bertemu dengan Rafilus.

Pada suatu hari, Tiwar menghadiri acara hajatan salah satu hartawan di Surabaya. Jumarup, namanya. Memiliki banyak pabrik kaos oblong. Mengundang hampir semua masyarakat. Dikenal atau tidak. Termasuk Rafilus turut hadir.

Tiwar melihat sosok Rafilus yang berdiri di dekat patung, rumah Jumarup yang megah. Tapi, tak ada tuan rumah. Ada beberapa orang kesal, karena tamunya diundang lantas dibiarkan. Hanya kamera CCTV, yang seolah mengintai kelakuan tamunya.

Lantas lelaki yang kesal melempar gelas yang disuguhkan pelayan. Gelas terlempar tanpa arah, mengenai kepala Rafilus. Hingga terdengar suara kelontang.

Tiwar, semakin yakin. Rafilus benar-benar manusia besi.

Opas Pos yang sudah uzur, sering bercerita pengalaman semasa menjadi kurir. Dia bertemu dengan seorang keturunan Belanda yang belum pindah ke asalnya, sejak kedatangannya ke nusantara. Bukan orang yang berkulit putih, lelaki yang sering sendiri ini berkulit gelap, rambut yang keriting mengembang.

Van Der Klooning namanya, barangkali dia ayah Rafilus. Mampu memusnahkan nyawa orang dengan satu kali hantaman.

Rafilus tinggal terletak sekitar Jalan Margorejo. Sebelum menuju kediaman Rafilus, terdapat jalan yang menghubungkan ke kota Malang dan Jember. Perlintasan kereta api pun terletak di sana. Jangankan becak, sepeda roda dua enggan sekedar melewati. Lampu peringatan yang jarang berfungsi. Kereta sudah sering melahap kendaraan.

Suatu ketika Tiwar berhasil mempertemukan Pawestri dengan Rafilus. Mereka berkumpul dalam satu mobil yang dikemudikan oleh Rafilus. Tak tahu siapa pemilik mobil itu. Jok mobil sudah usang dan jebol.

Mereka melintas di rel Kereta api yang menanjak. Mobil macet. Sudah banyak orang berusaha mendorong bokong mobil. Namun, tak mampu maju pun tak bisa mundur.

Suara kereta sudah meraung pada rel. Pawestri dan Tiwar menyelamatkan diri. Mobilnya terseret 300 meter. Rafilus ikut tergilas. Badannya utuh. Hanya kepalanya yang menggelinding.

Tak ada yang kenal dengan sosok Rafilus. Tidak ada identitas. Hingga warga menyarankan memakamkan pada kuburan yang murah.

Tetapi muncul sosok tak dikenal, mengurus pemakamannya. Akhirnya Rafilus dibawa ke rumah sakit. Menjalani ritual akhirnya. Akan dimakamkan di pemakaman orang kaya.

Di hari yang sama Jumarup meninggal. Banyak pelayat yang hadir. Ratusan anak yatim yang pernah disantuni oleh Jumarup turut menyemut. Menyulitkan ambulans yang membawa Rafilus untuk bergerak.

Ambulan yang mengangkut mayat, menjadi macet tepat di rel kereta. Kereta kembali melintas. Semua isi ambulans keluar kecuali Rafilus.

Rafilus mati untuk kedua kalinya. Hancur remuk ambulans sementara Rafilus tetap. Hanya kepalanya yang menggelinding. Seolah tak ingin menyatu dengan jasadnya.

~*~

Beberapa catatan Budi Darma, salah satunya mengenai kaum musyrik terhadap hari kebangkitan. Buku ini pertama kali diterbitkan dengan judul yang sama oleh Penerbit Balai Pustaka pada 1988. Kemudian Penerbit Jalasutra, Mei 2008. Terakhir Noura Book Publishing pada Mei 2017.

Bahasanya sederhana, alurnya runtut. Tetapi saya menemukan banyak kebingungan. Novel ini nyaris tanpa dialog.

“Ketidaktahuan adalah siksaan, dan siksaan adalah obsesi. Setiap obsesi mengalami masa inkubasi yaitu saat meledak.” Budi Darma, Juli 1985.

Situbondo, 19 Juli 2017


Judul : RAFILUS 
No. ISBN: 9786023852291
Penulis : Budi Darma
Penerbit: Noura Book Publising
Tanggal terbit: Mei - 2017
Jumlah Halaman: 388
Peresume : Baiq Cynthia

0 komentar: