Jumat, 13 Oktober 2017

Garis Waktu



Pada sebuah garis waktu yang
merangkak maju, akan ada saatnya
kau ingin melompat mundur pada
titik-titik kenangan tertentu. Namun
tiada guna, garis waktu takkan
memperlambat gerakannya barang
sedetik pun. Ia hanya mampu maju
dan terus maju. Dan mau tidak mau,
kita harus ikut terseret dalam alurnya

Garis waktu adalah rangkuman dari tulisan-tulisan penulis yang di tuangkan secara sporadis di berbagai media sosial. Secara kontras pembaca akan cepat memahami bahwa buku ini merepsentasikan peristiwa-peristiwa penting tentang “aku” dan “kamu” terlepas kisah ini fakta atau fiktif semata. Menjadi menarik karena kekata yang dituangkan penuh dengan kesusastraan.

Sesuai judulnya buku ini tersusun runut secara kronologis berdasarkan bulan dan tahun, mengisahkan segala cerita tentang “aku dan “kamu” mulai dari masa perkenalan, kasmaran, patah hati, hingga pengikhlasan. Dan bagi saya, ini salah satu daya tarik buku ini selain karena kata-kata nya yang puitis.

“Jatuh hati tidak pernah bisa memilih.
Tuhan yang memilihkan.
Kita hanyalah korban.
Kecewa adalah konsekuensi.
Bahagia adalah bonus.” (Mei, Tahun Kedua)

“Aku” sebentuk sosok yang terlanjur mengagumi “Kamu”. Agaknya seperti itulah gambaran awal yang saya tangkap dari buku ini. mengisahkan sosok “Aku” yang meski diabaikan berkali-kali tetap berdiri teguh berharap ada secercah harapan yang mungkin nanti akan terkuak. Benar saja, meski sakit dan kecewa berkali-kali, perjuangannya pun bermuara sesuai harapan. “Aku” sempat sebahagia itu. Semangat pagi telah berbeda dari biasanya. Lelah setelah beraktivitas menguap begitu saja. Hanya dengan seulas pesan di ponsel “Apa Kabar?” Sekarang senyum “Aku” tak lagi berpura-pura

“Aku” kemudian harus mereguk pahitnya kehidupan di September Tahun Ketiga. “Kamu” memilih berpaling ke lain hati. Mendua dibelakang namun tetap bermanis di depan. Sandiwara yang terlalu jahat untuk “Aku”. Apa ini balasan atas pengorbanan dan kesetiaannya selama ini?. “Aku” mundur dari sandiwara itu. Memilih pergi lalu bungkam seribu bahasa. Di Oktober Tahun Ketiga “Aku” mencium bau penyesalan disana. Entah karena telah mengkhianati “Aku” atau dikhianati olehnya. “Aku” berhasil mengabaikannya meski di sudut terkecil di hati, nama “Kamu” masih bersemayaman disana.

Tidak ada yang abadi, baik
bahagia maupun luka. Suatu saat
kita akan tiba di titik menertawakan
rasa yang dulu sakit atau
menangisi rasa yang dulu indah

Judul buku : Garis Waktu
Penulis : Fiersa Besari
Penerbit : Media Kita
Cetakan : V 2016
Jumlah hal :210
Peresume : Paramudika H

0 komentar: