Terkisahlah seorang wanita paruh
baya yang memiliki tujuh orang anak. Ummi Aminah, demikian wanita tersebut
dikenal baik oleh keluarga dan khalayak masyarakat. Seorang ustadzah yang
sering muncul di stasiun televisi nasional dan diundang mengisi ceramah di
berbagai tempat di Indonesia. Ummi Aminah memiliki perkataan yang indah karena
selalu menyampaikan Al-Quran dan Al-Hadits dalam dakwahnya. Hanya saja,
kemudahan menyampaikan kalamullah tak
serta merta memuluskan langkah Ummi dan keluarga dalam mengamalkannya. Sabar,
misalnya.
Sebab iman tidak sekedar ucapan
tetapi membutuhkan pembuktian. Lewat duka dan bahagia, iman digoda. Beruntung
bagi siapa saja yang lolos dari godaan iman sehingga naiklah level imannya.
Akan tetapi merugi sekali bagi mereka yang tergoda sehingga iman yang mulia
menjadi terjerembab ke dalam jurang kekufuran. Begitulah Asma Nadia mengemas
kisah Ummi dan keluarganya. Tiap anggota keluarga memiliki kisah yang saling
terkait dan tertuang ke dalam catatan hati masing-masing.
Kisah dibuka dengan suatu
kejadian di pelataran masjid pada sore hari. Seorang pemuda sekaligus putra
yang dicintai Ummi mendadak diseret polisi di depan matanya saat sedang mengisi
ceramah. Belum juga ceramah ditutup, hampir pula pingsan, Ummi Aminah bersama
kedua putrinya meninggalkan masjid dengan taxi untuk menyusul putra paling
sholihnya. Cuplikan kisah pembuka ini menyisakan rasa penasaran karena kisah
dikemas dengan alur flash back.
Sebelum kejadian yang menjadi
klimaks cerita, dibukakan cerita-cerita yang menggambarkan karakter sekaligus
kisah yang melekat pada tiap tokoh cerita. Ada catatan hati Zubaidah, anak
gadis Ummi yang berbadan gemuk, sedikit telmi,
dan genit. Zubaidah memiliki masalah seputar penampilan dan hubungannya dengan
pria. Satu-satunya yang ia banggakan adalah tampangnya yang manis dan rambut
yang indah. Ia sesungguhnya lebih suka tidak pakai jilbab tetapi Ummi sabar
membimbingnya terus: “Dengan berjilbab, kamu menyeleksi lelaki yang akan
mendampingimu nanti”. Zubaidah lantas insyaf bahwa keadaannya mesti disyukuri
bahwa ia masih punya alat indera yang berfungsi dengan baik.
Ada catatan hati Aisyah, kakak
Zubaidah meskipun beda ayah. Aisyah yang penyabar, penurut, dan qanaah ini
menjadi model keluarga yang harmonis dan sederhana bersama Hasan, suaminya.
Kisah Aisyah dan suaminya membuat pembaca belajar bahwa kesabaran dan
kesyukuran adalah buah yang manis dari iman. Kesabaran Aisyah menjadi teruji
ketika istri Umar, abang seayah dengannya sulit untuk didekati. Risma yang
telah dinikahi Umar lebih dari dua belas tahun itu, berambut ikal dan cantik,
sulit berkompromi jika ada keluarga dari suaminya yang hendak meminjam uang. Padahal
janji melunasi tepat waktu selalu ditepati.
Ada catatan hati Zarika yang
membuat saya terenyuh membacanya. Barangkali perjuangannya untuk menikah
menjadi pelajaran berharga para singlelillah.
Rika, demikian Ummi memanggilnya adalah gadis berjilbab modis, tinggi
semampai, cerdas, dan berdedikasi kinerja. Rika adalah kakak Zubaidah yang
paling cantik. Jatuh bangun ia ingin mewujudkan citanya dan cita ummi agar
menikah dengan pria baik agamanya, tidak merokok, dan bertanggung jawab. Tiap
kali cinta hadir, Rika selalu enggan membukanya pada keluarga. Cinta yang
datang sering kali tidak memenuhi kriteria. Susah payah Rika berdamai pada
dirinya dengan menggeser batas idealitas. Tetapi Ummi tidak meridhai. Jika
harus memilih, cinta atau ridha Ummi? Itulah pertanyaan yang menyeruak dalam
benak Rika tiap kali ia menjumpai sisi negatif cintanya.
Pria yang memberikan cinta pada
Rika senantiasa tidak dalam keridhaan Ummi. Mereka di antaranya: Baik tapi
mudah tergoda wanita lain; supel tapi perokok; tidak merokok dan cerdas tapi
tidak seakidah; perhatian tapi sudah menikah. Dari pria yang menyita perhatian
Rika, menjadi ujian baginya sekaligus Ummi.
Jika sebagian orang tua masih
memandang tingkat pendidikan, besarnya gaji, posisi di pekerjaan atau keturunan
keluarga terpandang, penilaian-penilaian itu sudah lama hilang dari pikiran
Ummi dan Abah (hlm. 193). Satu pesan Ummi kepada Rika adalah jangan pernah menikah
dengan yang beda akidah dan mengganggu rumah tangga orang lain. Konflik kisah
Rika seakan membuka luka Ummi yang
berupaya Ummi sembuhkan. Apakah luka Ummi selama ini? Siapa yang akan menikah
dengan Rika di usianya yang sudah matang?
Ada lagi catatan hati Zainal yang
lurus pemikiran dan hatinya tetapi mendapat ujian berat saat istrinya hamil
besar anak kedua. Zainal yang periang dan berakhlah sholih harus ditangkap
polisi. Ummi Aminah tengah diuji untuk memilih: percaya pada perkataan anaknya
atau pada kejadian yang dilihatnya. Kasus Zainal yang mengagetkan Ummi belum
seberapa dengan ujian kesabaran memiliki Zidan yang banci dan berorientasi
seksual menyimpang. Pemuda ini bahkan tidak mendapat tegur sapa dari abah
kandungnya.
Ada lagi catatan hati Umar, anak
tertua Ummi yang sukses finansial dan peduli pada keluarga. Umar diuji dengan
keberadaan istrinya yang hampir 180 derajat berbeda dengan karakter Umar.
Selain Umar, ada catatan hati Ziah, anak paling bungsu yang cerdas dan selalu
menemani Ummi ceramah dari satu tempat ke tempat lain. Ziah adalah wanita yang
kritis dan tidak banyak membuat ulah dalam keluarga sehingga konflik cerita
tidak banyak mengupas kisah Ziah. Hanya saja, karakter Ziah yang teguh
melanjutkan studinya membuat ia mendapatkan beasiswa magister. Terakhir adalah
catatan Abah, suami kedua Ummi yang mengayomi dan sayang pada anak-anaknya
meskipun anak tiri sekalipun. Abah hanya bersikap dingin pada Zidan yang tidak
mengindahkan nasihatnya agar mau bersabar dari ujian Allah untuk meninggalkan
rasa sukanya pada sesama jenis.
Bagi Ummi dan Abah, anak-anak adalah
titipan berupa rizki sekaligus ujian. Walaupun berbagai ujian datang silih
berganti, langkah mereka seirama dan saling menopang. Kalau bukan karena
kesamaan visi di atas keimanan pada Islam, sulit untuk lolos dalam ujian
kehidupan. Sebab, bagi orang beriman ujian ibarat cinta-Nya yang sesaat saja
tersembunyi. Pada akhirnya, buku ini memberikan penyelesaian yang
membahagiakan. Setiap tokoh memiliki titik balik untuk menyadari kekeliruan dan
menatap masa depan.
Selain kisah Ummi Aminah, ada
juga cerita pendek Laras dan ibunya yang memiliki konflik cerita mirip dengan
Zarika: Antara cinta dan ridha Ummi. Saya kemudian menduga-duga boleh jadi
pemuda-pemudi yang sudah berumur tapi belum menikah bukan karena belum mampu
menikah ataupun memiliki orientasi seksual menyimpang. Boleh jadi karena ridha
ummi belum didapatkan. Ternyata tidak sesederhana nyinyiran kita yah.
Astaghfirullahaladzim (kerja lembur bagai quda [mode:on])
Tema tentang ibu menjadikan daya
tarik yang tak lekang oleh zaman. Kalau saja buku ini dibuat lebih panjang lagi
sehingga lebih tebal, saya yakin pembaca akan setia membaca hingga akhir. Seperti
novel-novel Asma Nadia yang terdahulu, akhir cerita selalu happy ending dan itu
membuat sebagian besar pembaca puas. Terakhir, ini bacaan ringan yang sarat
makna.
Penulis : Asma Nadia
Penerbit : AsmaNadia Publishing House
Thn Terbit :
2017 (Cetakan ke-4)
Jml Hal :
xii+235
- – Novi
Trilisiana –
0 komentar:
Posting Komentar