Ketika mendengar
kisah tentang Sang Penakluk Konstantinopel, saya jadi penasaran dan itu terjadi
sudah lama, mungkin tiga atau empat tahun ke belakang. Sampai akhirnya saya
memiliki kisah tentangnya. Tentang seorang pemuda yang sangat ditakuti oleh
para penguasa Eropa di masanya, termasuk Roma. Buku yang ditulis oleh Ustd.
Felix Siauw ini setidaknya mengobati rasa penasaran saya, walaupun sebenarnya
saya masih ingin mengoleksi buku tentang Muhammad Al-Fatih karya yang lainnya.
Awalnya dia
dicemooh, nyinyiran demi nyinyiran datang silih berganti kepadanya. Menapikan
kekuatannya karena dianggap bocah kecil oleh sebagian besar penguasa Eropa.
Untuk kali pertama ia mengemban tampuk kekuasaan Utsmani (h. 44) (setelah
ayahnya wafat Sultan Murad II) diusianya yang masih belia yakni 14 tahun,
bahkan dikalangan para menteri Utsmani juga ada beberapa yang meragukan
kepemimpinannya. H. 45
Tapi semua itu
tidak menciutkan nyali Sang penakluk. Ditangan Syaikh Aaq Syamsuddin ia
bermetamorfosa menjadi seorang yang tangguh, seorang yang dewasa di atas
usianya. Inspirator utamanya adalah Rosululloh saw. Keyakinan utama mengenai bisyaroh Rosul adalah ketataannya kepada
Allah swt., dengan tidak pernah meninggalkan sholat, baik wajib maupun sunnah.
Bahkan ia tidak pernah sekalipun ketinggalan sholat berjamaah. Hal ini sesuai
dengan hadist Nabi yang diriwayatkan oleh HR. Ahmad yang berbunyi: “Sungguh Konstantinopel akan ditaklukan oleh
kalian. Maka sebaik-baiknya pemimpin adalah pemimpinnya dan sebaik-baiknya pasukan
adalah pasukan yang menaklukannya”h. 5
Tiap-tiap tugas
yang ia tugaskan kepada para ghazi
atau prajurit terbaiknya ia lakukan terlebih dahulu. Sehingga para prajuritnya
menjadikan ia teladan sekaligus sebagai pembangkit semangat mereka sebagai
prajurit pilihan Allah yang telah disabdakan oleh Nabi. Bahkan seorang
sejarawan Phillip K. Hitti pernah menulis bahwa “Seseorang akan dianggap gila jika pada tahun ketiga abad ke-7
meramalkan bahwa dalam satu decade kedepan akan muncul satu kekuatan
tersembunyi dan tak terduga dari kawasan semenanjung Arab yang akan
menghancurkan dua kekuatan dunia saat itu, Sassaniyah (Persia) dan Byzantium
(Romawi). Namun, itulah sebenarnya yang terjadi. Setelah Nabi wafat,
semenanjung Arab yang gersang itu tampaknya telah berubah, seperti terkena
sihir, menjadi tempat kelahiran para ksatria yang jumlah dan kualitasnya sulit
ditemukan di tempat lain.” H. 104
Terlepas dari
penyesatan yang telah dilakukan kaum orientalis tentang stigma sejarah Islam,
namun fakta sejarah lah yang berbicara. Bahkan setelah penaklukan kaum muslim
terhadap daerah-daerah kekuasaan membuat daerah tersebut menjadi kian makmur
dan sejahtera terlebih bebas dalam melaksanakan praktik keagaamannya
masing-masing tanpa ada paksaan dari pihak muslim. Konstantinopel contohnya,
selain menjadi Negara adikuasa dimasanya Negara tersebut juga menjadi pusat perdagangan
terbesar. H. 104
Pada abad ke-15,
pasukan Utsmani dapat dianggap sebagai pasukan paling modern dan terorganisir.
H. 109 mengapa dikatakan paling modern di masanya? Karena strategi-strategi
yang mumpuni yang belum pernah diterapkan oleh kekaisaran manapun saat itu
sehingga wajar saja jika program kesultanan Utsmani sampai saat ini menjadi
penyokong ide terbesar secara langsung maupun tidak dalam arti mengakui ataupun
tidak bahwa ide brilliant itu
bersumber dari kesultanan Utsmani terkhusus pada masa Al-Fatih. Memang seperti
apa strateginya itu hingga tak lekang dimakan zaman? Muhammad Al-Fatih 1453 lah
jawabannya.
Menurut Al-Fatih
kunci kemenangan ada dalam 3 hal ini; Mempelajari al-Qur’an, mengamalkannya
dalam perbuatan. Hal utamanya adalah tidak meninggalkan sholat, terkhusus wajib
dan lainnya sunnah pun sholat malam. Dan yang ketiga puasa sunnah. Tak ayal
setengah dari prajuritnya selalu melaksanakan sholat tahajud. H. 110
Konstantinopel,
selama lebih dari 1000 tahun tidak ada yang bisa menaklukan. H. 6. Terakhir
Sultan Murad II terpaksa harus bertekuk lutut kepada Negara yang memiliki
tembok paling perkasa di zamannya. Sudah tak terhitung senjata apapun coba menghancurkan
tembok tersebut, tapi ujungnya adalah pantulan tumpul dari senjata, sekuat
apapun itu. Bila saja bukan karena keimanan dan keyakinan yang kuat akan bisyaroh Nabi mungkin Al-Fatih dan
pasukan akan mundur karena gempuran demi gempuran tetap saja dapat dihalau oleh
prajurit Konstantinopel. Bahkan menurut Halil Pasha, salah satu wazir atau menteri pada saat ini
menganggap perjuangan Al-Fatih untuk membebaskan Konstantinopel adalah
perjuangan yang mustahil. Kekalahan demi kekalahan menimpa pasukan Al-Fatih.
Tak terhitung lagi berapa puluh ribu pasukan yang meninggal akibat lemparan
senjata dari para prajurit bertahan. H. 222
Namun, kenyataan
ini telah diprediksi oleh Al-Fatih bahwa setiap usaha pasti ada rintangan yang
menghadang. Hal itu tak lain menguji keimanan seorang hamba. Dengan langkah
gontai para prajurit yang tersisa kembali ke perkemahan. Namun yang pasti siapa
yang dapat bertahan dialah yang memperoleh kemenangan. H. 156 dan tanpa
disadari tantangan terbesar justru sudah menunggu di depan.
Sultan Mehmed
biasa ia dipanggil tidak dapat memejamkan mata barang sedikit saja. Kegiatannya
di malam hari ia habiskan dengan membaca al-Qur’an dan sholat tahajud. Selain
memikirkan bagaimana caranya agar dapat menggempur tembok Konstantinopel juga
menguasai pertahanan para prajuritnya ia pun harus menghadapi persoalan yang lebih
pelik bahkan yakni gejala tidak baik di kubu internal. Memang sejak zaman Rosul
pun kaum munafik selalu menyertai kaum muslim terlebih sudah jauh-jauh hari
dalil tentang itu tercantum dalam al-Qur’an surat A-Taubah: 47-50. H. 170-171
Sekali lagi yang
membuatnya bangkit adalah pesan dari Sang Guru bahwa sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya. Pesan tersebut kian
menguatkan keimanannya kepada Sang Kholik. H. 177 dan saat yang ditunggu-tunggu
itu tiba. Ketika senja memasuki malam dan bulan menampakkan bentuk sabit sama
halnya dengan bendera muslim. Karena masyarakat Konstantinopel masih kental
akan mistisisme maka mereka menyangka bahwa keburukan sebentar lagi kan menerpa
mereka.
Saat kekuatan
spirit itu full dan siap menerjang
benteng kokoh itu pihak lawan mampu menumbangkan prajurit demi prajurit muslim.
Saking banyak yang terbunuh saat menaiki benteng Konstantine maka yang terlihat
adalah tumpukan manusia dengan darah segar mengalir membanjiri tanah yang
dijanjikan. Dengan tetap mengomando Al-Fatih merasakan betapa pengorbanan itu
teramat dahsyat. Sudah tak terhitung lagi berapa ratus ribu prajurit ksatrianya
tumbang. Belum lagi diperparah dengan prajurit yang terluka berat. Ia tahu
bahwa mereka telah syahid dijalan-Nya
Disaat perjuangan
itu terasa perih ia tetap mengayuh semangat para prajuritnya. Pekikan suaranya
telah menyembunyikan suara tangis dan air mata yang jatuh. Pilihan kita hanya
dua, syahid atau menang. Itulah sepenggal spiritnya kepada para pejuang muslim.
Saat membaca
bagian ini jujur hanya air mata di keheningan malam yang menemani saya.
Pengorbanan itu teramat besar, yang meluluhlantakkan semuanya dalam kepasrahan
kepada janji Allah. Tidak peduli lapar menerpa, sakit yang mengucurkan darah
segar. Hanya perjuangan di jalan Allah tujuan mereka.
Kegentingan mulai
menjalari Sang penakluk, ia menyuruh prajuritnya untuk memanggil Sang Guru agar
menemaninya. Namun prajurit itu kembali sendiri tanpa Sang Guru. Dengan situasi
tersebut Al-Fatih kembali ke perkemahan untuk menemui langsung Sang Guru.
Penjaga tidak memperbolehkannya masuk. Ia tidak menggubris larangan penjaga. Ia
merangsek masuk dan di sana terlihat Sang Guru tengah bersujud lama sekali.
Saat mengangkat kepala matanya sangat sembab oleh air mata. Ya Allah, NabiMu
bukan seorang pembohong dan janjiMu adalah sebenar-benar diatas semua
kebenaran, bebaskanlah Konstantinopel oleh para pejuangMu. Do’a dengan
kepasrahan akut kepada Sang Pemilik Bumi.
Melihat itu,
dengan menahan tangis tanpa berkata-kata Al-Fatih kembali ke medan juang. Dan
disaat yang bersamaan meriam yang dilemparkan ke tembok akhirnya runtuh dan
meninggalkan lubang menganga yang besar sehingga dengan mudah para prajurit
muslim merangsek masuk bak air bah. Dan seketika pihak musuh terkepung. Lalu
bagaimana dengan masyarakat Konstantine?, kemudian nasib rajanya? Biarlah
Al-Fatih 1453 yang menjawabnya.
Al-Fatih
menginjakkan tanah Konstantine pertama kali di Hagia Sophia, sebuah gereja orthodox
yang kemegahannya tak tertandingi di masanya. Di sana banyak masyarakat sipil,
anak-anak, pendeta, dan perempuan. Mereka menampakkan wajah takut dan tegang
saat melihat Al-Fatih masuk. Tangisan yang terdengar dalam keheningan. Al-Fatih
melangkah mendekati perempuan yang menggendong seorang anak. Tampak di wajah
perempuan kengerian yang kan menimpanya, ia mencoba mundur perlahan berharap
tidak terbaca. Al-Fatih semakin mendekat, ia lalu menjulurkan tangan kanannya
dan membelai pipi sang anak. Sang anak tersenyum padanya dengan dibalas senyum
oleh Al-Fatih.
Al-Fatih memangku
sang anak dan kembali mendekati pintu ke luar. Lalu ia mengucapkan kata-kata
yang tidak pernah terbayang sebelumnya oleh mereka yang berada di Hagia Sophia.
Memang kata-kata apa yang diucapkan oleh beliau? Jawabannya, selamat membaca.
Judul : Muhammad Al-Fatih
1453
Penulis : Utsd. Felix Siauw
Penerbit, th.
Terbit : Al-Fatih Press, cet. 10, 2016
Hal : 320 hal.+ xxvi
ISBN :978-602-17997-0-3
September 2017
- Isaimamiqi -
0 komentar:
Posting Komentar