Minggu, 02 Agustus 2015

Konsistensi Menyongsong Kematian Husnul Khatimah



Judul                : Konsistensi Menyongsong Kematian Husnul Khatimah
Penulis             : M. Anis Matta, Lc
Penerbit           : Fitrah Rabbani, 2006
Tebal Buku      : 101 Halaman




Assalamu’alaikum wr.wb. Mhon maaf kepada semua, terutara mas Deri.. hhee.. jadwal resume bulan ini ngaret hampir 2 kali lipat waktunya, insya allah bulan depan tepat waktu. Buku ini sudah lama ada di deretan buku, dan salah satu alasan meresume ini, karena bukunya tipis,,, hehe... ditambah lagi moment abis puasa, biar tetap konsisten ibadahnya,, J

Awal buku ini menjelaskan tentang hakikat kematian, bahwa kematian adalah sesuatu yang pasti akan menjemput manusia, namun secara umum pembicaraan tentang kematian bukanlah sesuatu yang menyenangkan. Bahkan naluri manusia cenderung ingin hidup seribu yahun lagi. Sebagaimana dilukiskan Al-Quran: “Dan sungguh kamu akan mendapati mereka seloba-loba manusia kepada kehdupan (di dunia), bahkan (lebih loba lagi) dari orang- orang musyrik. Masing-masing mereka ingin agar diberi umur seribu tahun, padahal umur panjang itu sekali-kali tidak akan menjauhkan dari siksa. Dan Allah mengetahui apa yang mereka kerjakan.” (Q.S. Al-Baqarah:96).

Banyak faktor yang menyebabkan orang takut akan kematian. Ada orang yang takut mati karena ia tidak mengetahui apa yang akan dihadapinya setelah kematian, mungkin juga karena merasa bahwa yang dimilikinya sekarang lebih baik dari apa yang akan dimilikinya nanti. Ada juga karena membayangkan betapa sulit dan pedih pengalaman mati dan sesudah mati, mungkin karena khawatir memikirkan atau prihatin terhadap keluarga yang ditinggalkan atau karana tidak mengetahui makna hidup dan mati, dan lain sebagainya sehingga mereka merasa cemas dan taku menghadapi kematian. Dari sini lahir pandangan-pandangan optimis dan pesimistis terhadap kematian dan kehidupan.

Islam sebagai tuntutan hidup manusia mengajarkan bahwa ada kehidupan sesudah kematian. Kematian adalah awal dari suatu perjalanan panjang dalam evolusi kehidupan manusia, dimana selanjutnya ia akan memperoleh kehidupan dengan segala macam kesenangan atau berbagai ragam siksa dan kenistaan.

Dalam mengingat kematian ini, Imam Al-Ghazali membagi manusia kepada tiga tingkatan. Pertama : Al-Munhamik, yaitu orang yang tenggelam dalam tipu daya dan hawa nafsu dunia. Ia tidak mengingat kematian dan enggan untuk diingatkan orang tentang kematian. Dan manakalah diingatkan justru akan menjauhkannya dari Tuhannya. Orang seperti ini kurang mempersiapkan bekal untuk menghadapi kematian bahkan justru bergelimang dosa dan maksiat.

Kedua: At-Taib, yaitu orang yang selalu bertaubat memohon ampunan dari Allah. Iapun banyak mengingat kematian yang mendorongnya beramal dan mempersiapkan bekal. Kalaulah ia tidak menyukai kematian, tidak lain karena khawatir bekal yang dipersiapkannya belum cukup sehingga dala kondisi demikian ia takut menghadap Allah.

Ketiga: Al-Arif, yaitu orang yang mengetahui posisi dirinya di hadapan Allah. Ia senantiasa mengingat kematian, bahkan ia selalu menanti saat kematian itu. Karena baginya kematian adalah momentum perjumpaan dengan Allah, Dzat yang selama ini dicintainya dan dirindukannya dan ia memiliki bekal dan persiapan penuh untuk menghadapi kematian.

Ada beberapa tanda-tanda Husnul Khatimah : 1). Ketika wafat mengucapkan kalimat syahadat, 2). Saat wafat dahinya berkeringat, 3). Wafatnya terjadi pada malam jum’at atau siangnya, 4). Mati syahid, 5). Meninggal di medan tempur dalam memperjuangkan agama Allah, 6). Meninggal disebabkan wabah kolera, 7). Wanita meninggal saat melahirkan, dan 8). Orang yang meninggal saat melakukan amalan shalih.

Yang menjadi catatan penting adalah, jangan sampai kita terobsesi dengan amalan-amalan yang kita lakukan, sehingga terkadang akan mendegradasi nilai-nilai yang harusnya kita dapatkan, dan hendaklah senantiasa kita bermunajat kepada Allah swt, agar senantiasa memberikan keistiqomahan kepada kita, senantiasa konsisten menyongsong Husnul Khatimah, karena waktu penentuan kategorinya adalah di akhir hidup kita, kita masih ingat kisah seorang pembunuh yang telah membunuh 100 orang lebih, namun hanya karena 1 langkah kakinya lebih banyak menuju niat tobat, maka dia masuk surga, jangan sampai 1 hari terakhir kita merusak 50 tahun kita. Wallahua’alam. (Medan, ILT, 2015)

0 komentar: