The Geography of Genius Part 4 & 5
(Silicon
Valley)
Iphone,
benda kecil nan ajaib digenggaman kita adalah bukti kejeniusan modern yang
datang dari kota kecil bernama Silicon Valley. Sama halnya dengan Facebook,
Google, microchip dll. Betapa semua hal tersebut mengubah dunia menjadi teramat
canggih, seakan tidak ada jarak yang terlalu jauh dan tidak ada hal yang
terlalu sulit.
“Tempat
kelahiran wilayah teknologi tinggi pertama di Dunia” begitulah gelar untuk kota
kecil ini. Menengok pada sejarahnya, kejeniusan di Silicon Valley dimulai
dengan adanya perusahaan radio, yang pada jamannnya merupakan teknologi canggih
pengubah dunia, benar saja, alat yang mampu menangkap gelombang tak kasat mata
dan mengirim informasi dari jarak jauh sangat berguna bagi banyak hal. Setelah
tenggelamnya kapal Titanic waktu itu, kongres mengharuskan semua kapal
menggunakan radio. Keberadaan radio tidak terlepas dari teknisi brilian, Lee de
Forest yang bekerja dengan cemerlang dan menghasilkan penguat dan osilator
tabung pertama, yang pada akhirnya tidak hanya digunakan pada radio tetapi juga
alat elektronik lainnya. Dia meyebutkan bahwa “kerajaan tak kasat mata, tidak
berwujud, tetapi sesolit granit” dan dia sangat menyukai pekerjaanya.
Stanford
University dibawah kepemimpinan Freed
Terman ikut andil dalam Silicon valley. Pada 1951, Terman membangun Stanford
Industrial Park, dia bermaksud menyatukan ilmu pengetahuan dengan aplikasi
dunia nyata. Ide yang sangat, berbeda brilian dan kontroversial waktu itu.
Masa
depan, ide, dan optimisme adalah hal yang berkeliaran disetiap atom Silicon
Valley. Bebeda dengan tempat genius yang lain, tempat ini terlahir modern dan
tidak ada tempat untuk masalalu. Masa depan adalah orientasi orang-orang yang
sukses dan yang akan sukses disini. Untuk mendukung hal tersebut dibutuhkan
ide, yang bukan hanya sekedar ide, tapi ide yang cemerlang dan berpengaruh,
oleh sebab itu ide terus berjalan dan menguak disini.
‘Optimisme
brutal’ ungkapan warga setempat. Ide yang cemerlang yang akan berpengaruh di
masa depan harus segera dilakukan, dengan optimisme yang (sangat)
kuat.ketidakberhasilan suatu ide akan terus direvisi, disempurnakan, dilakukan
lagi, gagal, coba lagi hingga berhasil. Keberhasilan sama dengan kegagalan
bertaburan disini. Jasa angkutan mobil van untuk pindahan laku keras untuk
mengangkut barang-barang dari perusahaan yang entah bangkrut atau berpindah
ketempat lain. Tidak mudah memang tinggal dan berusaha di Silicon Valley,
tekanan Steve Jobs dan Mark Zukerberg terlalu tinggi. Semua pendatang disini,
hingga mahasiswa teknik Stanford pun memiliki tekanan berlomba-lomba
menciptakan sesuatu yang akan berpengaruh.
Daya
tarik Silicon Valley sebenarnya adalah Silicon Valley itu sendiri. Tempat ini
terbentuk dan berkembang pesat dengan orang-orang jenius (baca: jenius kreatif)
dan segala hal di dalamnya. Seperti halnya dengan (aktivitas) tertawa, jenius
itu menular. Disini tempat komunitas kreatif dan futuristik berkumpul, hal ini
otomatis menciptakan atmosfir yang berbeda dari tempat lain di manapun di
dunia.
Hampir
satu abad Silicon Valley mencapai masa kejayaannya. Seperti Kota Jenius sebelumnya,
masa keemasan akan berakhir di satu titik karena ketika sesuatu sudah berada
dititik puncak tidak ada jalan lain untuk tetap berjalan selain turun ke bawah.
Arogansi umumnya adalah penyebab dari keruntuhan. Tidak ada yang tahu kapan
Silicon Valley akan mengalami masa itu, ketika arogansi menjadi dominan, dan
budaya perlahan lenyap.
The
geography of genius part 5
(Kolkata)
The man who know the infinity adalah salah satu film holliwood yang mengangkat cerita tentang seorang jenius matematika yang berasal dari India, Srinivasa Ramanujan. India, kususnya Kolkata adalah satu-satunya kota selain Huangzou di China yang menjadi tempat para jenius di Asia. Antara 1840-1920 perkembangan pengetahuan sangat pesat disini, seni, sastra, sains dan agama. Kreativitas mengalir deras pada masa itu ditandai dengan penggunaan sidi jari untuk penyelidikan kriminal pertama kali, dan kepemilikan sistem pembuan gandan lampu gas. Bahkan orang india adalah pemenang Nobel Pertama di Asia, Rabindranath Tagore.
Kekacauan kota Kolkata tidak jauh berbeda dengan Kolkata yang sekarang. Namun tidak membuat penduduknya menjadi sama kacaunya. Manusia memiliki anugerah berupa kemampuan adaptasi. Orang india bisa berfikir dan berbicara dengan baik dipinggir jalan yang ramai atau diruangan dengan musik yang kencang. Mereka mendengar semua itu, tapi hal tersebut bukan menjadi suatu masalah. Di Kolkata kekacauan dan kegilaan memiliki iramanya sendiri. Selain itu kekacauan memiki basis neurologis. Neurolog Walter Freeman melakukan penelitian tentang reaksi otak terhadap kekacauan, berdasarkan penelitiannya, otak kitam embutuhkan kekacauan untuk memproses infromasi baru. Penelitianini cukup bebarti dan menjelaskan bahwa kekacauan (sebenarnya) bukan sebuah jurang dalam seperti yang selama ini kita ketahui, melainkan sebuah jembatan bagi seseorang untuk mendapat informasi baru. Orang jenius berkolaborasi dengan kekacauan.
Cerita kegeniusan Kolkata tidak akan ada tanpa kehadiran Inggris waktu itu. Bangsa Inggrislah yang awalnya memberikan pengetahuan kepada masyarakat dan masyarakat mengakulturasinya. Masyarakat Kolkata menghadapi dua dunia, dunia mereka dan barat dengan segala perbedaan kulturnya namun mereka bergerak pada keduanya, mereka disebut sebagai otak Indo-Barat. Selain Bangsa Inggris, seperti yang kita ketahui, Hindu dianggap bukan hanya sekedar agama dengan menjalankan kewajiban, tetapi menjadi kultur yang mengalir disetiap diri mereka. Seperti yang dialami Ramanujan dan Bose, mereka mendapat intuisi terhadap masing-masing Sains yang mereka geluti. Agama Hindu dan pengetahuan tidak bisa dipisahkan, bahkan Ralph Hallman seorang professor filsafat menulis jurnal dengan judul “Toward a Hindu Theory of Creativity” (1971). Hal ini disebabkan adanya mitologi hindu tentang dewa-dewa yang membentuk pola piker tertentu bagi penganutnya. Seperti yang dicontohkan bahwa Brahma melihat dunia sudah ada disana, hal ini diartikan seperti orang kreatif yang melihat apa yang tidak orang lain lihat dan menyadari banyak hal. Ramanujan mendapatkan rumus matematika kompleks hingga memecahkan rumus partisi dari intuisi, begitupun Bose memberikan satu dosis kloroform kebongkahan Platina, dia meyakini bahwa zat yang lembab pada titik tertentu, hidup, dan ini tertulis pada jurnal fisikanya saat dia mengikutinya di Paris.
Kini bara api keemasan telah meredup, namun tetap masih hangat. Kolkata penghasil buku terbanyak kedua setelah London, toko buku bertebaran dimana-mana, bahkan 1 orang dapat mengoleksi ribuan buku. Meski kini Kolkata tidak secerah dulu, kejeniusan yang sempat singgah disini akan tetap menjadi cirri khas yang dikenang dan dipelajari setelah nya.
Judul : The Geography of Genius
Pengarang : Eric Winer
Tahun : 2016
Penerbit : Qanita
0 komentar:
Posting Komentar