Senin, 09 Juni 2014

Health Behaviour and Health Education (Theory, Research, and Practice) 4th Edition



Judul Buku: Health Behaviour and Health Education (Theory, Research, and Practice) 4th Edition
Penulis: Karena Glanz, Barbara K. Rimer, K. Viswanath
Penerbit: Jossey-Bass A Wiley Imprint
Jumlah halaman: 14 halaman (1 chapter)


Pekan lalu (karena pekan ini jatah saya besok), saya belum sempet ngelanjutin mbaca buku utama pemikat hati hadiah dari Allah melalui seseorang #eaaa (apa sih?), The Miracle of Endorphine. Sebenernya ini bentuk dari belum nemunya saya, akan waktu yang tepat dan ajek untuk mbaca dan ngeresume (malah curhat). Ada yang bisa ngasih saran? Kalo nge-ODOJ kan udah ada jadwalnya, kalo mbaca and ngeresume belum nemu yang oke. Anyway, saya pekan lalu itu akhirnya fokus membaca pesenan bahan translate-an dari mahasiswi Kedokteran Gigi tentang kesehatan. Nah, saya akan resume salah satu bagian dalam buku tersebut. Semoga pada paham, karena saya ndak begitu paham sebenernya. :p

Bagian yang saya baca mengenai teori-teori komunikasi terkait kesehatan. Ternyata bidang kesehatan juga membahas tentang teori terbaik yang harus digunakan di media, dalam berkampanye untuk meningkatkan kesehatan publik secara umum. Hebat. Keren. Ada 4 perspektif yang mempengaruhi efek media yang diberikan ke masyarakat: (1) gap pendidikan, (2) pengaturan agenda kampanye di media, (3) penelitian tentang penanaman isu di masyarakat, dan (4) komunikasi tentang resiko mengenai kesehatan ke masyarakat.

GAP PENDIDIKAN/PENGETAHUAN
Dulu orang secara umum berpendapat bahwa sebuah permasalahan mengakar yang terjadi di masyarakat bisa diselesaikan dengan memberitahu masyarakat melalui media. Padahal hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberitahuan melalui media tidak efektif, karena masyarakat dengan level pendidikan yang lebih tinggi, biasanya tau lebih banyak isu dibandingkan dengan masyarakat berlevel pendidikan rendah. Hasil penelitian ini dirangkum dalam the Knowledge Gap Hypothesis oleh Tichenor, Donohuem dan Olien (1970). Mereka menyatakan bahwa informasi yang diberikan media hanya akan melestarikan gap pendidikan yang ada dalam masyarakat. Yang level pendidikannya tinggi jadi tambah tau, sedangkan yang level pendidikannya rendah, nggak bakal banyak tau juga. Hipotesis ini tentu menarik perhatian kaum intelektual dan pembuat kebijakan.

Namun gap pendidikan ini bukannya nggak bisa diperkecil. Menurut Viswanath dan Finnegan (1996), ada beberapa faktor yang bisa memperkecil gap pendidikan di masyarakat akan daya serap informasi mengenai kesehatan, antara lain:

Faktor Konten Dan Saluran Masuknya Informasi

Masyarakat yang terbiasa mengakses informasi dari media cetak biasanya memiliki level pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan mereka yang mengakses informasi melalui televisi. Hal ini bisa diakali dari penyebaran informasi melalui media televisi, karena biaya aksesnya yang lebih terjangkau. Tapi  tidak sampai di sini saja, pemberian informasi ini juga harus dibantu dengan diskusi interpersonal.

Konflik Dan Mobilisasi Sosial

Gap pendidikan akan berkurang jika ada konflik sosial atau mobilisasi komunitas lokal terjadi, karena ini akan memantik masyarakat untuk mengadakan diskusi-diskusi interpersonal.

Struktur Komunitas dan Pluralisme

Studi menunjukkan bahwa gap pendidikan akan lebih mungkin muncul di komunitas-komunitas yang skalanya besar dan bersifat lebih plural dibandingkan dengan pada komunitas berskala kecil dan tidak terlalu plural.

Faktor-Faktor Motivasional

Sebagian peneliti (Ettema dan Kline, 1977) menyatakan bahwa gap pendidikan sebenarnya tidak harus dikaitkan dengan perbedaan dari level pendidikan formal yang kurang atau tingkat ekonomi, namun lebih ke motivasi diri, minat dan sejenisnya. Hal ini didukung oleh hasil studi yang melaporkan bahwa pengaruh gabungan antara pengetahuan dengan variabel individual (minat, motivasi) lebih besar dibandingkan gabungan pengetahuan dengan pendidikan. Tapi bukti berlawanan juga ada dalam studi kampanye kesehatan lainnya yang menyatakan bahwa diantara orang-orang yang termotivasi, mereka yang berpendidikan lebih tau banyak tentang diet dan nutrisi dibandingkan dengan mereka yang kurang berpendidikan.

Pengaturan Agenda

Penulis zaman dulu berpendapat bahwa apa-apa yang ditampilkan media akan membentuk opini publik. Namun penulis di zaman sesudahnya menambahkan bahwa media memang membentuk opini publik, namun publik juga memberikan pengaruh akan apa yang dimuat media dengan yang tidak. Media masa kini tidak hanya menyampaikan isu di media untuk memberi tahu, namun media juga mengatur cara penyampaian isu sehingga bisa mengatur, tidak hanya opini, melainkan juga cara pandang publik terkait isu tertentu. Hal ini didukung dengan simbol-simbol, gambar-gambar, cara penyampaian yang digunakan media dalam mem-blow up sebuah isu ke masyarakat. Penelitian media terkini menambahkan dua buah konsep dalam pengaturan agenda media, yaitu framing dan priming.

Studi Tentang Penanaman isu

Studi ini memperhatikan dampak media massa terhadap persepsi realitas publik. Televisi sebahai media visual yang terjangkau menjadi perubah persepsi masyarakat yang paling hebat. Peneliti menyatakan bahwa interaksi tinggi dengan televisi seringnya membawa masyarakat untuk menganggap dunia tv sebagai hal yang nyata. Televisi sangat baik dalam menanam persepsi muluk-muluk terhadap dunia nyata.

Ada 2 tipe penelitian terhadap studi penanaman ini, yang pertama adalah analisis sistem pesan dari tv ke publik. Hasil studi panjang menunjukkan bahwa  hasil pelacakan konten kejam di tv, ditemukan rata-rata 5 aksi kekerasan setiap jam dalam program prime-time dan 20 aksi kekerasan pada program weekend sianghari. Peneliti juga melacak komposisi gender, umur, etnis dan pekerjaan yang sering mucnul di tv. Menurut data mereka, di dunia pertelevisian, jumlah laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan, kaum muda dan warga senior kurang terwakili, sedangkan kaum profesional dan personil penyelenggara hukum lebih terwakili.

Tipe penelitian kedua adalah analisis penanaman isu. Peneliti menyatakan bahwa interaksi tinggi terhadap tv akan meberi efek pada persepsi penonton akan realita sosial. Mereka yang lebih sering nonton tv, akan lebih merasa bahwa dunia ini kejam dan menakutkan, padahal sebenarnya tidak seperti itu. Akhirnya mereka jadi sulit mempercayai orang lain, jadi lebih takut menjadi korban kejahatan, padahal hasil statistik kejahatan tidak sebegitunya.

Jadi para peneliti studi penanaman isu menyatakan bahwa pengaruh penanaman ppersepsi dari tv ke publik bergantung kuantitas interaksi tv dengan si penonton. Selain itu, faktor umur, gender, lingkungan tempat hidup, pendidikan juga mempengaruhi. Peneliti saat ini mengembangkan penelitiannya pada efek-efek penanaman persepsi game-game online dan dunia virtual terhadap dunia nyata pengguna.

Komunikasi Mengenai Resiko

Pada dasarnya studi komunikasi memeriksa efek-efek media terhadap pengetahuan, kepercayaan dan perilaku publik. Komunikasi yang dilancarkan media terkait resiko yang berhubungan dengan kesehatan masyarakat, intinya harus bisa merubah perilaku masyarakat. Contoh kasus kesuksesan komunikasi resiko ini terjadi di Afrika, yaitu pada kasus AIDS. Komunikasi ini sukses karena dalam proses komunikasi, juga dimasukkan nilai sosial di dalamnya.

Penggunaan Terencana Media

Ada 2 kategori penelitian dan aksi yang mengaplikasikan teori komunikasi untuk mempromosikan perilaku kesehatan ke masyarakat. Pertama, fokus ke efek-efek interaksi harian dengan media, terhadap perilaku kesehatan publik. Misalnya dampak interaksi anak muda terhadap kegiatan merokok di film-film, atau kekhawatiran berlebih terhadap kekerasan di media.

Kedua adalah efek-efek penggunaan terencana media untuk mencapai perilaku-perilaku kesehatan dan hubungannya dengan kampanye media. Hal ini sudah dilakukan oleh the American legacy Foundation dalam mengkampanyekan pengurangan penggunaan tembakau di kalangan anak muda. Mereka menggunakan marketing tandingan berupa iklan-iklan peringatan terhadap tipuan dan praktek-praktek marketing industri tembakau ayang agresif, dengan gaya anak muda.

Kerangka Berita

Kerangka berita juga sangat penting dalam kampanye kesehatan bagi publik. Banyak media yang menyampaikan informasi isu atau permasalahan kesehatan tidak dari keseluruhan kerangka masalah yang ada. Misalnya kasus obesitas anak di Kalifornia. Banyak media yang menyampaikan bahwa kesalahan ada gaya hidup individu dan orang tua yang bersangkutan. Padahal, ada faktor-faktor lain yang mendukung obesitas ini dan tidak disampaikan media umum, antara lain sekolah-sekolah yang bekerja sama dengan vendor fast food untuk menghemat pengeluaran konsumsi sekolah, pemerintah yang kurang mensubsidi sekolah sehingga bisa menyediakan makanan sehat yang terjangkau, dsb.

0 komentar: