Sabtu, 09 Mei 2015

Shirah Nabawiyah (Perang Uhud)







Judul                     : Shirah Nabawiyah (Perang Uhud)
Penulis                  : Syaikh Shafiyyurahman Al-Mubarakfuri
Penerbit                 : PUSTAKA AL KAUTSAR
Tebal Buku            : 584 hlm 




Perang Uhud merupakan perang yang muncul atas dasar dendam para kaum Quraisy terhadap kaum Muslimin atas kekalahan mereka dalam Perang Badr sebelumnya, atas banyaknya pemimpin dan pemuka-pemuka Quraisy yang terbunuh, dan atas banyaknya tawanan perang oleh kaum Muslimin. Hampir semua kaum Quraisy sangat bersemangat dalam melakukan persiapan untuk melancarkan perang terhadap Kaum Muslimin. Tak ayal, pemimpin-pemimpin Quraisy, yakni Ikrimah bin Abu Jahl, Shafwan bin Umayyah, Abu Sufyan bin Harb dan Abdullah bin Abu Rabi’ah, tidak tanggung-tanggung berhasil mengumpulkan seribu onta dan seribu lima ratus dinar dalam waktu singkat. Mereka juga menghimpun pasukan perang sebanyak-banyaknya dari berbagai macam kabilah. Dalam kurun waktu satu tahun, pemimpin-pemimpin Quraisy merasa telah siap untuk segera melancarkan perang terhadap kaum Muslimin di Madinah.
Dalam strategi perang Rasulullah, Beliau memiliki mata-mata yakni Al Abbas bin Abdul Muthalib yang masih menetap di Makkah dan siap melaporkan pergerakan sekecil apapun yag dilakukan oleh kaum Quraisy. Sampai akhirnya berita kaum Quraisy yang telah siap dengan pasukannya sampai ke Rasulullah segera ditanggapi dengan melakukan perembugan dengan para pemuka Muhajirin dan Anshar. Berdasarkan Majelis Permusyawaratan antara Rasulullah, para pemuka Muhajirin dan Anshar, serta para sahabat, diputuskanlah lokasi perang akan berlangsung di luar kota Madinah, walaupun sebelumnya sempat ada perselisihan antara para sahabat dan Rasulullah yang ingin melancarkan perang di dalam kota Madinah. Tapi atas dasar permusyawaratan, Rasulullah mengikuti mufakat forum Majelis.
Selanjutnya adalah strategi perang diatur, penjagaan dalam setiap titik di Madinah dilakukan, semua kaum Muslimin sadar akan kondisi Madinah yang sudah dalam siaga satu, tidak seorang pun lepas dari senjatanya untuk menghadapi segala kemungkinan yang akan terjadi, pembagian pasukan dalam kelompok-kelompok telah dibagi sedemikian rupa, bahkan inspeksi pasukan pun dilakukan oleh Rasulullah. Seperti pasukan atau prajurut yang terlalu muda dan dinilai belum mampu turun untuk ikut berperang, dan beberapa pasukan atau prajurit yang turun ikut berperang bukan atas dasar Lillah, seperti kaum-kaum Munafik, yakni Abdullah bin Ubay yang ikut masuk menjadi Pasukan dengan tujuan untuk menurunkan mental para pasukan yang berangkat atas iman kepada Allah.
Salah satu strategi defensif yang Rasulullah rancang adalah formasi pasukan dalam Perang Uhud ini. Salah satunya yang khas dan menjadi identik dari Shirah bagian Perang Uhud ini adalah pembagian tugas yang membariskan satu detasemen yang terdiri dari pemanah ulung di atas bukit, sebelah selatan Wadi Qanat, yang kemudian hari dikenal dengan nama jabal Rumat. Satu detasemen ini ditempatkan dengan perintah militer yang cukup tegas, yakni adanya sabda Rasulullah kepada para pemanah tersebut bahwa, “ Lindungilah punggung kami. Jika kalian melihat kami sedang bertempur, maka kalian tak perlu membantu kami. Jika kalian melihat kami telah mengumpulkan harta rampasan, maka janganlah kalian turun bergabung bersama kami.” Bahkan, dalam riwayat Al-Bukhari disebutkan, Beliau bersabda, “Jika kalian melihat kami disambar burung sekalipun, maka janglah kalian meninggalkan tempat itu, kecuali ada utusan yang datang kepada kalian. Jika kalian melihat kami dapat mengalahkan mereka, makan janganlah kalian meninggalkan tempat, hingga ada utusan yang datang kepada kalian.” Sabda Rasulullah tersebut menunjukkan bahwa posisi para pemanah adalah sangatlah penting dalam salah satu strategi defensif perang yang telah disiapkan oleh Rasulullah.
Akan tetapi, Allah berkehendak lain, ketika pasukan kaum Muslimin telah hampir menang dan mampu memukul muundur para kaum Quraisy. Para pemanah melanggar perintah militer Rasulullah untuk tidak pernah turun dari bukit sampai ada utusan yang menyampaikan izin. Para pemanah telah tergabur dalam kenikmatan dunia, turun untuk memungut harta rampasan perang yang berserakan dimana-mana. Hal ini membuka peluang bagi kaum Quraisy untuk memukul balik kaum Muslimin. Peluang emas ini dipergunakan oleh Khalid bin Al Walid, dan dengan cepat dia mengambil jalan memutar hingga tiba di belakang pasukan Muslimin. Khalin bin Al Walid menyerang pasukan Muslimin dari arah belakang dan anggotanya berteriak nyaring agar kaum Quraisy kembali mengepung pasukan Muslimin dan mengepung mereka dari arah depan dan belakang hingga terjepit. Keadaan Perang Uhud berubah total. Pasukan Muslimin dalam keadaan kritis termasuk Rasulullah dalam melawan serangan pasukan Quraisy. Tapi, disinilah Allah menguji hamba-hamba-Nya yang mana turun berjihad, perang melawan kaum Quraisy atas dasar iman dan hamba-hamba-Nya yang turun berjihad karena gengsi terhadap kaumnya, atau atas dasar pertimbangan kaumnya.
Kurang lebih 75 pasukan Muslimin syahid di jalanNya, termasuk paman Rasulullah, Singa Allah, Singa Rasulullah, yakni Hamzah bin Abdul Muththalib. Terbunuhnya Hamzah menjadi kesedihan yang sangat mendalam di dalam diri Rasulullah. Begitu juga atas para sahabat yang meluap akan keimanan didalam diri.
Ternyata pembacaan strategi perang Rasulullah yang luar biasa menjadikan Beliau berpikir untuk menjadikan Madinah benar-benar telah aman akan serangan yang mungkin datang dari Pasukan Quraisy. Akhirnya Rasulullah memutuskan untuk mengusir Pasukan Quraisy. Bersama para sahabat, Rasulullah manuju ke posisipasukan Quraisy dalam melakukan pertempuran kembli, yang dikenal dengan Perang Hamra ‘ul Asad. Perang ini bukan perang yang berdiri sendiri, tetapi merupakan bagian dari Perang Uhud dan kelanjutannya.
Keinginan Abu Sufyan untuk menjarah habis kaum Muslimin di Madinah sebelumnya tidak berani ia lakukan dan memutuskan untuk tidak melanjutkan pertempuran. Ini menunjukkan bahwa pasukan Quraisy belum berhasil menimpakan bencana dan kerugian yang besar kepada pasukan Muslimin, bahkan bisa dikatakan mereka gagal mewujudkan cita-cita untuk memusnahkan pasukan Muslimin.
Secara singkat, bisa dikatakan antara pasukan Quraisy dan pasukan Muslimin berada dalam posisi yang seimbang dalam Perang Uhud ini. Pastinya, dalam putaran kedua pasukan Quraisy memang telah lebih unggul dan lebih bisa menguasai keadaan daripada pasukan Muslimin, sementara jumlah korban pasukan Muslimin juga lebih banyak dan lebih parah, yakni terbunuh dalam syahidnya dengan jumlah sekitar 75 orang, sedangkan pasukan Quraisy hanya 20-37 orang. Tetapi semua ini belum cukup bagi kita untuk beranggapan bahwa ini sudan mencerminkan kemenangan bagi pasukan Quraisy. Karena, pada dasarnya pasukan Muslimin telah menang dalam keimanan mereka kepada Dzat Yang Maha Ahad, Allah.

0 komentar: