Minggu, 02 September 2018

Fiqih Sunah Jilid 2


Masih meresume salah satu bab dari seri kitab Fiqih Sunah, kali ini pilihan saya jatuh pada bab munakahat atau masalah-masalah yang berkaitan seputar pernikahan. Salah satu pokok bahasan terpanjang pada buku Jilid 2.

Membuka pembahasan ini, ustadz mengungkapkan firman Allah pada surat Adz Dzariyat ayat 49, Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah. Demikianlah, bahwa tujuan dari diciptakannya suatu pernikahan adalah agar seseorang semakin dekat pada Allah, agar tampak kekuasaan dan kekuatan Allah, agar seseorang semakin mudah bertemu dengan Allah, agar seseorang semakin mengingat kebesaran Allah.

Sehingga sebelum membahas detil segala sesuatu menyangkut pernikahan ini, pembaca diajak merenungi apa saja hikmah diciptakannya pernikahan.

Beberapa hadits yang disebut pada buku ini menunjukkan bahwa dalam Islam, menikah adalah salah satu cara agar anak keturunan Adam dapat bahagia, menikah adalah keuntungan yang baik, menikah adalah sebaik-baik kesenangan. #jadi sebahagia apapun pengakuan para jomblo, sebenarnya mereka tetap belum merasakan kebahagiaan yang sejati.

Dari pernikahan, seorang manusia akan dilatih rasa tanggung jawabnya, akan muncul naluri  kebapakkan atau keibuannya.  Menikah akan memunculkan naluri mendidik, melindungi, mengasuh, dan pada akhirnya memunculkan naluri menafkahi, dan menghebatkan kemampuan untuk mencari nafkah. Maka benarlah firman Allah “menikahlah, jika ia miskin, akan Aku kayakan”, surat An Nur ayat 32. Siapa yang mau kaya, menikahlah, demikian kesimpulan sederhananya.

Bahkan menikah disebut sebagai ibadah yang lebih wajib didahulukan daripada menunaikan ibadah haji. Karena manfaat berhaji hanyalah bertambahnya keimanan pada diri sendiri, sementara menikah membawa manfaat pada lebih banyak orang. Setelah termotifasi menikah, maka masuklah pada pembahasan kriteria memilih suami dan istri.

Hal yang menarik perhatian saya adalah bahwa pembahasan memilih calon  istri lebih banyak daripada pembahasan memilih calon suami. Kriteria calon suami hanya disebutkan “nikahilah putrimu dengan lelaki yang takut pada Allah, jika mencintainya, ia akan memuliakannya. Dan jika ia tidak menyukainya, ia tidak akan menzaliminya”.

Bersikap hati-hati dalam menikahkan sang buah hati harus sangat dilakukan, sebagaimana sabda Nabi: “siapa yang menikahkan buah hatinya dengan lelaki fasik,  berarti ia telah memutuskan hubungan kekeluargaannya”.  Dari hadits ini tersirat, menikahkan atau mencarikan jodoh sang putri si buah hati adalah tugas dan tanggung jawab wali/orang tua si wanita.

Sementara wanita dinikahi karena 4 hal, yaitu kecantikannya, keturunannya, kekayaannya dan karena agamanya. Jika tidak ada ke-empatnya, maka nikahilah wanita karena agamanya. Dikatakan dalam hadits lainnya, wanita yang agamanya baik tidak akan membuat jatuh miskin.

Rasulullah saw mengungkapkan ciri-ciri  wanita sholih yang layak dinikahi, yaitu: cantik menurut suaminya, patuh dan berbakti pada suaminya serta taat menjaga amanah suaminya.  Dalam riwayat yang lain, wanita yang sholih adalah wanita yang subur dan besar rasa sayangnya pada anak-anak.

Rasulullah saw, mengungkapkan “wanita paling baik yang menunggang kuda adalah wanita-wanita Quraish yang sholih. Mereka lebih menyayangi anak yang ditinggal mati ayahnya semasa kecil dan lebih pandai menjaga harta suaminya”. Hal ini beliau ungkapkan ketika pinangannya ditolak seorang wanita Quraish dengan alasan: saya punya anak yang banyak.

Hal lainnya yang tak kalah penting ketika memilih calon suami atau istri adalah perlunya memperhatikan kesenjangan yang tidak terlalu besar. Ketika Abu Bakar serta Umar hendak meminang Fatimah, Rosulullah menolak dengan alasan Fatimah masih terlalu kecil. Namun Rosul menerima pinangan Ali dan menikahkannya.

Demikianlah, memilih calon suami berarti memilih calon pemimpin dalam keluarga, pemimpin sebuah generasi. Dan sebaik-baik pemimpin adalah yang taat pada agamanya serta besar takutnya pada Allah. Sementara istri memiliki fungsi sebagai pemberi ketenangan pada suami, menjadi ladang yang subur bagi suaminya. Istri merupakan belahan jiwa suaminya, pemimpin rumah tangga suaminya, tempat penyimpanan rahasia suaminya, pakaian bagi suaminya serta ibu atau sekolah yang utama bagi anak-anak suaminya.

Menikah adalah ibadah yang dilakukan bersama sama antara suami dan istri, namun dengan pembagian tugas yang berbeda.

Setidaknya itulah pondasi dasar bab pernikahan dalam kitab Fiqih Sunnah ini. Adapun beragam permasalahan pokok lainnya terkait munakahat ini, juga diuraikan secara detil, yang akan lebih enak dibaca sesuai kebutuhan permasalahan yang dihadapi.
^^^^
Judul Buku : Fiqih Sunnah Jilid 2
Penulis        : Sayyid Sabiq
Penerbit      : Al Itishom

-          Trisa -

0 komentar: