Senin, 10 September 2018

Hari Anjing-Anjing Menghilang



Hari anjing-anjing menghilang merupakan salah satu judul cerpen dalam buku kumpulan cerpen pilihan kampus fiksi emas 2017 karya Umar Affiq. Cerpen ini mengisahkan kejadian di Jakarta pada Mei 1998. “Jakarta kelam” masyarakat luas menyebutnya begitu. Saat itu, saya masih duduk di bangku SLTP kelas 7.

Pertengahan Mei sembilan-delapan. Jakarta berlari melintasi mimpi buruk yang belum juga usai. Pintu-pintu tertutup, jalanan menjadi semacam koridor tanpa ujung yang terus menerus menjerat orang-orang lemah dan lengah. Manusia adalah karya tuhan yang paling sewenang-wenang, bahkan kepada sesamanya sendiri. Tak ada jalan keluar. Tak ada messiah yang mampu menggugurkan kemelut, tidak juga Marie (halaman 192).

Dunia semakin gila, dan tak ada yang bisa dilakukan manusia. Manusia bisa apa jika jumlah mereka yang berjuang kalah banyak dari mereka yang menyerang? Manusia bisa apa jika pkirannya dimasuki setan-setan beringas, binatang paling buas dengan polah yang kasar? Manusia bisa apa jika kemanusiaan diletakkan begitu saja, sedangkan kebencian yang mengendap di bawa permukaan kemudian dilepaskan di mana-mana seperti virus jahanam? Aku tidak tahu manusia bisa apa, selain larut dalam ketakutan dan kesedihan (halaman 255).

Bermula dari kejengahan rakyat pada masa orde baru. Di mana kekuasaan seakan menjadi candu yang mengasyikkan. Dan rakyat merindukan hadirnya pemimpin baru. Harga yang meroket membuat rakyat meringis. Demonstrasi terjadi di mana-mana. Orang-orang bermata sipit dan berkulit putih pucat menjadi tumbal.  Penjarahan mewarnai jakarta semakin kelam. Bahkan manusia kehilangan rasa kemanusiaannya. Pemerkosaan pada wanita terjadi di mana-mana.

Kalau kamu datang lebih awal, kamu akan tahu bahwa pelaku penjarahan bisa digerakkan dengan sebuah provokasi yang pintar. Provokasi yang memanfaatkan setitik rasa kecemburuan sosial akibat kesenjangan penghidupan (halaman 134). Seorang wanita dipaksa turun dari bus yang dinaikinya, oleh sekelompok massa. Bus itu dibakar. Semua penumpang dimintai uang. Tidak ada uang banyak di dompet wanita itu (halaman 143).
Efek trumatis terjadi. Tidak hanya pada korban, tapi juga pelaku kerusuhan. Seperti seseorang yang berkepribadian ganda. Dia seakan memasuki dimensi lain. Dimensi yang memisahkan dirinya dengan kenyataan.
Anak bungsunya diam. Mereka berdua menunggu penjelasan.

Ibunya benar, semalam lelaki tua atau ayahnya itu tidak bermimpi karena ia memang tidak tidur. Semalam pada tiga dini hari, ketika anak bungsunya sedang sibuk menerjemahkan buku, ia melihat ayahnya ke luar rumah, berjalan bolak-balik di teras rumahnya, menjatuhkan diri, bangkit lagi, menjatuhkan diri lagi, berjalan bolak-balik, menjatuhkan diri  (halaman159).

Seperti itu. Berulang-ulang. Anaknya mendekati dan mencoba menenangkan ayahnya yang meracau pelan. Lelaki tua itu mengatakan tiga hal; maaf saya sudah membakar, maaf saya sudah memperkosa, maaf saya sudah mengambil barang yang bukan milik saya (halaman 160). Selain menyerang perempuan bermata sipit dan berkulit putih pucat, pengacau itu juga menyerang laki-laki. Sebagaimana yang dialami oleh Nyo. Dia kehilangan ayahnya di hari yang sama dia kehilangan anjing-anjingnya. Tidak hanya itu. Yang dialami lebih parah.

Si Kopet mendekat. Hal yang tak terbayangkan oleh Nyo, mereka menelanjangi dirinya, melepaskan celanya Nyo yang setengah basah dan pesing, membiarkan burung Nyo yang kecil semakin kecil berkerut karena takut, terpampang. Si Kopet mengeluarkan pisau. Ia menyemprotkan sesuatu ke burung emprit Nyo lalu dengan cepat memenggal paruh burung emprit itu. Satu-dua darah menetes. Burung pipit itu menunjukkan kepala sesungguhnya. Dan prosesi selesai (halaman 269).

Buku ini seakan melukiskan kondisi Jakarta yang teramat sangat mengerikan. Banyak sekali kata-kata kasar dan umpatan di dalamnya. Seperti ; sial. Bangsat. Tengik! Bajingan! (halaman 37), maka buku ini lebih cocok dibaca oleh mereka yang dapat mengambil esensi sebuah buku, bukan sekadar membaca tanpa review.

Beberapa cerpen memiliki kesalahan ejaan, seperti pada halaman 34, kata kaos apakah yang dimaksud adalah chaos? (kaos ini cepat sekali menyebar, seperti api, seperti cemburu, menjangkiti siapa saja layakya virus ganas.)
Buku ini layak dibaca bagi mereka yang duduk minimal di bangku kelas menengah atas.


Penulis        : Umar Affiq dkk
Judul           : Hari Anjing-Anjing Menghilang
Penerbit      : Diva Press
Cetakan      : Pertama, 2017
Halaman     : 312 halaman
ISBN           : 978-602-391-406-7

-          Susi Ummu Fatih -

0 komentar: