Minggu, 02 September 2018

Simbiosa Alina (kumpulan cerpen)


Kali ini saya meresume kumpulan cerpen yang saya kenal dekat dengan penulisnya, dan pernah ngerjain proyek bareng saat kuliah dulu. Pernah juga menjadi narsum di bincang bintang Indonesia Membaca beberapa tahun lalu.

Sekilas dari judul, kumcer ini mungkin terinspirasi dari cerpennya SGA dengan tokoh utama bernama Alina. Ya, memang benar. Tapi sebenarnya bukan itu yang ingin saya munculkan. Kumcer ini membawa nafas yang kurang lebih sama dengan cerpen SGA tersebut. Romantis, puitis, liris, dan penuh dengan keindahan. Suatu konsepsi premis yang sedang nge-trend sekarang ini.

Meski kebanyakan cerpennya bergenre romantis, ada pula diselipkan sisi jenakanya. Tentu tidak secara eksplisit, namun tetap dapat dinikmati. Sering saya tersenyum simpul kala membaca beberapa cerpen di buku ini.

Simbiosa Alina terdiri dari 20 cerpen yang diporsikan rata ke dua orang penulis yang karakter penulisannya amat berbeda. Mari bahas cerpen yang dikedepankan oleh Sungging Raga terlebih dahulu. Membaca tulisan Sungging, artinya kita harus menyiapkan diri menyelam ke dalam dunia baru, dunia dengan perpaduan dunia nyata dan imajinasi yang terkadang memaksa otak untuk bekerja ekstra memahaminya. Cerpen Sungging, kadang tak terlalu banyak dialog. Kebanyakan berupa untaian naratif panjang yang menjelaskan percakapan. Namun, kesan saya, konsepsi seperti inilah yang justru membius alam pikiran pembaca, untuk diam sejenak, menerawang dan menghayati benar apa yang terkandung dalam ceritanya.

Meski begitu, di beberapa cerpennya juga terselip kisah-kisah dengan premis sederhana nan manis. Sungging Raga sangat lihai mengolah diksi. Kisah yang dituturkan sebetulnya sederhana, tetapi sifatnya yang humoris, mampu membuat kisah-kisahnya menjadi romantis sekaligus menggemaskan.
Inilah salah satunya dari cerpen “Slania”:

“Asalkan bersamamu, Slania, kita kita tak perlu ke mana-mana lagi.”
“Tapi, kadang aku bosan.”
“Besok kubawakan akuarium biar tidak bosan.”
“Aku ingin ke Garahan, makan pecel.”
“Aduh, kamu seperti wanita hamil yang lagi ngidam. Permintaanmu susah-susah.”
“Terus?”
“Kubelikan telur puyuh saja bagaimana?”
(Cerpen “Slania”, Sungging Raga)

Tidak perlu kata-kata gombal untuk menyujuhkan hal yang romantis. Percakapan di atas adalah sesuatu yang sederhana, namun sekaligus juga romantis. Jika anda pernah membaca trilogi novel Dilan karya Pidibaiq, seperti begitulah kira-kira kesan yang akan dibangun.

Cerita favorit saya, “Senja di Taman Ewood” dan “Sebatang pohon di Loftus Road” yang bercerita tentang pengorbanan cinta dan kerelaan menunggu. Sungging buat saya, sungguh cerdas memainkan perasaan para pembaca. Selidik punya selidik, cerpen yang disebut terakhir kemudian dibalas oleh Bernard Batubara (Ben) di Kumcernya “Jatuh Cinta adalah Cara Terbaik untuk Bunuh Diri”. Namun saya lupa apa judul cerpen Ben yang dibuat untuk membalas cerpen “Sebatang Pohon di Loftus Road” ini.

Ada cerpen yang berjudul “Bangku, Anjing dan Dua Anak Kecil” yang membuat pembaca berpikir keras untuk membedakan antara kejadian nyata dan khayalan. But as I said before, cerpen-cerpen Sungging Raga di buku ini memiliki benang merah dengan sisi jenaka yang terselip di antara ceritanya.

Mari saya kutipkan sedikit:
Sekarang Anjing melihat bangku itu melamun. Tentu saja, sepasang anak kecil yang duduk di atasnya pun akan menghadap ke arah matahari merah yang tak lagi menyilaukan. Dua anak itu tidak akan ke mana-mana lagi, sebab mereka diciptakan dan dikehendaki oleh halusinasi si bangku tua agar selalu berada di sana dan tidak berpindah sedikit pun sampai senja selesai.

Berulang kali membayangkan hal itu, anjing tersebut menggeleng-gelengkan kepalanya.

Saya tidak akan terlalu banyak untuk membahas cerpen-cerpen karya Pringadi. Beberapa cerpennya di buku ini, sudah pernah saya baca sebelumnya. Hampir semua cerpennya berkisah tentang cinta yang berakhir tidak seperti yang diharapkan. Presentasi premis dalam cerpen-cerpennya juga minim variasi. Hanya saja saya harus akui bahwa sisi puitis beliau sangat-sangat memukau. Anda akan menjumpai cinta berakhir tidak seperti yang diharapkan pada hampir semua cerpen-cerpennya. Hanya cerpen yang berjudul “Mi Querido” yang berbumbu perselingkuhan dan karakterk aneh dan “Malam di Cataluna” yang sedikit ada sisi humor di dalamnya.

Ini kumpulan cerpen yang dibaca saat senja di sore hari, sembari menyeruput secangkir secangkir teh atau kopi. Memandang sekawanan burung yang riang berlarian. Untuk kemudian di tiap akhir cerpen ditutup dengan gerakan menerawang ke langit sambil bergumam ‘tragisnya’. Atau mungkin malah membuat anda merasa bahwa tragedi itu adalah pengalaman anda sehari-hari.

Judul           : Simbiosa Alina (kumpulan cerpen)
Penerbit      : PT. Gramedia Pustaka Utama
Penulis        : Pringadi Abdi Surya dan Sungging Raga
Jml Hlm      : 189 (20 cerpen)
Th terbit      : 2014

- Deri IM -

0 komentar: