Selasa, 17 Maret 2015

STOP MENJADI GURU



Judul                      : STOP MENJADI GURU
Penulis                   : Asep Sapa’at
Penerbit                 : Tangga Pusaka
Tahun Terbit         : 2012
Kategori                : Pendidikan
  



Buku STOP MENJADI GURU adalah potret pendidikan Indonesia, ada bagian yang membanggakan, memalukan, atau malah memilukan. Banyak kisah heroik dari para guru yang ditugaskan di pelosok Nusantara dan penuh dedikasi tinggi mengemban misi: mencerdaskan generasi masa depan bangsa. Namun, tidak sedikit pula guru yang hanya menjadikan guru sebagai mata pencaharian atau malah menjadi ‘hamba’ sertifikasi. Secara tidak sadar, itu sama saja mencoreng corp pendidik. (Sapa’at, 2012).
Buku yang ditulis oleh Asep Sapa’at ini tidak hanya mengisahkan perjuangan menjadi guru teladan yang mencintai profesi guru, lebih dari itu, buku ini mengajak para guru Indonesia untuk merefleksikan makna guru, mengapa menjadi guru dan pantaskah kita menjadi guru. Dalam buku ini dipaparkan beberapa kisah perjalanan beberapa guru inspiratif dalam melaksanakan kecintaan akan profesi guru dan ajakan berupa inspirasi dan persepsi untuk mengenali jati diri keguruan yang sesungguhnya.
Sebut saja Erin Gruwell, penulis The Freedom Writer, sosok guru kreatif dan inspiratif yang telah mengubah hidup para siswanya lewat aktifitas menulis. Tantangan terbesar dalam kariernya adalah harus menghadapi para siswa dari kalangan multietnis, terlibat dalam gangster, peredaran narkoba dan terlibat dengan masalah sosial lainnya. situasi kelas sangat tidak kondusif. Setiap siswa, satu sama lain, mudah sekali terlibat konflik, baik di dalam maupun diluar kelas. Tidak mudah, beliau sempat mengalami penolakan tapi kecintaannya akan murid-muridnya akhirnya mengantarkannya menjadi guru idola yang mampu membuat siswa-siswanya mematuhi peraturan serta berkeinginan untuk belajar. Tidak sekedar menjadi guru yang mengajar, lebih dari itu, beliau memasuki dunia siswa-siswanya dan menawarkan solusi bagi permasalahan yang mereka hadapi.
Ada juga ibu Siti Waliyati, seorang guru sekolah dasar di SDN 8 Langkahan, Aceh Utara, sebuah pedalaman yang sangat jauh dari kota. Dicapai dengan akses jalan berliku dan berbatu, berlumpur  di musim hujan dan berdebu di musim kemarau. Beliau menggeluti profesi guru tanpa risau dengan status guru honorer serta bergaji sangat kecil tapi tetap menunjukkan profesionalisme sebagai seorang guru yang mencintai profesinya. Melalui sebuah perlombaan inovasi media pembelajaran, terlihat daya inovasinya yang luar biasa. Bukan dengan bahan-bahan yang harus dibeli, melainkan hanya dengan barang-barang bekas dan benda-benda alam, beliau mampu menciptakan media pembelajaran yang kreatif, inovatif dan berguna.
Itulah yang disebut guru. Mengajar dan mendidik tanpa batas, tidak terbatasi fasilitas dan tidak terbatasi oleh uang sebab kreatifitas dapat menjangkau sebagian besar dari apa yang dibutuhkan dalam proses pembelajaran. Jika masih ada yang mengeluh tak dapat mengajar maksimal karena alasan jarak apalagi gaji, maka mereka sesungguhnya belum siap atau mungkin tidak mau siap untuk menjadi guru.
Menjadi guru bukan berarti menjadi sumber ilmu, melainkan fasilitator dalam menemukan pengetahuan. Oleh karena itu, jangan pernah berhenti belajar jika ingin menjadi guru. Guru yang hebat akan bangga jika mampu mencetak siswa yang lebih hebat atau unggul dari dirinya. Dia akan terlecut untuk terus meng-up-grade diri dan ilmunya. Bukan sebaliknya, berpuas diri dengan kemampuan yang dimiliknya. Wahai para guru, mari kita tunjukkan bahwa kita adalah guru hebat itu yang bisa mengubah Indonesia yang lebih baik.

Reviewed by: Jayanti

0 komentar: