Minggu, 01 Maret 2015

ENSIKLOPEDI KELUARGA SAKINAH 03



ENSIKLOPEDI KELUARGA SAKINAH 03
Muhammad Thalib



II.        Jalan Cinta Mempelai Perempuan

1.    Taat pada Perintah Suami
Dua golongan yang shalatnya tidak melampaui kepalanya, yaitu seorang hamba yang lari dari tuannya sampai ia kembali kepada mereka dan seorang ostri yang mendurhakai suaminya sampai ia taat” || HR. Thabrani dan Hakim

Dalam hadits tersebut, posisi istri yang mendurhakai suaminya disejajarkan dengan seorang budak yang lari dari tuannya, bahwa mereka tidak akan mendapat pahala atas shalatnya walaupun shalat yang dilakukannya sah.

Dalam hadits yang lain, riwayat Ibnu Asakir dan Abu Nuaim dijelaskan bahwa Rasulullah menyejajarkan istri yang menaati suaminya dalam hal-hal yang benar dengan kedudukan orang-orang yang mati syahid, para shiddiqin, serta para nabi di surga kelak. Ciri-ciri istri yang menjadi ahli surga yang dicantumkan dalam hadits tersebut antara lain: (1) istri yang besar cintanya kepada suami, (2) melahirkan banyak anak, (3) taat penuh kepada suaminya yang apabila dimarahi oleh suaminya ia kemudian datang kepadanya dengan meletakkan tangan di atas suaminya seraya berkata. “ saya tidak mau makan sebelum engkau ridha kepada saya”.

Oleh karena itu, mempelai perempuan hendaklah menyadari bahwa Allah telah menetapkan fitrah berkuasa dan memerintah pada suami. Suami akan sangat senang jika perintahnya ditaati dan dihargai.

2.    Memprioritaskan Kepentingan Suami
“Dari Aisyah, ia berkata ‘ Saya bertanya kepada Nabi SAW: ‘Siapakah yang paling besar haknya kepada seorang wanita?’ sabdanya. “Suaminya”. Aku bertanya pula: ‘Siapakah yang paling besar haknya kepada seorang laki-laki?’ Sabdanya, “Ibunya” “|| HR. Bazzar dan Hakim

Dalam hadits tersebut terrungkap jelas bahwa yang harus diutamakan kepentingannya oleh seorang istri adalah suaminya. Sebaliknya, orang ynag harus mendapat perhatian besar dari seorang anak laki-laki adalah ibu kandungnya.

Dijelaskan dalam buku ini mengenai wanita yang tidak memedulikan keperluan suaminya, justru akan merugikan dirinya sendiri. Ia akan mudah sekali mencari perhatian dari wanita lain yang dapat mengisi kekosongannya (dalam buku dijelaskan dengan contoh nyata). Sebaliknya, bila istri mampu memperhatikan dan mengutamakan keperluan suaminya, inshaa Allah akan tercipta rumah tangga harmonis.

3.    Mitra Baik dalam Melayani Kebutuhan Seksual Suami
“Dari Abu ‘Ali Thalaq bin ‘Ali, sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda: “ Bila seorang suami memanggil istrinya untuk memenuhi kebutuhan (seksual)nya, hendaklah ia penuhi sekali pun ia sedang di atas cerobong yang tinggi” || HR. Tirmidzi dan Nasa’i

Maksud hadits di atas ialah bahwa seorang istri harus memenuhi kehendak suaminya untuk melakukan hubungan biologis, sebab masalah pemenuhan kebutuhan seksual sangatlah mendasar dan termasuk dalam skala prioritas utama, bahkan memiliki pengaruh kuat terhadap sejumlah permasalahan dalam membina rumah tangga.Pelayanan biologis yang oleh perempuan dianggap sebagai hal sekunder, tidak begitu menurut laki-laki. Bahkan daya tarik utama yang membuat laki-laki mau mengambil seorang wanita menjadi istrinya adalah pada sex-appeal –nya (iyakah? –“). Inilah hikmah yang terkandung dalam hadits tersebut.

Kiranya istri memahami bahwa pelayanan hubungan biologis kepada suami mempunyai nilai ibadah dan sekaligus pemenuhan tuntutan kesehatan seksual mereka berdua. Setiap istri wajib tahu bahwa penundaan pelayanan biologis suami juga dapat menimbulkan gangguan psikis seperti marah, jengkel, dan perilaku tidak tenang. Suami yang tertolak pelayanannya bisa jadi menempuh jalan tidak halal seperti ke tempat pelacuran atau bar.

4.    Agar Suami Taat Beragama
“.. Hendaknya seseorang di antara kalian menjadikan hatinya bersyukur (kepada Allah), lisannya selalu berdzikir (menyebut nama Allah), dan mengambil istri yang beriman yang dapat membantu kepentingan akhiratnya.” || HR. Ibnu Majah. Tirmidzi,dan Ahmad.

Dalam hadits tersebut dijalskan bahwa memilih istri sholihah adalah salah satu keutamaan dari tiga keutamaan, sehingga dapat membantunya melaksanakan perintah-perintah agama sehingga kelak berbahagia dan selamat di akhirat. Istri harus memperhatikan tanggung jawabnya untuk mengingatkan suami dalam melaksanakan kewajiban agamanya. Istri harus menyadarkan suami yang sibuk dengan urusan dunia dan kemewahan.

Amaliah yang patut diperhatikan menyangkut: (1) Akidah, berkaitan dengan masalah keyakinan mutlak kepada Allah. (2) Ibadah, berkenaan dengan tata cara ritual sebagai pernyataan praktik pengakuan ketauhidan Allah, dan (3) Akhlak, yaitu tingkah laku dan sikap terpuji.
Istri tidak boleh berpangku tangan menyaksikan tingkah laku suami yang bertentangan dengan agama. Para istri patut bercermin kepada Zainab binti Muhammad ketika mengingatkan suaminya Abu Ash bin Rabi’ agar segera masuk Islam ketika suaminya tersebut masih berpegang kepada kemusrikan.

5.    Turut Memantau Kerja Suami
“Sesungguhnya tidaklah berkembang daging yang tumbuh dari yang haram, melainkan nerakalah yang lebih patut baginya” || HR. Tirmidzi

Selain pada hadits di atas, dijelaskan pula pada QS. Al Maidah: 62, bahwa mencari rizki dengan cara yang haram sangat dibenci Allah. Para istri hendaknya mengetahui asal-usul uang belanja yang diberikan oleh para suami. Istri tidak boleh merasa segan atau malu bertanya kepada suaminya mengenai asal-usul uang atau kekayaan yang diberikan kepadanya. Bukan berarti karena tidak mempercayai kejujuran suaminya, akan tetapi untuk menjadi kontrol bagi suaminya agar tidak terjerumus mencari nafkah haram. Hendaknya istri melakukan dengan lembut sehingga suami tidak tersinggung perasaannya. Istri dengan berani harus memastikan bahwa setiap tegut air dan suap nasi yang dimakan keluarganya menyelamatkannya dari api neraka.

6.    Turut Menjaga Kehormatan Suami
dari Muadz bin Jabal r.a dari Nabi Saw beliau bersabda: “Seorang Istri yang menyakiti suaminya di dunia ini, kelak pasti istrinya dari kalangan bidadari akan mengatakan ‘Janganlah Engakau sakiti dia, karena Allah akan membinasakan kamu. Dia berada di sisimu untuk sementara dan hampir-hampir ia akan berpisah dari dirimu untuk berkumpul dengan kami’” || HR. Ibnu Majah, Ahmad, dan Tirmidzi.

Dalam hadits tersebut, menyakiti yang dilarang adalah baik secara konkret maupun abstrak. Menyakiti secara abstrak misalnya dengan merusak kehormatan atau nama baik suami. Menyakiti secara konkret (secara fisik) misalnya ketika marah melempar piring kepada suami.
Apabila istri kecewa dengan sikap buruk/kejelekan akhlak suami, yang hendaknya dilakukan adalah dengan memberi nasehat dan mengarahkan ke jalan yang benar, serta merahasiakannya dari orang lain (sekali pun dari pendengaran bapak ibu kandung suaminya). Larangan ini sesuai dengan QS. Al Hujurat: 12.Sebagaimana ditegaskan pula dalam QS. Al Baqarah: 187 bahwa istri dan suami layaknya pakaian satu sama lain, maka sebagai pakaian ia harus setia menutup badan pemakainya sehingga tidak terlihat cacatnya. Terlebih dalam suatu hadits riwayat Ahmad disebutkan bahwa barang siapa menutupi aib saudaranya yang muslim, maka Allah kelak pada hari kiamat akan menutupi aibnya.
Istri harus mengetahui hal-hal yang dapat merusak kehormatan suaminya sehingga dapat menghindarinya. Apabila tanpa sengaja istri berbuat demikian, maka ia harus meminta maaf kepada suami dan bertaubat kepada Allah. Ia harus selalu sadar bahwa akibat perbuatan tersebut adalah dibinasakan Allah.
Perbuatan yang termasuk mengkhianati suami diantaranya:
a.    Mengijinkan laki-laki bukan mahram ke rumah tanpa ijin suaminya.
b.    Berbelanja dengan uang suami tanpa ijin
c.    Membiarkan rumah kotor

7.    Amanah Menjaga Harta Suami
Dari Watsilah, ia berkata: “Rasulullah Saw bersabda: ‘seorang istri tidak dibenarkan mempergunakan sedikit pun hartanya sendiri sebelum diizinkan oleh suaminya”’ || HR. Thabarani dan Ibnu Asakir

Rasulullah Saw bersabda : “Sebaik-baik istri yaitu yang menyenangkan ketika kamu lihat, taat kepadamu ketika kamu suruh, menjaga dirinya dan hartamu ketika kamu pergi.” || HR. Thabarani

Hadits pertama menegaskan bahwa suami adalah pemimpin keluarga yang segala sesuatu yang dilakukan istri memerlukan ijin suami, termasuk membelanjakan hartanya sendiri. Namun, suami muslim yang baik tentu tidak akan menyalahgunakan kesempatan ini untuk menghalangi kebutuhan istri.
Hadits kedua menjelaskan bahwa setelah menikah, tidak otomatis yang dimiliki suami menjadi milik istri. Istri tidak diperkenankan menghambur-hamburkannya tetapi berkewajiban menjaganya.

8.    Bukan Sosok yang Memberatkan Suami
“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu: ‘ Jika kalian menginginkan kehidupan dunia dan perhiasannya, marilah supaya kuberikan kepada kalian mut’ah (pesangon) dan aku ceraikan kalian dengan cara yang baik. Jika kalian menghendaki (keridhaan) Allah dan RasulNya serta (kesenangan) di negeri akhirat, sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa yang berbuat baik di antara kalian pahala yang besar” || QS. Al Ahzab : 28-29

Ayat di atas menunjukkan bahwa setiap isri menginginkan hidup yang berkecukupan, bahkan mewah. Bahkan istri Rasulullah pun demikian. Tetapi Rasulullah diperintahkan menceraikan jika mereka masih berlaku demikian.
Ayat ini merupakan rujukan untuk setiap istri untuk menahan diri dari dorongan menuntut kemewahan.
Istri yang menuntut melebihi kemampuan suaminya dapat memicu perbuatan buruk suaminya, misalnya korupsi.
Istri hendaknya tahu persis kemampuan memberi nafkah suaminya kemudian mengukur permintaan sesuai kemampuan suami. Akan lebih baik jika istri mempunyai permintaan yang lebih ringan dibanding kemampuan suami. Suami yang menemukan istri yang mencukupkan dengan apa yang ada akan semakin besar cinta dan kemesraannya kepada istrinya.
Istri hendaknya selalu menghayati hari akhirat sebagai landasan menempuh kehidupan dunia, sehingga tidak terperosok pada godaan duniawi.

9.    Agar Suami Betah di Rumah
Rumah tangga hendaklah diciptakan dengan suasana penuh kesenangan, kebahagiaan, dan ketentraman bagi penghuninya.
Hal yang dapat dilakukan adalah:
a.    Menampakkan wajah yang dapat menyenangkan hati suaminya (senyum dan wajah berseri-seri)
b.    Menciptakan suasana  rumah tangga yang hangat, harmonis, romantis, dan ceria
Seorang istri hendaknya berlapang dada dan berpikran jernih agar selalu dapat menghadapi suaminya dengan wajah berseri

10. Sebuah Rumah Tangga yang Teratur
Dalam suatu hadits riwayat Bukhari disebutkan bahwa  istri merupakan wakil suami dalam mengurus segala kepentingan rumah tangganya. Istri bertanggung jawab mengelola dengan baik rumah tangganya, tidak hanya mengelola belanja ang diberikan suami bagi kepentingan keluarganya, tetapi juga keamanan rumah tangga. Bukan sekedar masak-memasak tetapi juga mengasuh anak, memelihara kebersihan dan kesehatan rumah serta lingkungan.
Jika istri mengabaikan pengelolaan rumah tangga, akibat buruk yang mungkin terjadi adalah: anak-anak tidak terurus pendidikan dan perkembangan mentalnya, anak-anak kehilangan perlindungan dan tokoh dalam proses pembentukan kepribadiannya.

11. Anak-anak Memuliakan Sang Ayah
“Dan Tuhanmu telah menetapkan supaya kamu tidak menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau  keduanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, janganlah sekali-kali kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia” || QS. Al Isra: 23

Ayat tersebut memberikan gambaran jelas bahwa berbuat baik kepada ibu bapak memiliki nilai yang sangat tinggi di hadapan Allah.

Ketika suami istri telah dikaruniai anak. Mereka tentu menginginkan anaknya menjadi orang baik dan berbakti kepada ibu bapaknya. Oleh karena itu istri perlu memperhatikan upaya-upaya yang benar untuk mendidik anak agar kelak dapat berbkti kepada orang tuanya dengan baik.

Hal-hal yang perlu dihindari oleh istri:
a.    Bersikap kurang baik kepada suami dan sikap tersebut diketahui anak-anaknya.
b.    Merasa memiliki status sosial lebih tinggi daripada suami sehingga merasa tidak perlu bersikap dan berbicara hormat kepada suami.
c.    Merasa lebih tahu menyelesaikan masalah atau mengatur kehidupan rumah tangga dan anak-anak karena istri berpendidikan lebihtinggi
d.    Tidak hormat dalam berbicara dan bersikap karena pendapatan istri lebih banyak.
Istri harus menyadari bahwa hal-hal yang dilakukannya bisa jadi ditiru anak-anaknya. Istri seharusnya menghormati dan memuliakan suami sehingga anak-anak dapat mencontoh memuliakan orang tuanya.

12. Hikmah Mengenalkan Nasab Suami
“Dari Ibnu ‘Abbas, dari Nabi Saw, beliau bersabda: “ kenalilah nasab-nasab kalian supaya kalian dapat menjalin tali kekeluargaan, sebab tidak akan dekat keluarga yang terputus, sekalipun ia kerabat dekat, dan tidak akan menjadi jauh ikatan kekeluargaan apabila ia disambung, sekali pun dengan keluarga jauh.”” || HR. Abu Dawud

Ajaran mengenali silsilah diri dan keluarga merupakan salah satu kewajiban dalam Islam. Istri harus menyadari bahwa garis keturunan keluarga dalam Islam adalah mengiku garis bapak. Seperti yang tercantum dalam QS. Al Ahzab: 5, bahwa setiap anak haruslah dinisbatkan kepada bapak kandungnya. Dengan ketentuan ini, istri hendaklah mendidik anak-anaknya mengenali silsilah ayahnya. Bukan erarti silsilah dari ibu tidak penting, hanya saja yang utama dan wajib diberitahukan kepada anaknya adalah silsilah ayah (suami).

13. Agar Suami berbakti kepada Orang Tua
“ Dari Ubay bin Malik, dari Nabi Saw, beliau bersabda: “Barangsiapa sempat bertemu dengan ibu bapaknya atau salah satunya, tetapi ternyata kemudian ia (durhaka sehingga) masuk neraka, berarti dia dijauhkan oleh Allah dan mendapat murkaNya.” || HR. Ahmad

Dari Ibnu ‘Amr, dari Nabi Saw., beliau bersabda: “ Keridhaan Allah terletak pada keridhaan kedua orang tua dan kemurkaan Allah terletak pada kemurkaan orang tua.” || HR. Thabrani

Seorang istri perlu menyadari bahwa laki-laki yang kini menjadi suaminya sangat mudah terpengaruh oleh tindakan dan perbuatannya, karena ia (istri tersebut) menjadi orang yang paling dicintai oleh suaminya. Tidak jarang, anak laki-laki lari dari ibu bapaknya untuk mengejar wanita yang dicintainya. Peran istri seharusnya adalah mengarahkan suaminya untuk berbakti dan memperhatikan kepentingan ibu bapaknya. Apabila suami durhaka kepada orang tuanya, maka istri ikut menanggung akibatnya, karena keluarganya akan dijauhkan dari rahmat oleh Allah, bahkan berhadapan dengan kemurkaannya.
Istri hendaknya menyadari bahwa laki-laki yang menjadi suaminya kini besar karena jerih payah ornag tuanya. Istri harus paham bahwa orang pertama yang paling berhak menikmati hasil perjuangan suaminya adalah ibu bapaknya.

14. Mendukung Silaturahmi dengan Saudaranya
“ Dari Anas r.a, sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda, “ Barangsiapa senang rezekinya diluaskan dan dikekalkan jejaknya, maka hendaklah ia memelihara hubungan kekeluargaan” || HR. Muslim, Bukhari, Abu Dawud, dan Ahmad.

Istri tidak boleh menyibukkan suami sehingga suami kesulitan mengunjungi keluarganya. Ketika menikah ia mendapat restu dari keluarga dan keluarga suaminya, jadi selayaknya setelah menikah ia menunjukkan sikap setia, rendah hati, dan hormat kepada mereka. Keuntungan yang akan didapat oleh istri misalnya, keluarganya semakin banyak yang memungkinkan membantunya ketika ia kesulitan.

15. Mengobarkan Ruh Jihad dan Dakwah Suami
“ Dari Abu Hurairah, ia berkata: “ Telah bersabda Rasulullah Saw, : ‘ Barang siapa mati, padahal ia belum pernah berperang dan tidak pula dalam hatinya terbersit keinginan untuk berjihad, maka ia mati dalam keadaan membawa salah satu sifat kemunafikan’” || HR. Muslim, Nasaa’i, Abu Dawud, dan Ahmad.

Dalam hadits yang lain riwayat Ibnu Abu Syaibah diceritakan bahwa seorang ibu mengikatkan pedang kepada paha seorang anak laki-lakinya, kemudian menghadapkan anak tersebut kepada Rasulullah untuk diajak berjihad. Ya, pada zaman Rasulullah, ibu muslimah menyadari betul bahwa menanamkan semangat jihad kepada putra-putranya sangat penting guna menyiapkan prajurit-prajurit muslim yang tangguh di medan perang sebab hal ini merupakan kewajiban agama paling utama.

Istri hendaknya mendorong semangat jihad dan dakwah suami. Istri harus menyadari bahwa laki-laki yang menjadi suaminya adalah seorang muslim yang memikul kewajiban berjihad di jalan Allah.
Adapun yang dimaksudkan dengan jihad dalam hadits di atas adalah pergi ke medan perang melawan musuh yang menyerang Islam secara fisik. Selain itu ada pula jihad dalam bentuk tulisan, lisan, dan harta guna menyebarkarluaskan Islam di tengah masyarakat.


0 komentar: