Selasa, 17 Maret 2015

Fiqih Politik Perempuan



Judul                             :     Fiqih Politik Perempuan
Penulis                         :     Cahyadi Takariawan
Penerbit                        :     Era Intermedia
Tebal                            :     196 Halaman
Peresume                      :     Nanik Wijayanti
   



Buku ini menurut penulis digunakan untuk merubah kultur. Kultur tentang perempuan dan politik yang belum terbiasa diterima oleh masyarakat umum. Buku ini terdiri dari empat bagian. Bagian pertama  berisi pandangan Islam terhadap politik, partai politik, serta keterlibatan kaum muslimah didalamnya. Bagian kedua menceritakan lembaran-lembaran sirah tentang peristiwa penting dan menarik bahwa kaum perempuan muslimah di zaman keemasan Islam telah bekerja dan berkhidmat untuk Islam. Bagian ketiga bercerita tentang peran sosial dan politik muslimah kontemporer. Bagian keempat tentang pedoman syar’i bagi perempuan di sektor publik.

Dari keempat bagian yang ada didalam buku ini sudah sangat cukup menjawab pertanyaan-pertanyaan penting seputar peran perempuan dalam bidang sosial politik. Kita mulai menukil ilmu dari buku ini.

Pada pendahuluan penulis memberikan pengantar tentang kondisi dan data perpolitikan di negara-negara termasuk Indonesia yang masih minim peran perempuan dalam bidang sosial politik. Di Indonesia sendiri tuntutan 30% kuota untuk legislatif perempuan masih belum mampu terpenuhi. Salah satu kendalanya adalah paradigma berpikir tentang perempuan. Perempuan dianggap tidak layak memasuki wilayah politik karena akan menghilangkan kemuliaan dan kehormatan dirinya.

Masuk pada bagian pertama tentang politik dalam Islam. Islam mengatur seluruh sendi-sendi kehidupan secara detail tanpa terlewatkan. Islam tidak datang dengan ajaran sekular (urusan negara dan agama dibedakan) sembari membedakan antara hablun minallah dan hablun minanas secara keliru : sholat dan puasa adalah hablun minallah yang oleh karena itu aturannya terserah Allah, sedangkan bisnis, mengurus politik, pemerintahan, dan negara adalah hablun minanas yang aturannya diserahkan kepada manusia. Bukan seperti itu, bahwa ladang politik itu amatlah luas tetapi “sederhana”, tidak seperti yang dibayangkan banyak kalagan yang phobi politik. Tentang muslimah dalam politik, dinukil dari ayat-ayat Al-Qur’an tentang kesetaraan laki-laki dan perempuan dalam hal menerima taklif keberagaman dan ibadah, menerima kewajiban amar makruf nahi munkar, keimanan dan beramal shaleh. Disertai riwayat tentang interaksi antara laki-laki dan perempuan di zaman nabi-nabi terdahulu serta zaman Rosullullah SAW.

Bagian kedua ditunjukkan bahwa para shahabiyat Nabi terlihat pula dalam berbagai bidang kehidupan di luar rumah mereka, sebagiannya bersama dengan kaum laki-laki. Pada bagian kedua ini dijelaskan beberapa fakta keterlibatan kaum perempuan dalam bidang sosial dan politik di zaman kenabian. Inilah landasan memahami peran politik bagi kaum perempuan kontemporer. Tidak ditemukan suatu sunah nabi yang berlaku secara umum bagi kaum perempuan pada waktu itu, bahwa mereka tidak memiliki peran dan hak-hak sosial maupun politik. Bahkan sejarah mencatat, generasi keemasan Islam telah meletakkan kaum perempuan pada posisi amat terhormat.

Bagian ketiga, bahwa bentuk pemerintahan telah mengalami banyak perubahan, masing-masing negara memiliki bentuk pemerintahannya sendiri. Realitas lain yang tegas dan jelas adalah kaum muslimin tidak lagi hidup dibawah sebuah sistem merujuk pada Islam. Oleh karena itu, pertanyaan yang sering muncul terkait dengan peran sosial politik muslimah adalah hal-hal pembaharuan,dimana zaman Nabi dan sahabat tidak ditemukan rujukannya secara langsung. Perbedaan yang ada pada zaman kenabian dan zaman saat ini memang banyak, akan tetapi dalam melakukan peran pada ranah kegiatan muamalah di luar ibadah mahdhah, prinsip utamanya adalah menjauhi hal-hal yang dilarang syara’, sedangkan hal-hal yang didiamkan syara’ terbuka pintu ijtihad. Bagian ketiga ini menjelaskan lahan-lahan apa saja yang masuk fardhu kifayah, tidak saja berhukum sunah, untuk dikerjakan kaum perempuan bersama kaum laki-laki dalam ranah politik.

Bagian keempat menjelaskan pedoman syar’i keterlibatan perempuan muslimah di ranah politik beserta etika interaksi laki-laki dan perempuan dalam kegiatan sosial dan politik. Pedoman syar’i yang dijelaskan dalam buku ini antara lain keseriusan agenda interaksi, menutup aurat, menjaga pandangan, menghindari jabat tangan pada situasi umum, menghidari berdesak-desakan antara laki-laki dan perempuan, menghindari khalwat, wajar dalam berbicara dan menjauhi perbuatan dosa.

Tidak didapatkan ide tentang sterilisasi peran muslimah dalam agenda dakwah, amar makruf nahi munkar, ataupun dalam kancah politik secara umum. Yang kita dapatkan dari sirah shahabiyah justru potret jati diri muslimah yang utuh, lengkap, dengan segala pera yang merja lakukan  di bidang sosial, profesi maupun politik.

Wallahu a’lam bi ash-shawab.




0 komentar: