Minggu, 01 Maret 2015

Habibie, Tak Boleh Lelah dan Kalah



Judul buku       : Habibie, Tak Boleh Lelah dan Kalah
Penulis             : Fachmy Casofa
Penerbit           : Tiga Serangkai


-Part I-
            Siapa yang tak mengenal salah satu sosok inspirasi bagi negeri ini Indonesia, yaitu B.J. Habibie? Bagi orang-orang yang tahu namanya pasti akan teringat tentang pesawat yang dibuatnya beberapa tahun silam. Ya, N-250/ Gatotkoco namanya. Semangat yang tak pernah lelah dan padam menjadi sifat seorang Habibie.

            Pada tahun 1936, tepatnya tanggal 25 Juni, salah satu ilmuan Indonesia lahir dari seorang ibu bernama R.A. Tuti Marini Puspuwardojo dan bapak Alwi Abdul Djalil Habibie dibantu seorang dukun anak (orang Bugis menyebut Sanro) bernama Italage Indo. Di kala itu tidak ada bidan di Pare-Pare. Kelahiran Habibie yang merupakan putra keempat disambut girang oleh sang ayah melebihi girangnya pemain bola yang membuat gol ke gawang lawan. Pertemuan Alwin dan Tuti di Hogore Burger School kemudian disambuung dengan pernikahan menghubungkan Yogyakarta – Sulawesi.

            Selama kecilnya Habibie mempunyai nama panggilan Rudy di keluarganya dan Udding di kalangan teman-temannya. Sejak kecil beliau gemar naik kuda dan membaca. Hobi Habibie untuk membaca merupakan hal unik yang dipunyainya, sampai-sampai kakaknya Tri Sri Sulaksmi kesulitan mengajak Habibie main keluar. Hobi itu dinilai unik apalagi di kalangan anak-anak sebayanya yang sedang gemar-gemarnya bermain. Alam indah di pare-pare pun tak menggoda Habibie untuk jauh dari buku dan ilmu. Buku seperti makanan pokok kedua beliau, ketika melihatnya maka akan dilahap habis ilmunya. Orang yang punya antusiasme tinggi terhadap ilmu maka akan teguh dalam mempertahankan prinsip yang ia yakini. Teman semasa kuliah di Aachen, Jerman bernama Laheru pun sampai bilang, jangan sekali-kali mendapat Habibie karena kamu akan dihajar denga argumentasi bertubi-tubi dan sulit ditandingi. Suatu hari juga Profesor Ebner saat kuliah Habibie mendebat apa yang disampaikan hingga satu per satu mahasiswa pergi dan tinggal mereka berdua. Hal itu menunjukkan cara Habibie mempertahankan apa yang diyakini. Dalam masa kecilnya pun Habibie pernah memperoleh piala dari lomba Keroncong. Kala itu beliau dilatih vokal oleh teman-teman kakak habibie Titi Subono. Saat dewasa pun beliau kerap menjadi bintang di acara-acara sekolah dan kampus karena menyanyi lagu favoritnya yaitu Sepasang Bola Mata, Hampir Malam di Jogja, Widuri. Cita-cita Habibie sejak kecil sudah menggelora dalam dirinya. Pernah guru di sekolahnya bertanya tentang cita-cita, dengan lantang Habibie menjawab “Insyinyur!” Begitulah Habibie yang sangat dekat dengan BUKU, hal yang jarang bagi teman-teman seusianya sampai beliau dibilang aneh.

“Kalau sejak kecil Habibie aja suka baca, KAMU gimana? J

Minggu, 7 Desember 2014
Dimas Andriyanto S, IM2

0 komentar: