Rabu, 18 Maret 2015

Rahasia Nikmatnya Menghafal Al-Qur’an – Siapa pun Anda, Anda adalah Penghafal AL-Qur’an (Berdasarkan Pengalaman Penulis yang Hafal Al-Qur’an dalam 56 Hari)

Peresensi : Yurista Yohasari (IM 2)
Kategori Bacaan : Non-Fiksi, Agama
Judul : Rahasia Nikmatnya Menghafal Al-Qur’an – Siapa pun Anda, Anda adalah Penghafal AL-Qur’an (Berdasarkan Pengalaman Penulis yang Hafal Al-Qur’an dalam 56 Hari)
Halaman : 288
Penulis : DM Makhyaruddin (Juara 1 Tahfiz dan Tafsir 30 Juz Musabaqah Internasional)
Penerbit : Noura Books (PT Mizan Publika)




Sekitar tahun 2008, Alhamdulillaah kegiatan menghafal Al-Qur’an mulai booming di Indonesia. Sampai tahun 2015 sekarang, sudah terbit puluhan buku yang membahas mengenai kegiatan menghafal Al-Qur’an yang memotivasi pembaca untuk melakukan hal yang sama : menghafal Al-Qur’an.

Diantara sekian banyak buku tersebut, buku yang ditulis oleh Juara 1 Tahfiz dan Tafsir 30 Juz Musabaqah Internasional Tahun 2011 di Casablanca, Maroko ini memiliki sejumlah keunikan tersendiri yaitu :
1)   menceritakan dengan cukup rinci bagaimana perjalanannya menghafal Al-Qur’an 30 Juz dalam waktu 56 hari;
2)   tips sukses menjadi penghafal Al Qur’an 30 Juz;
3)   menjelaskan banyak ayat Al-Qur’an, hadits Rasulullaah, dan nasihat Ulama berkenaan dengan menghafal Al-Qur’an;
4)   bagaimana perjalanan setelah seorang penghafal Al-Qur’an meraih hafalannya utuh 30 Juz.
Kembali kepada buku. Penulis juga menjelaskan 3 metode pengulangan yang penulis pakai untuk menjaga hafalan, yaitu : Tadzkîr, Talfîzh, dan Tanzhîr. Penjelasan lebih detail mengenai ketiga metode tersebut dijelaskan penulis dalam halaman 13.

Setelah penulis, dengan izin Allah, sukses menghafalkan 30 Juz Al-Qur’an, penulis mengganggap bahwa jihad yang besar tengah menanti penulis di depan sana, yaitu jihad menjaga hafalan dalam hati sampai ajal menjemput. (hlm. 17)

Karena sebenarnya, bagi penulis, diberikan kemampuan cepat menghafal itu tidak hebat, tetapi yang hebat itu adalah orang yang diberikan kemampuan untuk terus menjaga hafalannya dengan istiqamah dan mengamalkannya dengan baik, sehingga Al-Qur’an itu melekat kuat dalam hatinya dan mampu berakhlak dengan akhlak Al-Qur’an. (hlm. 18)

Karena sejatinya seorang penghafal Al-Qur’an, sebagaimana ungkapan Hasan Al-Bashri, bukanlah sekedar menghafal huruf-hurufnya, melainkan juga menegakkan hukum-hukumnya. (hlm. 42)

Buku ini dibagi dalam 3 bagian, yang ketiganya, sesuai dengan pengalaman penulis, adalah hal penting yang harus dipenuhi dengan maksimal oleh calon penghafal Al-Qur’an. Bagian pertama adalah “I’dad: Persiapan Mengarungi Keindahan Wahana Al-Qur’an”.

Salah satu yang dibahas dalam bagian pertama adalah mengenai Tahsin Al-Qirâ’at (memperindah bacaan). Apabila niat menghafal Al-Qur’an sudah benar, siapa pun akan bersedia belajar tahsînul qirâ’at terlebih dahulu. Menghafal Al-Qur’an bukan sekedar mengumpulkan huruf-huruf dalam hati, melainkan ibadah yang melahirkan pahala, memberikan kemudahan hidup, dan kesejahteraan. Oleh karena itu, bacaan yang baik menjadi penting untuk menggapai kesempurnaan itu. Apabila penghafal Al-Qur’an hanya ingin menghafal, tetapi tidak mau memperbaiki bacaannya, niatnya perlu dipertanyakan, apakah mencari pahala atau ingin disebut hafal Al-Qur’an? (hlm. 50)

Bagian kedua adalah “Kaifiyyah: Nikmat Menghafal Al-Qur’an, Hidangan Terlezat dari Allah Swt.” Dalam bagian ini, salah satunya dijelaskan penulis bahwa ketika menghafal Al-Qur’an, hindari mengejar khatam. Kenapa mengulang hafalan terasa lebih berat dari menambah? Jawabannya, karena ingin cepat selesai. Memang mau kemana? Apakah setelah selesai itu menjadi tidak perlu membaca Al-Aur’an? Hafal Al-Qur’an untuk dibaca seumur hidup. Selesainya itu nanti, saat kembali menghadap Allah Swt. Dengan membawa hafalan Al-Qur’an. (hlm. 108)

Dengan kemudahannya untuk dihafal, Al-Qur’an mempunyai cara tersendiri untuk menguji keikhlasan para pembaca dan penghafalnya. Di celah-celah ujian itu, setan menyingsingkan “lengan baju” untuk menggoda mereka agar tak mampu bersabar. Peran lembaga tahfîzh terkadang tak mampu lagi membantu mereka, bahkan berbagai macam tips dan metode dalam ratusan buku pun terkadang tak lagi berpengaruh bagi mereka. (hlm. 2)

Menghafal Al-Qur’an akan melatih kesabaran. Orang yang sudah hafal Al-Qur’an dengan benar adalah orang yang kesabarannya telah teruji. Kesabaran yang dibentuk Al-Qur’an mempertebal pengharapan kepada Allah Swt. Oleh karena itu, pertolongan Allah Swt. tak menunggu waktu untuk datang. Al-Qur’an akan menuntun penghafalnya kepada akhlak-akhlak terpuji atau disebut akhlak Al-Qur’an. (hlm. 182)

Bagian ketiga adalah “Muhâfazhah: Menghafal Sepanjang Hayat”.

Penulis berpendapat dalam bukunya bahwa, “… cepat hafal Al-Qur’an bukan jaminan menjadikan seluruh waktu ter-Al-Qur’an-kan. Itu penyebab kemunduran umat setelah generasi pertama Islam. … Ujian sejati bagi penghafal Al-Qur’an adalah ketika menjelang kematiannya. Selama belum meninggal dunia, siapa pun berpeluang untuk lupa atau dilupakan. Kehormatan penghafal Al-Qur’an itu bukan hafalannya, melainkan kualitas hidup dan peradabannya. …” (hlm. 63-64)

Karena sebenarnya, bagi penulis, diberikan kemampuan cepat menghafal itu tidak hebat, tetapi yang hebat itu adalah orang yang diberikan kemampuan untuk terus menjaga hafalannya dengan istiqamah dan mengamalkannya dengan baik, sehingga Al-Qur’an itu melekat kuat dalam hatinya dan mampu berakhlak dengan akhlak Al-Qur’an. (hlm. 17-18)

Faktanya, sebagaimana dikemukakan Al-Syâfi’I, terjadi penurunan kualitas para penghafal Al-Qur’an, karena banyak penghafal Al-Qur’an, yang setelah hafal, malah berhenti menghafal, hingga tidak mampu memahami dan mengamalkannya. (hlm. 114)

Semoga bermanfaat.

0 komentar: