Rabu, 18 Maret 2015

Bukan Untuk Dibaca



Judul: Bukan Untuk Dibaca
Penulis: Deassy M. Destiani
Penerbit: Selaksa Publishing
Tebal: 402 halaman
Peresume: Tri Widayanti




Buku ini bercerita tentang kisah-kisah inspiratif dalam kehidupan. Beberapa disebutkan bahwa cerita diambil dari kisah nyata. Namun ada juga yang tidak dituliskan, mungkin hanya karangan fiktif. Terdiri dari 12 BAB. Kisah-kisah yang membuat kita merenung, ternyata banyak sekali kejadian yang mungkin tidak kita sadari hikmahnya. Buku ini tidak ditulis sendiri oleh Deassy. Beliau hanya pengumpul kisah-kisah inspiratif, ada yang dari blog, catatan di facebook, group sosmed, dll. Bahkan, beberapa cerita sudah pernah saya baca, dapat broadcast-an dari whatsapp.
BAB 1 HIKMAH DAN PENYESALAN. Ada 2 kisah yang menarik disini, semuanyamenceritakan penyesalan orang tua terhadap perlakuannya kepada anaknya.
(1)     Bacakanlah Segera Cerita untuk Anak Sebelum Kita Menyesalinya
Diceritakan disini bahwa ayah dan ibu si anak sangat sibuk dengan pekerjaan kantornya. Malam itu si anak memiliki buku cerita baru. Dia sudah menghampiri ibunya untuk meminta dibacakan cerita tersebut tetapi sang ibu meminta si anak untuk pergi dan meminta kepada ayahnya. Si anak kemudian menghampiri ayahnya di meja kerjanya, tetapi penolakan juga yang didapat dari ayahnya. Si anak terus merengek manja kepada ayahnya untuk dibacakan buku cerita tersebut. Saya kutip percakapannya dikit ya.. :D
Setelah beberapa kali merayu dan merengek kepada ayahnya, si anak si anak masih berdiri kaku di sebelah ayahnya sambil memgang erat bukunya. Lama sekali sang ayah itu mengacuhkan anaknya. Tiba-tiba si anak mulai lagi.
“Tapi Papa, gambarnya bagus sekali dan ceritanya pasti bagus! Papa pasti akan suka.”
“Magy, sekali lagi papa bilang, lai kali!” dengan agak keras sang ayah membentak anaknya.
Hampir menangis si anak mulai menjauh. “Iya deh, lain kaliya Papa, lain kali.” Tetapi kemudian si anak kembali mendekati ayahnya dan menyentuh lembut tangan ayahnya, menaruh bukunya di pangkuan sang ayah sambil berkata, “Kapan saja Papa ada waktu ya, Papa tidak usah bacauntuk Magy, baca saja untuk Papa. Tapi kalau Papa bisa, bacanya yang keras ya Pa, supaya Magy juga bisa ikut dengar.”
Tahukah teman-teman? Ternyata kalimat itu yang membuat sang ayah sangat menyesal karena ia kemudian hanya bisa membaca buku cerita itu sambil menangis, sambil berharap bahwa suaranya cukup keras bagi Magy untuk dapat mendengar dari tempat peristirahatannya yang terakhir. Ia sudah melupakan pekerjaan yang dulu amat penting. Ia bahkan juga lupa akan kemarahan dan kebenciannya terhadap pemuda mabuk yang dengan kencangnya menghantam tubuh putrinya di jalan depan rumah hingga putrinya meninggal di depannya.

(2)     Ayah Ibu Maafkan Dita
Sepasang suami istri – seperti pasangan lain di kota-kota besar – meninggalkan anak-anak diasuh pembantu sewaktu bekerja. Anak tunggal pasangan ini bernama Dita, cantik, berusia tiga setengah tahun. Setiap hari Dita ditinggal di rumah dengan pembantunya yang juga sibuk dengan pekerjaan dapur. Hari-hari Dita selalu merasa kesepian.
Suatu hari Dita melihat sebatang paku yang sudah berkarat. Diambilnya paku itu kemuadian ia mulai mencoret lantai tempat mobil ayahnya terparkir. Tetapi karena lantainya terbuat dari marmer, maka coretan tidak terlihat. Dicobanya lagi pada mobil baru ayahnya. Ya… karena mobil itu berwarna gelap, maka coretannya tampak jelas. Dita pun mulai membuat coretan sesuai kreativitasnya hingga penuh.
Pasangan suami istri ini terkejut ketika pulang kerja dan mendapati mobil yang baru setahun dibeli dengan bayaran angsuran yang masih lama lunasnya penuh dengan goresan. Sang ayah yang belum lagi masuk rumah ini pun langsung berteriak keras, “Kerjaan siapa ini!!!”
Si anak yang mendengar suara ayahnya tiba-tiba berlari keluar dari kamar. Dengan penuh manja dia berkata, “Dita yang membuat gambar itu Ayah. Cantik kan?” Katanya sambil memeluk ayahnya sambil bermanja seperti biasa.
Sang ayah yang sudah hilang kesabaran mengambil sebatang ranting dari pohon di depan rumah kemudian memukulkannya ke telapak dan punggung tangan anaknya berkali-kali hingga lecetlecet dan berdarah. Si istri mendiamkan apa yang dilakukan suaminya. Pembantu hanya terbengong, tidak tahu harus berbuat apa. Si ayah cukup lama memukul-mukul tangan kanan, kemudian ganti tangan kiri anaknya.
Belum puas dengan apa yang dilakukan terhadap anaknya, malamnya pasangan suami istri ini membiarkan anaknya tidur bersama pembantunya. Esok harinya si anak demam, orang tuanya masih acuh, hingga akhirnya si anak dibawa ke RS karena demamnya tak kunjung turun. Setelah diperiksa dokter, ternyata kedua tangan Dita harus diamputasi karena inveksi. Setelah Dita sadar…
“Ayah… Ibu… Dita tidak akan mengulanginya lagi… Dita tak mau lagi Ayah pukul. Dita tak mau jahat lagi… Dita sayang Ayah… Sayang Ibu,” katanya berulang kali membuat si ibu gagal menahan rasa sedihnya.
“Dita juga sayang Mbok Narti…,” katanya memandang wajah pembantu rumah,sekaligus membuat wanita itu meraung histeris.
“Ayah… Kembalikan tangan Dita. Untuk apa diambil… Dita janji tidak akan mengulanginya lagi! Bagaiman caranya Dita kan makan nanti? Bagaimana Dita akan bermain nanti? Dita janji tidak akan mencoret-coret mobil lagi,” katanya berulang-ulang.

Perenungan:
Setan penggoda ada dimana-mana. Jika kita tidak bisa mengendalikan diri, maka setanlah yang menguasai kita. Apakah pekerjaan dan harta lebih berharga dari keluarga? Jika jawabannya “iya”, maka penyesalan seumur hidup yang akan disapatkan, seperti kedua kisah di atas. Begitu suci dan polosnya anak-anak itu, tetapi mereka tetap menjadi korban emosi orang tuanya.

Sekian, sebenarnya masih banyak yang ingin disampaikan, tetapi terlalu panjang, ntar bosen temen-temen bacanya :D

0 komentar: