Kamis, 23 Februari 2017

Blind Eye

Novel ini diangkat dari kisah nyata seorang dokter psikopat, pembunuh berantai paling kejam dalam sejarah Amerika. 35 orang pasien tewas diracun ditambah sejumlah paramedis yang juga menjadi korban uji coba racun sang dokter. Tak ada yang percaya Michael Swango, sang dokter yang jenius dan tampan ini seorang pembunuh berdarah dingin. Swango atau sering juga dipanggil Dr. Mike adalah sosok dokter yang ideal, seorang pekerja keras, kapanpun siap memenuhi panggilan kondisi gawat darurat. Waktu istirahatnya sangat sedikit bahkan bisa 24 jam tidak tidur untuk memenuhi panggilan darurat. Hingga kemudian nyawa pasiennya mulai melayang secara misterius, sejumlah rekan paramedisnya banyak yang mendadak sakit secara misterius. Namun anehnya ia selalu lolos dari tuduhan pembunuhan. Wajah innocennya membuat orang tak percaya kalau Swango adalah pembunuh.

Swango mendapat gelar dokternya dari Southern Illinois University (SIU) di Carbondale, US, angkatan 1982. Sejak menjadi mahasiswa Swango sudah terkenal di kalangan mahasiswa angkatannya karena unik dan misterius. Selain sebagai mahasiswa SIU, Swango juga seorang anggota militer, Marine Corps, yang sangat fanatik. Di kelas ia selalu mengenakan pakaian tentara dan sepatu bot tempur. Disaat teman-temannya berjuang untuk bangun pagi setelah semalaman belajar suntuk, Swango selalu sudah senam pagi di luar ruangan lengkap dengan seragam militernya dan menyanyikan lagu corps militernya.

Swango juga dikenal dengan gaya ujiannya yang unik. Pendidikan kedokteran di SIU bisa dikatakan sangat ketat dan berat. Selama tahun pertama setiap mahasiswa diwajibkan menjalani dan lulus 476 ujian tertulis closed buku. 10-15 ujian tutup buku diberikan setiap Sabtu pagi. Di saat rekan-rekan mahasiswanya sibuk belajar, Swango malah sibuk bekerja sebagai petugas ambulas di UGD. Ia siap menerima panggilan darurat selama 24 jam. Entah gimana cara dia belajar yang jelas Swango selalu lulus ujian. Ada satu kejadian mengerikan saat ia mendapat tugas untuk bedah mayat. Sebenarnya tugasnya berkelompok, namun karena Swango misterius, ia dijauhi teman-temannya. Saat itu tugas Swango adalah membedah dan mempresentasikan wilayah pinggul dan bokong. Mahasiswa selalu berada di lab hingga larut malam. Anehnya, Swango selalu memilih membedah mayat setelah lewat tengah malam ketika lab sepi. Dan karena tak ada dosen yang mau membimbing lewat tengah malam, hasil bedah mayat Swango hancur berantakan. Benar-benar mengerikan, Swango menjadikan pinggul itu menjadi serpihan daging yang hancur. Dan Swango cuek saja dengan pekerjaanya. Dari situ rekan2 dan dosennya mulai ragu apakah Swango bisa menjadi seorang dokter bedah? Fakta lain menunjukkan bahwa saat diberikan tugas klinis berkaitan dengan pemeriksaan H&P (Histories and Physical) pasien, Swango selalu memalsukan data-data pasien. Terlihat bahwa Swango bersikap acuh tak acuh terhadap pasiennya. Ini yang menyebabkan ia lulus bersyarat dan hampir di DO setelah ditangguhkan selama satu tahun. Sikap tak acuhnya terhadap pasien ini terus berlanjut saat Swango sudah menjadi dokter residen.

Yang menarik dari buku ini sebenarnya bukan semata kisah Swango sebagai seorang pembunuh berantai berdarah dingin, saya melihat bagaimana Swango bisa memiliki karakter pembunuh. Bukan hanya masa-masa kuliah Swango saja yang rumit namun keluarganya juga rumit. Ayahnya adalah seorang anggota militer AS, veteran Vietnam. Ibunya adalah ibu rumah tangga. Muriel adalah seorang ibu yang penuh kasih sayang namun ia dingin, tak bisa mengekspresikan kasih sayangnya secara fisik kepada anak-anaknya. Bahkan kelak setelah ibunya lanjut usia, Swango tak pernah sekalipun mengunjungi ibunya. Virgil, sang ayah, menjadi pemabuk berat setelah bercerai dengan istrinya sampai akhirnya ia mati dalam kesepian. Kondisi ini menyebabkan Swango depresi berat. Bahkan yang mengejutkan bahwa ternyata meskipun dimanja oleh ibunya namun Swango sama sekali tak memiliki kedekatan hati dengan sang ibu. Ayahnya memiliki hobi yang aneh yang menular kepada Swango. Ia sangat terobsesi dengan berita-berita kematian yang mengerikan, tabrakan, pembunuhan, dll. Semua berita itu ia kliping, dan ia selalu bilang keren setiap kali melihat tayangan berita pembunuhan. Hasil penelitian menyebutkan bahwa sebagian besar pembunuh berantai berdarah dingin lahir dari keluarga yang broken, lahir dari ayah dan ibu yang tak bisa mengekspresikan kasih sayang kepada anak-anaknya.

Buku ini juga mengungkap bahwa bukan hanya Swango satu-satunya dokter pembunuh berdarah dingin di US. Beberapa dokter terdeteksi melakukan operasi dalam pengaruh alkohol, mal praktek, dll. Anehnya pihak rumah sakit kerap kali angkat tangan dalam kasus-kasus seperti ini. Bahkan dalam kasus Swango, pihak kepolisian setempat sangat sulit melakukan investigasi ke rumah sakit. Karyawan rumah sakitpun ditekan oleh para dokter senior agar menolak memberikan keterangan. Seolah rumah sakit adalah instansi yang kebal hukum. Para dokter yang menolak investigasi kasus Swango selalu mengatakan bahwa kematian sudah diatur oleh Tuhan, dokter hanya berusaha untuk menolong. Memang benar hidup mati manusia ada di tangan Tuhan, namun bukan berarti para dokter bisa lepas tangan begitu saja terhadap penyebab kematian aneh pasien yang berulang dengan pola yang sama.

Judul Buku      : Blind Eye
Penulis            : James B. Stewart
Penerbit           : Warner Books
Translation      : Dastan Books

Lund, 30 November 2014
-THW IM1-



0 komentar: