Selasa, 28 Februari 2017

The Great Leaders, Kisah Khulafaur Rasyidin

Manusia kedua setelah Rasulullah SAW yang ingin saya jumpai (kelak-jika diridhoi Allah SWT) ialah Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a. Setelahnya ialah Umar bin Khaththab r.a., setelahnya lagi Ustman bin Affan r.a, dan setelahnya lagi Ali bin Abi Thalib r.a. Mencintai sahabat Rasulullah SAW dengan membaca sirahnya adalah salah satu cara menumbuhkan dan menambahkan rasa cinta saya kepada Nabi Muhammad SAW.

Buku ini salah satunya. Buku yang cukup lengkap mengisahkan tentang empat sosok khulafaur rasyidin. Empat khalifah  tersebesar sepanjang masa setelah Rasulullah SAW. Dalam versi aslinya (berbahasa arab), buku ini hadir dalam 4 jilid, dimana masing-masing jilid menceritakan kepribadian masing-masing khalifah, kehidupannya pada masa jahiliyah, awal mula mereka masuk islam, peristiwa hijrah hingga di medan pertempuran, masa-masa menjabat sebagai khalifah, hingga wafatnya para khulafaur rasyidin. Semua menjadi satu jilid dalam versi bahasa Indonesia, dan dalam satu bab pokok yang masih terbagi lagi menjadi subbab.

Maka saya awali dengan beberapa bab kisah khalifah pertama, Abu Bakar ash-Shiddiq r.a. Subbab; Abu Bakar Ash-Shiddiq Selama Berada Di Mekkah, Keislamannya Hingga Peristiwa Hijrah. Di subbab ini kita akan lebih mengenal sisi lain Abu Bakar r.a., sahabat yang paling dicintai Nabi SAW.

Gelar ash-shiddiq yang tersemat pada Abu Bakar tak lain karena seringnya beliau membenarkan perkataan dan ajaran dakwah Rasulullah SAW. Salah satu contoh yang dikisahkan adalah saat peristiwa isra’ mi’raj Rasulullah SAW, dimana masyarakat saat itu baik kaum muslim maupun musyrik meragukan perkataan Nabi tentang perjalanan isra’ mi’raj Nabi SAW., melainkan hanyalah Abu Bakar yang membenarkannya. Pun semasa jahiliyah dikisahkan Abu Bakar tidak pernah meminum khamr dan tak pernah menyembah berhala. Karena beliau pernah melihat seorang kawannya meminum khamr dan mengakibatkan hilang akal dan kendali sehingga memasukkan kotoran ke dalam mulutnya. Adapun patung berhala yang ada, tak dapat mengabulkan semua permintaan Abu Bakar kecil, saat Abu Quhafah, sang Ayah menyuruhnya menyembah patung berhala. Maka bekerjalah logika Abu Bakar kecil untuk tak pernah mengimani berhala sebagai Tuhannya.
Disebutkan pula ciri-ciri fisik Abu Bakar yang dikisahkan Aisyah r.a., saat ada seorang lelaki bertanya ciri fisik Ayahnya.  Abu Bakar juga menikahkan putrinya, Aisyah r.a dengan Rasulullah SAW atas permintaan Rasulullah SAW. Pernikahan itu berlangsung sepeninggal wafatnya Ummul Mukminin, Siti Khadijah.

Satu bagian kisah yang kerap kita ingat adalah saat Abu Bakar r.a. menyelamatkan seorang budak berkulit hitam Bilal r.a. dan memerdekakannya. Di bab ini ternyata juga diceritakan bahwa Abu Bakar banyak memerdekakan budak-budak, semata mengharap keridhaan Allah SWT.

SEJAK KEISLAMANNYA SAMPAI PERISTIWA HIJRAH
Saat Abu Bakar menyatakan keislamannya dihadapan Rasulullah SAW, Rasulullah adalah orang yang merasa paling berbahagia dengan keislaman Abu Bakar. Setelahnya Abu Bakar pun segera menemui Ustman bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah dan banyak kawan lainnya, mengajak dan menyeru untuk memeluk agama Allah SWT. Hal ini lebih mudah bagi Abu Bakar, mengingat Abu Bakar adalah lelaki asli keturunan kaum Quraisy yang paham betul baik buruk keadaan kaumnya, dicintai kaumnya dan dikenal pandai bergaul. Abu Bakar juga seorang pedagang yang memiliki akhlak terpuji. Sehingga banyak kaum Quraisy yang dengan mudah menerima ajaran Islam melalui Abu Bakar.

Dalam satu riwayat dari Aisyah r.a. pernah satu ketika jumlah kaum Muslim saat itu masih berjumlah sedikit, sekira 38 orang. Namun Abu Bakar meminta Rasulullah SAW untuk berdakwah secara terang-terangan. Nabi SAW. mengatakan bahwa saat itu bukan waktu yang tepat, mengingat jumlah kaum muslim  masih sangat sedikit. Abu Bakar tak bisa menahan diri, hingga akhirnya ia berpidato dihadapan semua orang sementara Rasulullah SAW duduk disampingnya. Abu Bakar menyeru agar semua kaum Quraisy menerima ajaran agama Allah SWT dan Rasul-Nya. Tak pelak, kaum musyrik yang melihat dan mendengar pidato Abu Bakar saat itu marah dan memukuli kaum Muslim dengan beringas. Abu Bakar pun tak luput dari pukulan seorang musyrik, Utbah bin Rabi'ah. Dengan beringas ia memukul perut Abu Bakar hingga darah mengucur deras dari hidungnya. Kericuhan terhenti saat Bani Tamim datang melerai dan membela Abu Bakar. Beliau lemah tak berdaya hingga baru tersadar keesokan harinya. Saat sadar, kalimat pertama yang terucap dari bibirnya adalah, "Bagaimana keadaan Rasulullah SAW?". Bertubi-tubi Abu Bakar hanya menanyakan keadaan Rasulullah SAW, hingga memaksa Ummu Jamil dan Ibundanya, Ummul Khair membopong tubuh penuh luka Abu Bakar ke hadapan Rasulullah SAW. Nabi SAW menyambut Abu Bakar dan menciumnya. Melihat sahabatnya lemah tak berdaya, Rasulullah SAW menangis tersedu-sedu, dan Abu Bakar masih sempat berkata, "Aku tak apa-apa Rasulullah."

Dikisahkan kembali saat Abu Bakar pernah menangis karena bahagia, setelah mengetahui bahwa dirinya terpilih untuk mendampingi Nabi SAW. hijrah ke Madinah. Abu Bakar sudah menyiapkan dua hewan tunggangan untuk hijrah dan merawatnya sejak jauh hari, tanpa sepengetahuan Rasulullah SAW. Buku ini juga menceritakan tentang persembunyian  Rasulullah SAW dan Abu Bakar di dalam gua untuk menghindari kejaran kaum musyrik. Abu Bakar memeriksa semua lubang di dalam gua, memastikan keamanannya dari serangan hewan. Satu lubang ditutupnya dengan helai kain yang dirobek dari jubahnya, dan dua lubang lainnya beliau tutup dengan kedua kakinya. Rasulullah SAW pun tertidur nyaman di pangkuan Abu Bakar. Tak lama, kaki Abu Bakar pun tersengat hewan dari salah satu lubang. Tubuhnya tak bergeming, meski kakinya sakit disengat hewan. Abu Bakar takut, jika ia menggerakkan kakinya, Rasul Allah yang mulia itu terbangun dan terganggu tidurnya. Jadilah Abu Bakar hanya meringis dan menangis menahan sakit, hingga air matanya jatuh ke wajah Nabi SAW. Peristiwa itu terekam dalam Al-Qur'an surat At-Taubah: 40.

Abu Bakar mendampingi Nabi SAW. hingga memasuki Kota Madinah. Saat itu, masyarakat muslim Madinah (yang disebut kaum Anshar), sudah menunggu kedatangan Rasulullah SAW sejak pagi. Adalah mereka kaum anshar, yang mengimani agama islam bahkan sebelum bertemu Nabi SAW, dikisahkan juga di buku ini. Sesampainya di Madinah, Abu Bakar terserang wabah penyakit demam. Kala itu, Madinah adalah kota yang sering terserang wabah penyakit demam. Hingga akhirnya Rasulullah SAW berdoa agar wabah itu dipindahkan ke daerah lain. Abu Bakar dan sahabat-sahabat lainnya berangsur sembuh dari sakit.

Buku ini, meski baru sebagian subbab saja yang saya resume, semua poin terasa penting untuk diketahui karena penuh dengan hikmah. Membuat saya jadi semakin mengenal lebih personal sahabat kesayangan Rasulullah SAW ini, jika dibanding buku-buku tentang khulafaur rasyidin sebelumnya yang pernah saya baca juga. Subbab lain yang tak cukup dipaparkan disini, ialah tentang bagaimana sejarah perjuangan Abu Bakar di medan pertempuran, keutamaan-keutamaan Abu Bakar, peran-perannya saat menjabat sebagai khalifah umat muslim dan idenya untuk menghimpun Al-Qur’an.

Sejarah khulafaur rasyidin di buku ini selain ringkas, padat dan lengkap, setiap poin peristiwa yang dinukilkan mempunyai sumber jelas. Ada catatan kaki yang berisi info rujukan buku yang dikutip oleh penulis di setiap halamannya. Ini masih tentang khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq, belum 3 khalifah agung lainnya.

Maka, tak ada persahabatan yang lebih indah, melebihi indahnya cinta para sahabat kepada Rasulullah SAW, begitupun sebaliknya. Allahumma sholli ‘ala sayyidina Muhammad~

Judul Buku : The Great Leaders, Kisah Khulafaur Rasyidin
Penulis : Ahmad Abdul ‘Aal ath-Thahthawi
Penerbit : Gema Insani
Jumlah Halaman : 435 halaman

Peresume : Nafisah AR

0 komentar: