Rabu, 15 Februari 2017

Pukat

Kembali membaca kisah karya bang Tere, kali ini Novel Serial Anak Anak Mamak. Kisah kehidupan Pak Syahdan dengan mak Nur beserta ke-empat anak mereka, Eli, Pukat, Burlian dan Amelia. Kali ini buku yang berjudul Pukat, kisah utama nya dilihat dari sudut pandang anak mamak yang bernama Pukat. Kisah bersahaya anak desa, kisah hidup jauh di pedalaman pulau Sumatera, dengan Hutan, Gunung, Sawah dan Sungai sebagai latar kehidupan mereka.

Dalam buku ini kita bisa melihat sari dua sisi, membaca sebagai anak-anak atau membaca sebagai orang tua. Lebih banyak kisah teladan yang bang Tere sampaikan, teladan menjadi anak yang baik, jujur, sopan, semangat dan taat pada orang tua. Dan teladan bagi orang tua bagaimana menjadi Mamak Nur dan pak Syahdan dalam mendidik anak-anak mereka hingga menjadi anak yang memiliki pondasi hidup yang kukuh dan baik sesuai aturan Agama serta nilai luruh budaya arif.

Sebagai anak yang pernah tinggal di desa dan pedalaman kisah Pukat merupakan kisah nyata masa lalu (Pereseume endiri menjalani kehidupan seperdi dalam buku), bedanya disini dikemas secara apik dengan teladan Mamak dna Bapak yang selalu memberikan pemahaman dan motivasi untuk anak-anaknya dalam menjalani kehidupan yang lebih baik tanpa meninggalkan budaya yang arif. Sebagai seorang anak tentu kita pernah bermusuhan dengan kawan main kita, dan disini sang bapak selalu memberikan nasehat untuk Pukat dalam menyelesaikan dan menangapi masalah
"Jika kau terbiasa memiliki keluarga, teman dan lingkungan sekitar yang baik, saling mendukung, maka kau akan tumbuh dengan sifat yang baik dan elok pula. Tidak jahat, tidak merusak, siapa yang paling tahu kau memiliki sifat apa ? Tentu saja kau sendiri." (hlm 96)

Disini bang Tere memberikan contoh masalah dan bagaimana dalam menangapi serta menyelesaikannya, kita dapat lihat dari sisi Bapak bagaimana ia menyampaikan nasehat nya dan dari sisi Pukat bagaimana masalah yang timbul serta mengakhirinya. "Anak laki-laki, dia tidak akan memulai pertengkaran jika tidak tau cara mengakhirinya pertengkarannya. hanya seorang pengecut yang memulai pertengkaran, tapi tidak pernah mau berdamai." (hlm 97)

Siapa yang tidak pernah bermasalah, bertengkar atau bermusuhan, satu musuh itu bisa bikin sesak ini dada, tidak nyaman, selalu kepikiran apalagi ketika lihat orang nya beh, seakan dunia yang luas menjadi sempit, apalagi mereka yang bergolongan darah O tentu mereka akan lebih menderita. Tetapi setelah perkaran selesai maka yang ada adalah sahabat yang penuh hangat. "Kata orang bijak, Selepas pertengkaran, dua musuh bisa menjadi teman baik. Apalagi dua sahabat, selepas pertengkaran mereka akan menjadi sahabat sejati." (hlm 110)

Pendidikan yang terbaik tidak hanya didapatkan di sekolah, tidak hanya nilai yang baik tetapi lebih dari itu, sebagai anak desa tentu akan lebih memiliki kesempatan yang lebih untuk belajar dan memahami alam sekitar. Bagaimana tidak ia yang tinggal di jauh dari kota adalah mereka yang belajar langsung dari alam, alam yang membuat mereka menjadi anak-anak yang mandiri dan bertahan dengan segala keterbatasan. Teladan dari ornag tua yang baik akan menjadikan anak-anak tumbuh menjadi anak yang baik pula. Nasehat baik selalu orang tua sampaikan, tak bosan dan tak lupa hingga memastikan anak-anak memahami dan menjalankannya. "Tidak ada yang paling menyedihkan di dunia ini selain kehilangan kejujuran, harga diri dan martabat. Meskipun hidup susah, kau tidak akan pernah mencuri, tidak akan pernah merendahkan harga diri demi sesuap makanan." (hlm 159)

"Orang-orang yang bersungguh-sungguh jujur, menjaga kehormatan, dan selalu berbuat baik kepada orang lain, maka meski hidupnya tetap sederhana, tetap biasa-biasa saja, maka dia sejatinya telah menggenggam seluruh kebahagiaan dunia." (hlm 164)

Dalam cerita selalu ada orang bijak, baik kisah dalam buku maupun dunia nyata, begitulah mereka yang selalu peduli pada kita (anak-anak mereka), kita yang lebih muda dari mereka yang lebih dahulu menjalani kehidupan, meskipun kadang nasehat mereka begitu berat untuk dijalani tetapi itu yang terbaik. seperti nasehat dari Wak Yati  (kakak tertua dari Pak Syahdan) "Waktu adalah segalanya, tidak ada yang memilikinya, tidak ada yang bisa meminjamkannya, Nah Pukat, Bagaimana cara menghabiskan waktu dengan baik , tanpa beban dan tanpa keluhan ?."

Dan jawaban dari pertanyaan bijak itu adalah "Berpikir, Bekerja Keras dan Bermain."

Sebagai sorang anak tentu kita pernah di marahi oleh ibu, tidak hanya sekali bahkan berkali kali, atau setiap hari. Mereka marah bukan karena benci, mereka marah karena sayang dan tidak ingin kita salah dalam bertindak. dan selalu harus kita ingat jangan sampai kemarahan Orang tua terutama Ibu membuat kita membencinya, seperti nasehat pak Syahdan "Jangan pernah membenci Mamak kau, jangan sekali-kali... Karena jika kau tahu sedikit saja apa yang telah ia lakukan demi kalian, maka yang kau tahu  itu bahkan sejatinya belum sepersepuluh dari pengorbanan, rasa cinta, serta rasa sayangnya kepada kalian."
Benar, dibalik marahnya Mamak tersimpan cinta yang begitu dalam yang tak sanggup kita membalasnya.

Bersyukur rasanya menjadi diri kita, yang hidup penuh dengan kebaikan dari orang tua dan orang sekitar, beruntung membaca buku ini, banyak kisah teladan dan pengajaran bagaimana sebaiknya kita bertindak, teladan baik dari anak yang tinggal jauh dari fasilitas mewah, dari anak yang terdidik tidak hanya dari belajar di dalam kelas tetapi dididik langsung dari alam, hingga tangan, kaki, keluh dan peluh membersamai dalam belajar dan meneladani kehidupan arif, gotong royong, ikhlas dan jujur dalam menjalaninya.

Judu Buku : Pukat
Penulis : Tere Liye
Jml Hal : 344

Eko Yasin - Dongying 


0 komentar: