Minggu, 05 April 2015

Bibir Tersenyum Hati Menangis: Seberapa Munafikkah Aku Ini? (Bagian II)



RESUME
Judul                : Bibir Tersenyum Hati Menangis: Seberapa Munafikkah Aku Ini? (Bagian II)
Penulis             : Muhammad Muhyidin
Penerbit           : Diva Press




            Melanjutkan resume saya bulan lalu, bulan ini akan coba saya uraikan isi Bab 4 sampai 7. Empat bab ini membahas mengenai hasrat (mewaspadai mesin yang merusak hidup Anda), falsafah basa-basi (menimbang kekuatan yang membangun dan merusak diri), kekuatan prinsip (saatnya keluar dari kungkungan kejahilan), dan senyumnya bibir senyumnya hati (pilihan hidup yang semestinya terjadi).
            Pada dasarnya, tidak ada satupun manusia yang dapat terlepas dari hasrat. Setiap keinginan adalah cermin dari hasrat. Hasrat memiliki potensi untuk membangun kehidupan maupun merusak kehidupan tergantung bagaimana manusia menyikapi hasrat tersebut. Kuncinya ada pada, apakah kita dapat menguasai hasrat atau justru dikuasai hasrat. Agar kita tidak kalah dan dikuasai hasrat, maka kita harus dapat mengendalikan hasrat. Pengendalian hasrat bertujuan agar hasrat tidak menjadi liar dan bisa tersalurkan secara positif. Penulis mengajarkan untuk menguasai hasrat dengan suatu formula sederhana, yaitu “makanlah selagi Anda lapar dan minumlah selagi Anda haus”. Maksudnya, saat kita merasa hasrat untuk memiliki lebih, maka ingatlah formula itu. Bedakan mana keinginan mana kebutuhan. Manusia memang tak pernah puas. Tapi, manusia juga seharusnya memiliki kendali penuh terhadap hasratnya.
            Hal lain yang sebenarnya kurang dikehendaki namun sepertinya sudah menjadi budaya adalah basa-basi. Tidak jarang basa-basi ini membawa bencana karena sifat ke-tidakenakhati-an. Basa-basi jika memang dilakukan dengan tulus, maka tidak akan menjadi masalah, namun kebanyakan basa-basi hanya dilakukan untuk sekedar ramah tamah dan ketika lawan yang diajak berbasa-basi menganggapnya serius, si pemberi basa-basi akan merengut tanda tidak ikhlas. Basa-basi seperti inilah yang berbahaya. Jika ingin terhindar dari jebakan basa-basi ini, kita harus memilih untuk selalu ikhlas dalam berbasa-basi, bukan mulut manis belaka, atau sekalian tidak usah berbasa-basi jika takut tidak bisa menanggung akibatnya.
            Agar kita tidak terjebak oleh apapun mengenai kerumitan hidup termasuk hasrat yang sulit dikendalikan maupun sikap basa-basi yang dipaksakan, maka ada baiknya kita harus memiliki prinsip hidup. Orang-orang yang tiada berprinsip pada umumnya akan mudah sekali mengeluhkan kejadian-kejadian yang terjadi dalam hidupnya. Hidup akan selalu mengombang-ambingkan kita jika kita tidak memiliki prinsip hidup. Orang yang tidak memiliki prinsip selalu menyalahkan keadaan luar atas kegagalan dan kegetiran yang dialaminya. Sedangkan orang yang memiliki prinsip akan menyambut kegagalan dan kegetiran dengan sama bahagianya ketika menyambut keberhasilan dan manisnya kehidupan.
            Bagaimana agar senyumnya bibir juga merupakan senyumnya hati? Maka, “don’t curse the darkness, light the candle.” Bila kegiatan “menyalakan lilin” jauh lebih banyak dibandingkan “mengutuk kegelapan”, jangan pernah khawatir dengan kehidupan. Kesehatan, hidup yang cukup, rezeki, kerukunan, kearifan dan hal sejenis akan mengalir sejalan dengan semakin banyaknya kegiatan “menyalakan lilin”

Yogyakarta, 5 Februari 2015
                 ttd.
Dyah Ayu Widyastuti/IM1

0 komentar: