Sabtu, 27 Mei 2017

Aqidah Islam







Islam adalah agama Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wa sallam, dan intinya adalah iman dan amal. Iman dan amal, atau aqidah dan syari’ah kedua-duanya berkaitan satu sama lainnya seperti keterkaitan antara buah dan pohonnya. Iman mencerminkan aqidah dan pokok-pokok yang menjadi landasan syari’at Islam. Dan dari dasar-dasar ini keluarlah cabang-cabangnya. Amal mencerminkan syari’ah dan cabang-cabang yang dianggap sebagai tindak lanjut dari iman dan aqidah.

Pengertian Keimanan Atau Aqidah itu tersusun atas 6 perkara yaitu

1.          Ma’rifat kepada Allah

2.          Ma’rifat kepada alam

3.          Ma’rifat kepada kitab-kitab Allah

4.          Mar’rifat kepada para nabi dan rasul Allah

5.          Ma’rifat kepada hari akhir

6.          Ma’rifat terhadap qadar

Ma’rifat Kepada Allah adalah seluhur-luhur dan semulia ma’rifat, sebab Ma’rifat Kepada Allah itulah  yang merupakan asas atau fundamental yang diatasnya didirikanlah segala kehidupan kerohanian.

Ada dua cara atau sarana untuk melakukan ma’rifatullah yaitu :

1.    Menggunakan akal pikiran untuk memikirkan dan memperhatikan segala sesuatu yang diciptakan oleh Allah. Ma’rifatullah dapat dilakukan dengan bertafakur. Sesungguhnya tiap organ tubuh mempunyai tugas, sedangkan tugas akal adalah merenungkan, memperhatikan dan memikirkan. Jika potensi ini tidak difungsikan maka hilanglah kerja akal dan tidak berfungsi pula tugasnya. Islam menghendaki agar akal bangkit melepaskan diri dari belenggunya dan bangun dari tidurnya.

2.  Sarana lain yang dipergunakan Islam untuk mengenalkan manusia kepada Allah dengan menjelaskan nama-nama Allah yang baik (al-Asma’ al-Husna) dan sifat-sifat-Nya yang luhur.

Kemustahilan untuk Menemukan Dzat Ketuhanan. Sesungguhnya hakikat Dzat Tuhan tidak dapat diketahui oleh akal manusia.  Sebab Dzat tuhan memang tidak dapat dijangkau oleh akal, dan sesungguhnya meskipun akal manusia itu cerdas dan kemampuan untuk mengetahui sesuatu telah mencapai puncaknya namun ia sangat terbatas dalam suatu batas tertentu dan sangat lemah untuk mengetahui hakikat berbagai hal atau benda yang bahkan dapat dilihatnya dalam sehari-hari. Sebagai contoh bahwa manusia sampai saat inipun belum dapat mengetahui secara benar tentang hakikat jiwa itu sendiri padahal jiwa itu melekat pada diri manusia itu sendiri. Manusiapun tidak dapat mengiraikan hakikat cahaya  atau sinar padahal, padahal cahaya atau sinar itu adalah benda yang amat jelsa dan terang sekali. Dan masih banyak contoh lainnya.      

Tebatasnya akal pikiran  dan kelemahannya atau tidak dapatnya mencapai hakikat benda-benda itu tidak dapt digunakan bukti bahwa benda-benda itu tidak ada. Jadi kalau akal pikiran tidak dapat dari pada jiwa, tidak berarti bahwa jiea itu tidak ada. Begitu juga akal pikiran tidak dapat menjelaskan hakikat cahaya, tidak berarti bahwa cahaya itu tidak ada, jelas sekali bahwa cahayaitu ada dan merta keseluruh alam.

Demikian pula halnya dengan Dzat ketuhanan (Illahiyah), jikaa manusia belum mencapai hakikaatnya, maka tidaklah ini berarti bahwa Dzat ketuhanan (Illahiyah) itu tidak ada, tetapai Dzat Ketuhanan (Illahiyah) itu ada dengan sekokoh-kokoh penetapan sebagai sesuatu yang wajib ada.

Alam Semesta Adalah Bukti  Adanya Sang  Maha Pencipta. Semua yang ada di Lingkungan alam semesta ini dapat digunakan sebagai bukti tentang wujudnya (adanya) Tuhan, bahkan benda-benda yang terdapat disekitar alam semesta dan unsur-unsurnya dapat membuktikan bahwa benda-benda itu pasti ada pencipta dan pengaturnya. Hal in dijelaskan dalam Q.S  AT_Thur ayat 35-36, Q.S Al-Fushshilat ayat 37.

Alam semesta serta segala sesuatu yang ada di dalamnya yang tersusun rapi dan kokoh bukan hanya itu saja yang dapat dijadikan bukti akan adanya Tuhan yang menciptakan Langit dan Bumi ini, tetapi masih ada saksi lain lagi yang dapat digunakan untuk itu yaitu berupa perasaan-perasaan yang tertanam dalam jiwa setiap insan yang merasakan akan adanya Allah SWT. Perasaan ini merpakan pembawaaan sejak manusia dilahirkan dan oleh sebab itu disebut sebgai fitrah. Hal in dijelaskan dalam Q.S  Yunus ayat 12.  

Allah SWT yang menciptakan alam semesta ini selain memiliki asma’ul husna (nama-nama yang baik) juga memiliki sifat-sifat yang luhur yang merupakan penetapan dari kesempurnaan KetuhananNya serta keagungan IllahiyahNya. Sifat-sifat yang menjadi milik Allah SWT. Itu diantaranya ada yang disebut dengan sifat Salbiah dan diantaranya lagi disebut dengan sifat tsubutiah.

Sifat-sifat Salbiah

Yang termasuk golongan sifat Salbiah yaitu :

·       Allah SWT bersifat Awwal dan Akhir

Allah adalah dzat yang maha dahulu, artinya bahwa tiada permulaan bagi wujud-Nya dab bahwa wujud Allah tanpa didahului dengan tahap tiada. Allah adalah dzat yang Maha Akhir. Artinya bahwa Allah itu dzatnya tiada akhir, kekal tanpa batas, dan tanpa berkesudahan. Dia itu Azali (Maha dahulu) dan abadi, tidak didahului oleh siapapun.

“Dialah yang Awwal dan yang Akhir, yang Dhahir dan yang Bathin dan Dia mengetahui segala sesuatu.”(Al-Hadiid : 3)

“Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah”(Al-Qashash :88).

·       Allah SWT tidak Serupa dengan Sesuatu

Allah yang Maha Suci tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia dan Dia tidak sama dengan apapun. Segala sesuatu yang terlintas dibenak anda maka Dia tidaklah seperti itu.

“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Asy-Syuura : 11)

Manusia diciptakan oleh Allah dalam keadaan lemah, sedangkan Allah Maha Kuat dan Maha Perkasa. Manusia diciptakan dalam keadaan memerlukan pertolongan orang lain, sedangkan Allah Maha Kaya dan Maha Terpuji. Manusia beranak dan diperanakkan, sedangkan Allah tidak beranak dan tidak diperanakkan. Manusia pelupa, sedangkan Allah tidak pernah keliru dan tidak pula lupa. Manusia serba berkekurangan sedangkan Allah Maha Sempurna secara mutlak.

     ·       Allah SWT adalah Maha Esa

Allah SWT Maha Esa baik dalam Dzat-Nya, sifat-sifat-Nya dan perbuatan-perbuatan-Nya. Esa dalam Dzat, maksudnya adalah bahwa Allah SWT tidak tersusun dari beberapa bagian yang terpotong-potong dan bahwa Allah SWT tidak ada sekutu bagiNya dalam memerintah dan menguasai kerajaanNya. “Maha Suci Allah, Dialah yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan” (Az-Zumar : 4). Esa dama sifat-sifat, maksudnya tidak ada sesuatu atau seorangpun yang sifatnya menyerupai sifat Allah Ta’ala. Esa Af’alNya maksudNya bahwa tidak seorangpun yang selain Allah Ta’ala itu yang mempunyai perbuatan sebagaimana yang dilakukan oleh Allah. Terkait hal ini dijelaskan dalam Quran Surat al-Ikhlas ayat 1-4, Al Anbiya ayat 22, al-Mu’min ayat 91, all_isra 42-43.

Sifat-sifat Subutiah

Adapun yang termasuk sifat-sifat Subutiah antara lain :

-        Quasa (qudrah), maksudnya Allah SWT tidak lemah sedikitpun untuk mengerjakan sesuatu.

-        Berkehendak (iradah) yakni Allah menentukan sesuatu yang mungkin ada dengan sebagian apa yang pantas berlaku untuknya. Allah bebas berkehendak menjadikannya tinggi atau pendek, baik atau buruk, berilmu atau bodoh, dll.

-        Mengetahui (ilmu), yakni mengetahui segala sesuatu, dan ilmu-Nya meliputi segala sesuatu yang ada, baik yang terjadi di masa lampau atau yang sedang terjadi atau yang akan terjadi.

-        Hidup (hayat), yakni sifat hidup inilah yang membuat pihak yang disifatinya menjadi layak menerima sifat qudrah, iradah, ilmu, sama’, dan bashar. Andaikata Dia tidak hidup maka sifat-sifat tersebut tidak aka nada pada-Nya.

-        Berfirman (kalam), yakni tidak dengan huruf dan tidak pula dengan suara. Allah telah menetapkan sifat ini kepada diri-Nya sendiri.

-        Sama’  ( mendengar ) dan Bashar ( Melihat)

Allah itu Maha Mendengar, yakni dapat mendengar segala sesuatu sehingga Dia benar-benar, dapat mendengar langkah-langkah semut hitam yang berjalan di atas batu licin diwaktu malam yang gelap gulita. Sebagaimana Dia mampu mendegar segala sesuatu, Dia-pun Maha Melihat, yakni melihat segala sesuatu dengan penglihatan menyeluruh mencakup segala yang ada. Penglihatan Allah tidaklah menggunakan mata seperti cara melihat makhluknya.

Sifat-sifat Allah diantaranya ada yang disebut sifat Dzat, dan ada juga yang disebut sifat-sifat af’al (perbuatan). Sifat Dzat adalah sifat tsubutiyah atau sifat-sifat ma’ani sebagaimana yang diuraikan sebelumnya. Adapun sifat-sifat af’al (perbuatan) adalah seperti mencipta dan memberi rezeki. Allah yang membentuk makhluk ini dan juga mengaruniakan rizki pada mereka.

Sifat-sifat Allah Sebagai Tiang Petunjuk Jalan. Sesungguhnya kita wajib berjalan mengikuti petunuk sifat-sifat Allah itu, menggunakannya sebagai cahaya penerang jalan, menjadikan sebagai contoh tauladan teritinggi, dan mencapai puncak ketinggian jiwa dan peningkatan ruhani yang sempurna. Allah “Rabbul-‘Alamin” merupakan teladan tertinggi yang wajib diteladani oleh orang beriman, Allah “Maha Pemurah” mengaruniakan nikmat pada makhluk-makhluk-Nya, dan menampakkan cinta-Nya kepada mereka, sekalipun mereka tidak mengerjakan suatu amal yang menyebabkan mereka berhak menerima hal itu. Allah “Maha Pengasih” memberikan balasankepada manusia atas amal perbuatanya. Ini juga merupakan contoh yang sangat tinggi, yang mengharuskan umat manusia membalas kebaikan orang lain dengan kebaikan pula. Allah “Yang menguasai hari pembalasan” menghitung amal perbuatan manusia, lalu memberikan balasan kepada orang yang berbuat buruk dengan balasan setimpal, bukan karena senang menyiksa, melainkan dengan semangat toleransi (bersediamemberi maaf). Sebagaimana seorang pemimpin yang penyayang wajib bersikap seperti itu terhadap yang dipimpinnya. Keempat sifat-sifat Allah tertinggi yang palinng utama, serta keteladanan-Nya yng sangat tinggi. Apa saja pelajaran yang dapat diambil dari sifat-sifat ini juga berlaku untuk sifat-sifat yang lain. Dari keempat sifat Allah ini dapat diambil pelajaran untuk dijadikan tauladan. Demikian pula halnya dari sifat yang lain. Misalnya sifat cinta dan sayang merupakan cerminan dari sifat-sifat Allah berikut : 1) Ar-Rauf (Maha Belas Kasihan), 2) Al-Wadud (Maha Mencintai), 3) At-Tawwab (Maha Menerima Taubat), 4) Al-‘Afuw (Maha Memaafkan), 5)Asy-Syakur (Maha Pemberi Balasan), 6) As-Salaam (Maha Damai), 7)Al-Mu’min (Maha Pemberi Rasa Damai), 8)Al-Baar (Maha Baik Dalam Tindakan Dan Pemberian), 9)Rafi’ud Darajaat (Maha Meninggikan Derajat), 10)Ar-Razaq (Maha Pemberi Rezeki), 10) Al-Wahhab (Maha Pemberi Karunia), 11) Al-Wasi’ (Maha Luas Anugrah-Nya). Demikian pula halnya dengan sifat-sifat yang mempunyai makna ‘mengetahui’ yang tercermin dalam sifat-sifat-Nya sebagai berikut: 1) Al-‘Alim (Maha Mengetahui), 2) Al-Hakim (Maha Bijaksana), 3)As-Sami’ (Maha Mendengar), 4) Al-Bashir (Maha Melihat), 5) Asy-Syahid (Maha Menyasikan), 6)Ar-Raqib (Maha Mengawasi), 7) Al-Bathin (Maha Mengetahui Rahasia).

Apa yang ditempuh manusia dan apa yang telah dilaksanak olehnya dalam kehidupan di dunia merupakan suatu pernyataan dari kenyataan aqidah atau kepercayaannya. Jika aqidah yang terpateri dalam jiwanya itu baik dan benar maka baik dan benar pula jalan yang ditempuhnya serta lurus dalam mengerjakannya, sebaliknya jika aqidah itu rusak dan salah maka jalan yang ditempuhnya juga rusak, salah dan sesat. Oleh sebab itu, Aqidah Tauhid dan keimanan adala suatu hal yang mutlak perlu yang sama sekali tidak dapat ditinggalkan dan diabaikan oleh siapapun, supaya orang itu dapat mencapai kesempurnaan dan dapat merealisasikan kemanusiaanya itu sendiri.



Bandung, 29 April 2017
Muhammad Insan Aulia



Judul: AQIDAH ISLAM
Penulis: SAYYID SABIQ (GURU BESAR UNIVERSITAS AL_AZHAR)
Halaman: 534 hal

Tahun Terbit: 2010

0 komentar: