Minggu, 14 Mei 2017

The Geography of Genius Part 4 & 5



The Geography of Genius Part 4 & 5
(Silicon Valley)

Iphone, benda kecil nan ajaib digenggaman kita adalah bukti kejeniusan modern yang datang dari kota kecil bernama Silicon Valley. Sama halnya dengan Facebook, Google, microchip dll. Betapa semua hal tersebut mengubah dunia menjadi teramat canggih, seakan tidak ada jarak yang terlalu jauh dan tidak ada hal yang terlalu sulit.


“Tempat kelahiran wilayah teknologi tinggi pertama di Dunia” begitulah gelar untuk kota kecil ini. Menengok pada sejarahnya, kejeniusan di Silicon Valley dimulai dengan adanya perusahaan radio, yang pada jamannnya merupakan teknologi canggih pengubah dunia, benar saja, alat yang mampu menangkap gelombang tak kasat mata dan mengirim informasi dari jarak jauh sangat berguna bagi banyak hal. Setelah tenggelamnya kapal Titanic waktu itu, kongres mengharuskan semua kapal menggunakan radio. Keberadaan radio tidak terlepas dari teknisi brilian, Lee de Forest yang bekerja dengan cemerlang dan menghasilkan penguat dan osilator tabung pertama, yang pada akhirnya tidak hanya digunakan pada radio tetapi juga alat elektronik lainnya. Dia meyebutkan bahwa “kerajaan tak kasat mata, tidak berwujud, tetapi sesolit granit” dan dia sangat menyukai pekerjaanya.

Stanford University dibawah kepemimpinan  Freed Terman ikut andil dalam Silicon valley. Pada 1951, Terman membangun Stanford Industrial Park, dia bermaksud menyatukan ilmu pengetahuan dengan aplikasi dunia nyata. Ide yang sangat, berbeda brilian dan kontroversial waktu itu.

Masa depan, ide, dan optimisme adalah hal yang berkeliaran disetiap atom Silicon Valley. Bebeda dengan tempat genius yang lain, tempat ini terlahir modern dan tidak ada tempat untuk masalalu. Masa depan adalah orientasi orang-orang yang sukses dan yang akan sukses disini. Untuk mendukung hal tersebut dibutuhkan ide, yang bukan hanya sekedar ide, tapi ide yang cemerlang dan berpengaruh, oleh sebab itu ide terus berjalan dan menguak disini.

‘Optimisme brutal’ ungkapan warga setempat. Ide yang cemerlang yang akan berpengaruh di masa depan harus segera dilakukan, dengan optimisme yang (sangat) kuat.ketidakberhasilan suatu ide akan terus direvisi, disempurnakan, dilakukan lagi, gagal, coba lagi hingga berhasil. Keberhasilan sama dengan kegagalan bertaburan disini. Jasa angkutan mobil van untuk pindahan laku keras untuk mengangkut barang-barang dari perusahaan yang entah bangkrut atau berpindah ketempat lain. Tidak mudah memang tinggal dan berusaha di Silicon Valley, tekanan Steve Jobs dan Mark Zukerberg terlalu tinggi. Semua pendatang disini, hingga mahasiswa teknik Stanford pun memiliki tekanan berlomba-lomba menciptakan sesuatu yang akan berpengaruh.

Daya tarik Silicon Valley sebenarnya adalah Silicon Valley itu sendiri. Tempat ini terbentuk dan berkembang pesat dengan orang-orang jenius (baca: jenius kreatif) dan segala hal di dalamnya. Seperti halnya dengan (aktivitas) tertawa, jenius itu menular. Disini tempat komunitas kreatif dan futuristik berkumpul, hal ini otomatis menciptakan atmosfir yang berbeda dari tempat lain di manapun di dunia.

Hampir satu abad Silicon Valley mencapai masa kejayaannya. Seperti Kota Jenius sebelumnya, masa keemasan akan berakhir di satu titik karena ketika sesuatu sudah berada dititik puncak tidak ada jalan lain untuk tetap berjalan selain turun ke bawah. Arogansi umumnya adalah penyebab dari keruntuhan. Tidak ada yang tahu kapan Silicon Valley akan mengalami masa itu, ketika arogansi menjadi dominan, dan budaya perlahan lenyap. 

The geography of genius part 5
(Kolkata)

The man who know the infinity adalah salah satu film holliwood yang mengangkat cerita tentang seorang jenius matematika yang berasal dari India, Srinivasa Ramanujan. India, kususnya Kolkata  adalah satu-satunya kota selain Huangzou di China yang menjadi tempat para jenius di Asia. Antara 1840-1920 perkembangan pengetahuan sangat pesat disini, seni, sastra, sains dan agama. Kreativitas mengalir deras pada masa itu ditandai dengan penggunaan sidi jari untuk penyelidikan kriminal pertama kali, dan kepemilikan sistem pembuan gandan lampu gas. Bahkan orang india adalah pemenang Nobel Pertama di Asia, Rabindranath Tagore.

 

Kekacauan kota Kolkata tidak jauh berbeda dengan Kolkata yang sekarang. Namun tidak membuat penduduknya menjadi sama kacaunya. Manusia memiliki anugerah berupa kemampuan adaptasi. Orang india bisa berfikir dan berbicara dengan baik dipinggir jalan yang ramai atau diruangan dengan musik yang kencang. Mereka mendengar semua itu, tapi hal tersebut bukan menjadi suatu masalah. Di Kolkata kekacauan dan kegilaan memiliki iramanya sendiri. Selain itu kekacauan memiki basis neurologis. Neurolog Walter Freeman melakukan penelitian tentang reaksi otak terhadap kekacauan, berdasarkan penelitiannya, otak kitam embutuhkan kekacauan untuk memproses infromasi baru. Penelitianini cukup bebarti dan menjelaskan bahwa kekacauan (sebenarnya) bukan sebuah jurang dalam seperti yang selama ini kita ketahui, melainkan sebuah jembatan bagi seseorang untuk mendapat informasi baru. Orang jenius berkolaborasi dengan kekacauan.

 

Cerita kegeniusan Kolkata tidak akan ada tanpa kehadiran Inggris waktu itu. Bangsa Inggrislah yang awalnya memberikan pengetahuan kepada masyarakat dan masyarakat mengakulturasinya. Masyarakat Kolkata menghadapi dua dunia, dunia mereka dan barat dengan segala perbedaan kulturnya namun mereka bergerak pada keduanya,  mereka disebut sebagai otak Indo-Barat. Selain Bangsa Inggris, seperti yang  kita ketahui, Hindu dianggap bukan hanya sekedar agama dengan menjalankan kewajiban, tetapi menjadi kultur yang mengalir disetiap diri mereka. Seperti yang dialami Ramanujan dan Bose, mereka mendapat intuisi terhadap masing-masing Sains yang mereka geluti. Agama Hindu dan pengetahuan tidak bisa dipisahkan, bahkan Ralph Hallman seorang professor filsafat menulis jurnal dengan judul “Toward a Hindu Theory of Creativity” (1971). Hal ini disebabkan adanya mitologi hindu tentang dewa-dewa yang membentuk pola piker tertentu bagi penganutnya. Seperti yang dicontohkan bahwa  Brahma melihat dunia sudah ada disana, hal ini diartikan seperti orang kreatif yang melihat apa yang tidak orang lain lihat dan menyadari banyak hal. Ramanujan mendapatkan rumus matematika kompleks hingga memecahkan rumus partisi dari intuisi, begitupun Bose memberikan satu dosis kloroform  kebongkahan Platina, dia meyakini bahwa zat yang lembab pada titik tertentu, hidup, dan ini tertulis pada jurnal fisikanya saat dia mengikutinya di Paris.

 

Kini bara api keemasan telah meredup, namun tetap masih hangat. Kolkata penghasil buku terbanyak kedua setelah London, toko buku bertebaran dimana-mana, bahkan 1 orang dapat mengoleksi ribuan buku. Meski kini Kolkata tidak secerah dulu, kejeniusan yang sempat singgah disini akan tetap menjadi cirri khas yang dikenang dan dipelajari setelah nya.

 

Judul                : The Geography of Genius
Pengarang        : Eric Winer
Tahun              : 2016
Penerbit           : Qanita

_Khairisa_





0 komentar: