Minggu, 19 Agustus 2018

Aishiteimasu


Saya setuju dengan pendapat Pak Padil, salah satu aktivis IM (dibaca: Indonesia Membaca). Bahwa kita akan mengetahui perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui membaca. Bahkan sejarah masa lampau sebelum kita lahir atau bahkan nenek moyang kita pun belum lahir, kita dapat mengetahui melalui membaca. That’s right.

Membaca itu seperti partner yang membuat gairah jadi meningkat, apalagi membacanya sambil mendengarkan lagu, terlebih lagu yang membuat gairah membaca jadi meningkat. #alasanbiartakngantuk. Salah satunya lagu yang saya dengarkan ini, a sky full of stars, dari Coldplay. Keren sih, menurut saya, dengerin tuh lagu, keren karena bahasanya. Ahaha. Tapi saying tidak mengertos.

OK, kembali ke laptop, eh, kok laptop? Ahiw, membaca maksudnya. Yupp, melalui membaca juga saya jadi tahu Negara luar, salah satunya Negara tetangga yang bermata sipit yakni Japan. Dan, buku yang saya baca terkait Negara itu.

Ngomong-ngomong tentang negeri luar atau Japan seperti yang saya resume ini, sedikit banyak saya jadi tahu gambaran negeri yang maju di Asia ini. Yakni tidak lain dari membaca. Dan mungkin impian itu tumbuh, bisa jadi diawali dari membaca.

Sebenarnya sih, buku ini sudah diresume sebelumnya oleh teman IM kita, tapi tak apa lah saya resume again. Buku ini ditulis oleh Hani Yamashita. Hani adalah orang Yogya, lalu ia menikah dengan pria berkebangsaan Japan. Setelah menikah Hani memutuskan untuk mengikuti suaminya ke Japan, dan menetap di sana. Walau Hani WNI, tapi wajahnya oriental banget, khas Japan banget, sehingga saudara suaminya, tidak ngeh kalau Hani bukan orang Japan alias orang Indonesia. Tapi walau begitu, logat jawanya medok, awal-awal ia menginjakkan kaki di negeri sakura itu. Yah, karena orang lebih melihat tampilan wajah daripada logatnya, jadinya ya tak hirau.

Yang lebih seru lagi saat ia mencoba kereta modern di station Ikebukuro. Ia dengan percaya diri karena berbekal bahasa mandarin yang ia kuasai. Ia mendekati penumpang kereta. Ia berkenalan dengan bahasa mandarin, dan ternyata penumpang tersebut berasal dari Taipei. Cocok. Tapi, lagi-lagi sang penumpang tertipu, dan menyangka kalau Hani adalah orang Taiwan, OMG, apalagi ini. Lalu, sang penumpang menanyakan marga kepada Hani. Jelas saja, Hani kikuk, tidak tahu musti jawab apa. Ternyata, tidak hanya berbekal penguasaan bahasa saja, namun juga pemaknaan dalam berkomunikasi tiap Negara juga berbeda. Begitulah, dalam pikiran Hani.

Walau membuat Hani kesal, tapi ia tetap ingin memperlihatkan identitasnya sebagai warga Indonesia, dan kebetulan Hani bertemu dengan warga Indonesia, ia pun dengan senang berkomunikasi dengannya. Kekesalan kembali ia telan, saat Hani ‘dikira’ orang Japan yang pintar bahasa Indonesia. Sebenarnya bukan salah ibu mengandung, tapi suratan takdir. Waduh.

Ternyata, bukan hanya rupa-nya yang membuat banyak orang tertipu, tapi juga namanya yang terkesan aneh dan tabu bagi orang Japan, ditambah lagi dengan kata mangkok, yang merupakan sebuah benda yang biasa dipakai untuk wadah bakso di Indonesia. Dan di Japan lain lagi artinya bahkan sensitif sekali. Pun, demikian dengan kata cincin. Benda sakral yang dijadikan simbol pengikat antara dua sejoli, atau arti umumnya tunangan. Sedang, di Japan cincin dengan mangkok, dua sejolinya, yang juga teramat sensitif.

Perbedaan makna tersebut jadi mengingatkan saya pada kata ‘butuh’. Kalau di Indonesia, kata butuh fine fine saja digunakan oleh khalayak ramai. Berbeda kalau dipakai di Malaysia yang tidak boleh sembarangan mengucapkan.

Ketika membaca lembar demi lembar, saya kagum dengan sosok Hani terutama semangatnya. Ganbate ne! Zettai makenaide. Begitulah kata Akihiro. Baik sebagai warga Indonesia, maupun sebagai isteri dari suami berkebangsaan Japan.

‘Kame no kou yori toshi no kou’. Ini adalah pepatah jepang, yang memiliki arti sama dengan pepatah Indonesia. Artinya Pengalaman adalah guru terbaik. Wah, masih ada persamaan ternyata.

Saya suka novel yang mengisahkan dua sejoli, seperti berbunga-bunga begitu bacanya. Senyum-senyum sendiri, asyik sendiri deh jadinya. Saat wanita bermanja-manja ria sama prianya, cemberut lucu kala dikoreksi prianya, wanita yang berharap dipuji oleh pasangannya dan kepolosannya saat ber-statment pada prianya. Itu pula yang dikisahkan oleh Hani-san saat bersama pria (suami)nya Akihiro-san.

Dari kisah Hani-san, saya jadi tahu kalau orang Japan itu mandiri dan rajin-rajin. Bahkan sedari kecil sudah dibekali kemandirian oleh para orangtua. Bukan hanya itu, tapi juga agar supaya tidak merepotkan oranglain. Seperti Akihiro, suaminya, yang selalu bangun pagi. Lalu menyiapkan sarapan pagi dan beres-beres. Bahkan, ketika masak, dapur tetap tertata rapi, tidak acak-acakan. Padahal Akihiro laki-laki, belum lagi apartemen yang ditempati tidak cukup luas tapi tertata rapi. Bukan hanya Akihiro, papa-nya atau mertua Hani juga rajin bangun pagi. Wah, ini pecut banget buat saya, yang harus lebih rajin bangun sedini mungkin. Mengingat ada kewajiban yang harus ditunaikan sebagai muslimah. Kegesitan yang dimiliki oleh orang Japan ternyata dipengaruhi oleh keadaan alam yang sering terjadi bencana. Sehingga menjadi imbas positif bagi masyarakatnya untuk selalu waspada juga.

Sake adalah minuman arak khas Jepang. Biasa disajikan saat berkumpul dengan sanak family. Begitu pula dengan Hani saat berkumpul sanak family Akihiro. Dari cerita Hani, saya juga, jadi tahu kalau orang Japan ramah, kekeluargaan dan sopan. Tergambar pada saat paman Akihiro yang tengah mabuk berat meminta maaf pada isterinya kalau ia tidak bisa mengemudikan mobil saat mabuk dan menyuruh isterinya untuk membawa mobil. Lain lagi paman Akihiro yang lain. Ia membantu membereskan peralatan makan yang telah dipakai ke dapur. Dengan tubuh sempoyongan ia mencoba menjaga keseimbangan agar tidak jatuh. Namun, pada akhirnya setelah bersusah payah bertahan, gedebrag jatuh jua di dapur. Tak kalah sopan, juga ditampakkan oleh papa-nya Akihiro dan adik papanya yang sama-sama suka merokok. Dengan tanpa disuruh, mereka tahudiri dan langsung menuju ke luar. Sambil merokok, mereka melanjutkan perbincangan yang sempat terputus. Dan, anak-anak serta para perempuan tetap asyik bermain dan bercengkrama di dalam ruangan tanpa merasa terganggu dengan bau asap rokok yang memang tidak baik pada pernapasan terutama anak-anak.

Walau negara maju, namun adat istiadat tetap dipertahankan dengan baik termasuk kepercayaan pada ramalan tetap menjadi tradisi. Dari membaca juga saya jadi tahu garis besar sejarah geisha. Dan bukan hanya itu saja, ada juga berbagai hal yang menurut saya penting untuk diketahui bahkan diteladani. Berikut Quotes-nya.

@ orang jepang menanamkan sikap moral. Bahwa lebih baik miskin harta daripada miskin moral
@ shippai wa seikou no motto, bahwa kegagalan adalah awal dari keberhasilan
@ bahwa orang jepang selalu mencoba mentransferkan semangat bukan men-judge yang bukan-bukan
@ keteraturan di Jepang sangat bagus dan disiplin baik kepada waktu, pekerjaan, lingkungan dan lainnya.

Judul                            : Aishiteimasu
Penulis                         : Hani Yamashita
Penerbit, th. Terbit       : Percetakan Galangpress, 2013
Hal                               : 206 hal.
ISBN                            :978-602-267-016-2

  Oktober 2017
Isaimamiqi -

0 komentar: