Minggu, 26 Agustus 2018

The Last Lecture Lessons in Living


“If you only had a short time to live, what would you do?”Pengantar di belakang buku ini sungguh menggugah, apalagi setelah dijelaskan bahwa true story, membuat saya tak berkutik untuk bersegera melahap setiap halamannya. Amazing, very motivational, inspiratif, dan sangat menyentuh hati begitu kesimpulan saya akan buku ini. Sangat layak jika kemudian menjadi the international bestseller dan telah terjual lebih dari 5 milllion copies di seluruh dunia.


Randy Pausch adalah seorang Profesor Computer Science di Carnegie Mellon University yang sangat energic, youthful, cheerful. Selain menjadi dosen dan peneliti, Ia juga bekerja dengan Adobe, Google, Electronic Arts, Walt Disney Imagineering, dan non profit Alice Project (refers to Alice and The Wonderland movies). Tahun 2007, Randy didiagnosa kanker Pankreas, sekitar 10 tumor telahbersarang di tubuhnya. Dokter mengatakan Randy hanya mampuhidup 3 sampai 6 bulan lagi.

“So, how spend to my very limited time?”Itulah pertanyaan Randy ketika akhirnya ia memutuskan untuk menulisbuku ini. Berkisah perjalanan hidupnya dari mulai achieving mimpi masa kanak-kanak, bagaimana orang tuanya mendidiknya, bagaimana ia mendidik mahasiswanya, kisah romantis dan tentu saja kisah sedih ia dengan istri dan tiga anak yang akan ditinggalkannya. Bagian akhir buku ini “Jai and Me” (Jai is his wife) ditambah foto Randy bersama ketiga anaknyasungguh bikin saya baper. [My mother was cancer survivor, I know it’s really hard time with someone we love who is fighting between death and life. And also I have lost my father, passed away in 2013].

Yang menarik dari buku ini juga adalah gaya bahasanya yang santai. Seolah penulis sedang berbincang langsung dengan saya. Ia mengajarkan tentang optimis, attitude, kejujuran, dreams, dan tentu saja how to live your life. Lebih dalam, buku ini merupakan transfer nilai Randy untuk anak-anaknya. Bagaimana mereka belajar dari seorang ayah yang tak mampu membersamai mereka dewasa. Planning bagi Randy adalah segalanya, dapat dilihat dari bagaimana ia tetap optimis untuk hidup dan merencanakan sesuatu untuk anak-anak mereka meski di limited time-nya.

Menjadi seperti Randy, tidak terlepas dari gaya pendidikan orang tuanya. Orang tua Randy mengajarkan bahwa membaca buku lebih baik daripada nonton TV. [Nah loh ayook kita lebih semangat lagi membaca]. Hampir setiap malam mereka berdiskusi tentang apapun, dari kamus, ensiklopedi, membuka pikiran. Ayahnya seorang storyteller yang selalu menceritakan kisah dan quote-quote yang inspiratif. Bahkan orangtuanya tak pernah melarang Randy dan adik-adiknya menggambar mimpi di dinding rumah. Gambar-gambar itu masih ada sampai Randy dewasa. Benar jika dikatakan, tanpa keluarga kita bukan siapa-siapa dan bukan apa-apa. Poin pentingnya bahwa keluarga adalah fondasi pendidikan karakter bagi anak.

Di buku ini Randy juga berkisah bagaimana ia akhirnya mendapatkan Jai (his wife). Bener sih cewek suka bingung dengan perasaan sendiri, dimulut ‘tidak’ tapi tindakan ‘iya’ atau malah sebaliknya [keknya perlu baca ulang Men From Mars Woman From Venus]. Lalu apa kata Randy sama Jai “Look, I’m going to find a way to be happy, and I’d really love to be happy with you, but if I can’t be happy with you, then I’ll find a way to be happy with you.” Lalu nasehat ibunya untuk Randy “Be supportive. If you love her, support her” (p.78). Lalu saat vonis itu hadir, Ia bilang “Most of all, I want Jai to be happy in the years ahead. So if she find happiness through remarriage, that will be great. If she finds happiness without remarrying, that also will be great” (p.202).

Nasehat Randy tentang waktu, 1) time must be explicitly managed, like money; 2) you can always change your plan, but only if you have one; 3) ask yourself: are you spending your time on the right things; 4) develop a good filling system; 5) rethink the telephone; 6) delegate; 7) take a time out (p.108-110).

Nasehat Randy tentang mimpi untuk anak-anaknya “Don’t try to figure out what I wanted you to become. I want you to become what you to become” (p.198). Demikian pesan yang sama untuk mahasiswanya. Ini menjadi tantangan bagi orang tua dan pendidik untuk tidak memaksakan kehendak kepada anak-anak (means children and students). Yang perlu dilakukan orang tua dan pendidik adalah mendorong dan mengarahkan mereka untuk meraih mimpi dengan cara yang benar. Dan tentu Randy selalu memberi inspirasi dan meng-encourage mahasiswanya untuk mewujudkan mimpi mereka. [bold notes untuk saya yang juga memilih bidang karir sama, how I can support my students to achieve their dreams].

Sebagai penutup The Last Lecture, Randy memberikan pesan untuk kita semua,bahwa kini saatnya kita yang meraih mimpi. But, “It’s not about how to achieve your dreams. It’s about how lo lead your life. If you lead your life the right way, the karma will take care of itself. The dreams will come to you” (p.206).

Perjalanan hidup Randy Pausch bisa terjadi pada siapapun, saya dan anda. Jika demikian, apa yang akan kita lakukan? Jejak seperti apa yang akan kita tinggalkan untuk orang-orang tercinta? Kita semua punya limitedtime dan sayangnya hanya Tuhan yang tahu kapan limit ini akan habis. Padahal masih banyak mimpi-mimpi kita yang belum terealisasi. Beruntunglah Randy yang tahu limited time-nya dan mampu menyiapkan hal terindah untuk akhir hidupnya. Maka saya sepakat dengan pesan terakhir Randy, “Lead our life the right way and dreams will come to us.” Ini hal terbaik yang dapat kita lakukan.Planning, preparation, and keep on the right way.

Diresume dari The Last Lecture Lessons in Living yang ditulis oleh Randy Pausch

Bandung, 1 Januari 2018
- Tri Hanifawati -

Notes:
Buku ini menjadi refleksi dan inspirasi mengawali resolusi tahun 2018, banyak mimpi yang insyaAllah akan diraih, niat yang perlu diluruskan, dan target menjadi pribadi yang lebih baik. Keep optimism untuk kamu yang juga punya mimpi spesial di tahun 2018 ini. And special thanks untuk yang sudah meminjamkan buku yang sangat inspiratif ini.






0 komentar: